Saturday, 9 January 2021

Bimtek Guru Belajar Seri AKM Tingkat SMP - Konsep Asesmen Nasional

 


Konsep Asesmen Nasional

Pengantar

Selamat! Anda telah menyelesaikan asesmen pra program. Semoga Bapak dan Ibu sudah siap untuk sama-sama belajar.

Pada topik ini, Anda akan lebih jauh mengenal dan memahami mengenai Asesmen Nasional. Melalui penjelasan pada fase orientasi, apa yang dapat Anda simpulkan mengenai Asesmen Nasional? 

Ya, benar. Asesmen Nasional adalah program penilaian terhadap mutu setiap sekolah, madrasah, dan program kesetaraan pada jenjang dasar dan menengah. Mutu satuan pendidikan dinilai berdasarkan hasil belajar siswa yang mendasar (literasi, numerasi, dan karakter) serta kualitas proses belajar-mengajar dan iklim satuan pendidikan yang mendukung pembelajaran. Informasi-informasi tersebut diperoleh dari tiga instrumen utama, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.

  1. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang mengukur kompetensi mendasar literasi membaca dan numerasi siswa. 
  2. Survei Karakter yang mengukur sikap, nilai, keyakinan, dan kebiasaan yang mencerminkan karakter siswa
  3. Survei Lingkungan Belajar yang mengukur kualitas berbagai aspek input dan proses belajar-mengajar di kelas maupun di tingkat sekolah.

Seiring disosialisasikannya Asesmen Nasional, telah banyak respons yang disampaikan terkait konsep dan pelaksanaannya. Siswa, orangtua, guru, bahkan kepala sekolah mulai gelisah terkait penghapusan Ujian Nasional dan pemberlakuan Asesmen Nasional. Untuk menghindari hal itu, pemahaman yang utuh dan menyeluruh mengenai Asesmen Nasional pun perlu terus disebarluaskan. Apakah Anda sependapat? 

 

Tujuan dan Manfaat Asesmen Nasional

Perubahan sistem evaluasi dari Ujian Nasional ke Asesmen Nasional merupakan upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan secara menyeluruh. Asesmen Nasional dirancang untuk menghasilkan informasi akurat untuk memperbaiki kualitas belajar-mengajar, yang pada gilirannya akan meningkatkan hasil belajar siswa. 

  1. Asesmen Nasional menghasilkan informasi untuk memantau: (a) perkembangan mutu dari waktu ke waktu, dan (b) kesenjangan antar bagian di dalam sistem pendidikan (misalnya di satuan pendidikan: antara kelompok sosial ekonomi, di satuan wilayah antara sekolah negeri dan swasta, antar daerah, ataupun antar kelompok berdasarkan atribut tertentu). 
  2. Asesmen Nasional bertujuan untuk menunjukkan apa yang seharusnya menjadi tujuan utama sekolah, yakni pengembangan kompetensi dan karakter siswa. 
  3. Asesmen Nasional juga memberi gambaran tentang karakteristik esensial sebuah sekolah yang efektif untuk mencapai tujuan utama tersebut. Hal ini diharapkan dapat mendorong sekolah dan Dinas Pendidikan untuk memfokuskan sumber daya pada perbaikan mutu pembelajaran.

Maka dari itu, hasil Asesmen Nasional sendiri diharapkan mampu memberikan manfaat, bukan sekedar nilai belaka. Pada tahun 2021, Mendikbud telah menyatakan bahwa hasil Asesmen Nasional dimaksudkan sebagai peta awal mutu sistem pendidikan secara nasional. Asesmen Nasional tidak akan digunakan untuk mengevaluasi kinerja sekolah maupun daerah. Berikut infografis yang menjelaskan manfaat asesmen nasional.

Kaitannya dengan infografis tersebut, secara jangka panjang Asesmen Nasional memberi kesempatan sekaligus menuntut guru dan sekolah untuk memperbaiki kualitas pengajarannya guna menciptakan siswa yang lebih kompeten. Hal ini terlihat dari penekanan pembelajaran dan asesmen yang lebih fokus pada daya nalar dalam bentuk literasi membaca dan numerasi. Hal ini juga mendorong guru dan sekolah mengubah praktik-praktik pembelajaran lama yang tidak lagi relevan dengan kondisi saat ini. 

Bagaimana contohnya? Misalnya, guru ingin mengembangkan keterampilan literasi pada siswa. Dalam hal ini, guru perlu memotivasi siswa untuk membaca tidak hanya dari buku teks, tetapi bisa dari berbagai sumber. Guru juga perlu mengajak siswa berdiskusi dan mengevaluasi informasi yang dibaca, tidak sekedar meringkas dan mengulang kembali. Bagaimana dengan keterampilan numerasi? Pada keterampilan numerasi, guru perlu memastikan siswa memiliki intuisi angka (number sense) dan pemahaman aritmatika dasar sejak dini. Guru juga perlu memandu siswa memecahkan masalah terkait numerasi yang terjadi dalam konteks kehidupannya. Hal ini disebabkan masalah yang menuntut diskusi dan penalaran tidak dapat dipecahkan hanya dengan menghafal rumus semata.

 

Membandingkan Asesmen Nasional dengan Ujian Nasional

Beberapa pertanyaan yang seringkali muncul terkait penghapusan Ujian Nasional dan pemberlakuan Asesmen Nasional antara lain apakah Asesmen Nasional merupakan pengganti Ujian Nasional. Timbul pula kekhawatiran mengenai persiapan siswa, guru dan sekolah menghadapi Asesmen Nasional.

Untuk mendapatkan informasi yang tepat, Anda perlu membandingkan beberapa hal penting mengenai Ujian Nasional dan Asesmen Nasional terlebih dahulu. Berikut terdapat informasi mengenai perbandingan Asesmen Nasional dengan Ujian Nasional.

Berikut penjelasan setiap poin pembeda AN dan UN:

  1. Tujuan penyelenggaraan Asesmen Nasional dan Ujian Nasional tidak sama. Seperti yang telah dijelaskan pada topik dan aktivitas sebelumnya, Asesmen Nasional bertujuan untuk mengevaluasi mutu sistem pendidikan di Indonesia, sedangkan Ujian Nasional bertujuan untuk mengevaluasi capaian hasil belajar siswa secara individu. 
  2. AN diberlakukan untuk semua jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah pertama, dan pendidikan menengah atas. Ini termasuk MI, MTS dan MAN, serta program kesetaraan. Sementara UN berlaku mulai jenjang pendidikan menengah pertama dan atas saja.
  3. Asesmen Nasional tidak diselenggarakan pada akhir jenjang pendidikan sebagaimana Ujian Nasional, melainkan di tengah jenjang pendidikan. Yaitu pada kelas 5, 8, 11. Hal ini dilakukan untuk mendorong guru dan sekolah melakukan tindak lanjut perbaikan mutu pembelajaran setelah mendapatkan hasil laporan AN. Jadi bukan sekedar untuk mengetahui capaian hasil belajar siswa sebagai salah satu syarat kelulusan.
  4. Pada pelaksanaannya, Asesmen Nasional menggunakan metode survei. Metode survei dilakukan dengan mengambil sampel siswa diambil secara acak dari setiap sekolah. Berbanding terbalik dengan Ujian Nasional yang menggunakan metode sensus dimana semua siswa di seluruh Indonesia wajib mengikutinya.
  5. Model soal asesmen yang diberikan dalam AN lebih bervariasi bukan sekedar pilihan ganda dan uraian singkat sebagaimana yang diberikan dalam UN.
  6. Salah satu komponen hasil belajar murid yang diukur pada asesmen nasional adalah literasi membaca dan numerasi. Asesmen ini disebut sebagai Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) karena mengukur kompetensi mendasar atau minimum yang diperlukan individu untuk dapat hidup secara produktif di masyarakat. Sementara Ujian Nasional berbasis mata pelajaran yang memotret hasil belajar murid pada mata pelajaran tertentu. Hal inilah yang terkadang memberi kesan mata pelajaran yang penting dan kurang penting dalam pendidikan. Dalam hal ini, AKM memotret kompetensi mendasar yang diperlukan untuk sukses pada berbagai mata pelajaran. 
  7. Metode penilaian AN dan UN pun berbeda meskipun keduanya berbasis komputer. AN menggunakan metode penilaian Computerized Multistage Adaptive Testing (MSAT). MSAT ialah metode penilaian yang mengadopsi tes adaptif, dimana setiap siswa dapat melakukan tes sesuai level kompetensinya. .

Bapak dan Ibu telah membandingkan Asesmen Nasional dan Ujian Nasional. Sebagai tanggapan atas pemberlakuan Asesmen Nasional, berbagai respons pun muncul dari sejumlah pihak mengenai kebijakan ini. Apakah kebijakan ini hanya sekedar penggantian nama semata? Menurut Anda, apakah Asesmen Nasional merupakan pengganti Ujian Nasional?

Benar. Asesmen Nasional bukan pengganti Ujian Nasional. Selain dari teknis pelaksanaannya, cakupan Asesmen Nasional berbeda jika dibandingkan dengan Ujian Nasional. Asesmen Nasional lebih memberikan gambaran yang lebih utuh dan luas mengenai mutu pendidikan, bukan hanya secara kognitif, namun juga karakter dan iklim belajar.  

 

Evaluasi Ujian Nasional

Berdasarkan penjelasan pada aktivitas sebelumnya, Bapak dan Ibu telah membandingkan Asesmen Nasional dan Ujian Nasional. Kebijakan pelaksanaan Asesmen Nasional juga berangkat dari evaluasi yang dilakukan terhadap Ujian Nasional yang telah berlangsung selama ini. Ujian Nasional menjadi lebih berorientasi pada pencapaian hasil belajar individu dan pembelajaran yang berorientasi pada ujian. Sasaran kompetensi yang diharapkan sebagai perbaikan mutu pendidikan sendiri seringkali terabaikan. Selain itu, beberapa poin evaluasi berikut ini juga menjadi pertimbangan untuk menghentikan pelaksanaan Ujian Nasional dan menetapkan penyelenggaraan Asesmen Nasional. 

Pertama, Butir-butir soal UN hanya mengukur kemampuan kognitif siswa, sehingga input dan proses pembelajaran kurang dapat tergambarkan dengan baik. Hal ini belum sejalan dengan tujuan pendidikan yang ingin mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi serta kompetensi lain yang relevan dengan Abad 21, sebagaimana tercermin pada Kurikulum 2013. Harapan untuk mengevaluasi keterampilan siswa dalam menerapkan pengetahuan serta konsep melalui berbagai konteks kehidupan, serta menunjukan karakter sebagaimana yang diharapkan dalam profil pelajar pancasila belum lengkap dilakukan melalui UN saja.

Kedua, UN kurang dapat dimanfaatkan guru untuk memperbaiki pembelajaran pada subjek siswa yang sama. Asesmen Nasional dirancang untuk memberi dorongan lebih kuat ke arah pengajaran yang inovatif dan berorientasi pada pengembangan kompetensi, termasuk di dalamnya kemampuan bernalar.

Ketiga, UN kurang optimal sebagai alat untuk mengevaluasi mutu pendidikan secara nasional. Hal ini disebabkan UN diterapkan di akhir jenjang pendidikan lebih sebagai assessment of learning yang mengukur capaian akhir, bukan sebagai sebagai assessment for learning, yang mengukur proses pembelajaran. Hasil UN tidak bisa digunakan untuk mengakomodir kebutuhan belajar yang diperlukan siswa. 

Pemberlakuan Asesmen Nasional ini merupakan sinyalemen yang kuat dari pemerintah untuk terus memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. Dan dari ketiga poin tersebut, maka sesungguhnya yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi Asesmen Nasional adalah pemahaman mengenai tujuan dan manfaat Asesmen Nasional, serta implikasinya pada perubahan praktik dan strategi pembelajaran di kelas. Siswa, guru, orangtua, kepala satuan pendidikan tidak lagi direkomendasikan untuk berlatih soal-soal persiapan AKM sebagaimana penilaian yang berbasis ujian.

Silakan membaca penjelasan lengkap pada tautan berikut ini Tanya Jawab Ujian Nasional

 

Daftar Tanya Jawab Kebijakan Ujian Nasional (UN)
 
Apa kebijakan baru tentang UN?
 
Jawab:
Mulai tahun 2021 UN akan diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Kedua asesmen baru ini dirancang khusus untuk fungsi pemetaan dan perbaikan mutu pendidikan secara nasional.
 
 
Mengapa 2020 akan menjadi tahun terakhir bagi UN?
 
Jawab:
Pertama, UN lebih banyak berisi butir-butir yang mengukur kompetensi berpikir tingkat rendah. Hal ini tidak sejalan dengan tujuan pendidikan yang ingin mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi serta kompetensi lain yang lebih relevan dengan Abad 21, sebagaimana tercermin pada Kurikulum 2013.
 
Kedua, UN kurang mendorong guru menggunakan metode pengajaran yang efektif untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Asesmen kompetensi pengganti UN akan dirancang memberi dorongan lebih kuat ke arah pengajaran yang inovatif dan berorientasi pada pengembangan penalaran, bukan hafalan.
 
Ketiga, UN kurang optimal sebagai alat untuk memperbaiki mutu pendidikan secara nasional. Karena dilangsungkan di akhir jenjang, hasil UN tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar siswa dan memberi bantuan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.
 
 
Apa akan mengganti UN?
 
Jawab:
Asesmen kompetensi pengganti UN mengukur kompetensi bernalar yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah di berbagai konteks, baik personal maupun profesional (pekerjaan). Saat ini kompetensi apa saja yang akan diukur masih dikaji, namun contohnya adalah kompetensi bernalar tentang teks (literasi) dan angka (numerasi).
 
Selain itu, Kemdikbud juga akan melakukan survei untuk mengukur aspek-aspek lain yang mencerminkan penerapan Pancasila di sekolah. Hal ini mencakup aspek-aspek karakter siswa (seperti karakter pembelajar dan karakter gotong royong) dan iklim sekolah (misalnya iklim kebinekaan, perilaku bullying, dan kualitas pembelajaran).
Karena fungsi utamanya adalah sebagai alat pemetaan mutu, asesmen kompetensi dan survei pembinaan Pancasila ini belum tentu dilaksanakan setiap tahun, dan belum tentu harus diikuti oleh semua siswa.
 
Tanpa UN, bukankah siswa kurang termotivasi untuk belajar?
 
Jawab:
Menggunakan ancaman ujian untuk mendorong belajar akan berdampak negatif pada karakter siswa. Jika dilakukan terus menerus, siswa justru akan menjadi malas belajar jika tidak ada ujian. Dengan kata lain, siswa menjadi terbiasa belajar sekedar untuk mendapat nilai baik dan menghidari nilai jelek. Hal ini membuat siswa lupa akan kenikmatan intrinsik yang bisa diperoleh dari proses belajar itu sendiri. Padahal, motivasi belajar intrinsik inilah yang justru sangat perlu dikembangkan agar siswa agar menjadi pembelajar sepanjang hayat.
 
 
Tanpa UN, apakah siswa tidak menjadi orang yang kurang gigih?
 
Jawab:
UN adalah alat untuk melakukan monitoring dan evaluasi mutu sistem pendidikan. Fungsi UN bukan untuk melatih keuletan atau kegigihan. Sifat-sifat ini tidak dapat dibentuk secara instan di akhir jenjang pendidikan melalui ancaman ketidaklulusan atau nilai buruk. Sifat seperti kegigihan hanya dapat ditumbuhkan melalui proses belajar yang memberi berbagai tantangan bermakna secara berkelanjutan. Butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa membuat sifat seperti kegigihan menjadi bagian dari karakter siswa.
 
 
Mengapa hanya difokuskan pada literasi dan numerasi?
 
Jawab:
Literasi dan numerasi adalah kompetensi yang sifatnya general dan mendasar. Kemampuan berpikir tentang, dan dengan, bahasa serta matematika diperlukan dalam berbagai konteks, baik personal, sosial, maupun profesional. Dengan mengukur kompetensi yang bersifat mendasar (bukan konten kurikulum atau pelajaran), pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa guru diharapkan berinovasi mengembangkan kompetensi siswa melalui berbagai pelajaran melalui pengajaran yang berpusat pada siswa.
 
 
Apakah berarti pelajaran selain bahasa dan matematika tidak penting?
 
Jawab:
Fokus asesmen adalah kompetensi berpikir, sehingga hasil pengukuran tidak sekedar mencerminkan prestasi akademik pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika saja. Literasi dan numerasi justru bisa dan seharusnya memang dikembangkan melalui berbagai mata pelajaran, termasuk IPA, IPS, kewarganegaraan, agama, seni, dst. Pesan ini penting dipahami oleh guru, sekolah, dan siswa untuk meminimalkan risiko penyempitan kurikulum pada pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika.
 
 
Jika apa yang diukur tidak terikat pada konten kurikulum, bagaimana kaitan antara asesmen ini dengan standar pendidikan?
 
Jawab:
Betul bahwa asesmen ini tidak terikat secara erat dengan konten kurikulum. Namun tidak berarti bahwa asesmen ini sama sekali terlepas dari kurikulum. Dari sisi konten, asesmen literasi dan numerasi tentu memperhatikan apa yang (seharusnya) diajarkan oelh guru pada tiap kelas dan jenjang pendidikan. Hanya saja, asesmen ini tidak dimaksudkan untuk mengukur penguasaan siswa atas konten kurikulum secara keseluruhan.
 
Pada prinsipnya, penguasaan kurikulum secara utuh hanya bisa dinilai oleh guru menggunakan sumber informasi yang beragam dari interaksi sehari-hari dengan siswa. Terlebih lagi, kurikulum tiap sekolah bisa berbeda karena masing-masing memiliki kewenangan untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan visi dan karakteristik siswanya.
 
 
Siapa yang akan menjadi peserta asesmen pengganti UN?
 
Jawab:
Asesmen kompetensi baru akan dilakukan pada siswa yang duduk di pertengahan jenjang sekolah, seperti kelas 4 untuk SD, kelas 8 untuk SMP, dan kelas 11 untuk SMA. Dengan dilakukan pada tengah jenjang, hasil asesmen bisa dimanfaatkan sekolah untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar siswa. Dengan dilakukan sejak jenjang SD, hasilnya dapat menjadi deteksi dini bagi permasalahaan mutu pendidikan nasional.
 
 
Apakah perubahan ini berdampak pada siswa SD?
 
Jawab:
Perlu diketahui bahwa saat ini pun tidak ada UN pada jenjang SD. Dengan demikian, penghentian UN tidak berdampak pada siswa SD. Seperti yang dipaparkan pada poin sebelumnya, sebagian siswa SD akan mengikuti asesmen kompetensi baru. Namun asesmen baru ini dirancang agar tidak memiliki konsekuensi bagi siswa. Karena itu, asesmen baru tidak menjadi beban tambahan bagi siswa SD.
 
Tanpa UN, bagaimana mengukur ketercapaian standar nasional pendidikan?
 
Jawab:
Perlu dipahami bahwa UN itu sendiri bukan merupakan standar. UN merupakan instrumen asesmen yang membantu menilai pencapaian sebagian standar nasional pendidikan. Karena itu, menghapus UN bukan berarti menghilangkan standar pendidikan.
 
Sebagaimana disebutkan di atas, UN akan diganti dengan asesmen lain yang memang dirancang sebagai alat pemetaan mutu pendidikan nasional. Hasil asesmen pengganti UN tersebut akan menjadi indikator bagi ketercapaian standar nasional pendidikan di tiap daerah.
 
 
Jika tidak terikat pada konten kurikulum, apakah asesmen ini akan menjadi tambahan beban bagi siswa/guru di luar kurikulum yang ada?
 
Jawab:
Asesmen yang dilakukan oleh otoritas (dalam hal ini Kemendikbud) berpotensi dipandang sebagai beban tambahan karena guru dan sekolah ingin memperoleh hasil yang baik. Meski demikian, sebenarnya asesmen literasi dan numerasi ini bukan beban tambahan. Yang diukur oleh asesmen ini bukanlah penguasaan konten tambahan yang perlu diajarkan di luar kurikulum yang ada. Seperti telah disebutkan sebelumnya, kompetensi literasi dan numerasi bisa dan perlu dikembangkan melalui semua mata pelajaran.
 
 
Jika digunakan untuk menilai efektivitas sekolah, apakah asesmen baru tidak berdampak negatif pada siswa?
 
Jawab:
Harus diakui bahwa asesmen baru dapat dianggap bersifat high stakes bagi guru dan sekolah. Jika itu terjadi, asesmen baru berpotensi memiliki dampak negatif seperti mendorong adanya tekanan dari guru pada siswa untuk mendapat skor tinggi, serta anggapan bahwa pelajaran yang dianggap tidak relevan untuk asesmen ini kurang penting.
 
Dampak seperti ini akan dimitigasi melalui berbagai cara. Yang pertama adalah rancangan kebijakan yang menekankan pada pemberian dukungan dan sumberdaya sesuai kebutuhan sekolah, bukan hukuman dan hadiah. Kedua, akan tersedia asesmen yang sama dalam versi yang dapat digunakan oleh guru sebagai bagian dari pengajaran sehari-hari. Versi “asesmen mandiri” ini juga akan dilengkapi dengan petunjuk pedagogis dan sumberdaya belajar yang relevan untuk mengembangkan kompetensi siswa sesuai levelnya.
 
 
Apa dampak asesmen baru bagi siswa?
 
Jawab:
Asesmen kompetensi pengganti UN akan dirancang agar tidak memiliki konsekuensi bagi siswa. Misalnya, pelaksanaan pada pertengahan jenjang (bukan akhir jenjang) membuat hasil asesmen kompetensi tidak relevan untuk menilai pencapaian siswa. Hasilnya juga tidak relevan untuk seleksi memasuki jenjang sekolah yang lebih tinggi. Dengan demikian, asesmen ini tidak akan menjadi beban tambahan bagi siswa, di luar beban belajar normal yang sudah dijalani.
 
 
Apa dampak asesmen pada guru dan sekolah?
 
Jawab:
Analisis dan laporan hasil asesmen kompetensi akan dibuat agar bisa dimanfaatkan guru dan sekolah untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Hal ini dimungkinkan karena asesmen baru akan didasarkan pada model learning progression (lintasan belajar) yang akan menunjukkan posisi siswa dalam tahapan perkembangan suatu kompetensi.
 
Laporan hasil asesmen juga akan dirancang agar tidak menjadi ancaman bagi guru dan sekolah. Pemerintah menyadari bahwa baik buruknya pencapaian siswa dipengaruhi oleh faktor pengajaran (proses di sekolah) maupun faktor-faktor di luar sekolah, seperti lingkungan rumah dan gaya pengasuhan orangtua.
 
Karena itu keberhasilan guru atau sekolah tidak akan dinilai berdasarkan level kompetensi siswa di satu waktu. Keberhasilan guru/sekolah akan lebih didasarkan pada perubahan dan kemajuan yang dicapai dibanding waktu asesmen sebelumnya.
 
Hasil asesmen justru akan digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan sekolah. Kemdikbud akan mengalokasikan dukungan – misalnya dalam bentuk alokasi SDM dan/atau dana – sesuai dengan kebutuhan tiap sekolah.
 
 
Apa dasar hukum penggantian UN dengan asesmen baru?
 
Jawab:
UU Sisdiknas secara eksplisit memberi mandat kepada pemerintah – melalui lembaga mandiri – untuk melakukan evaluasi mutu sistem pendidikan nasional. Asesmen pengganti UN akan menjadi instrumen untuk melayani fungsi tersebut.
 
Selain itu, pengadilan Negeri Jakarta pada 2007, dan kemudian Mahkamah Agung (MA) pada 2009, menilai bahwa UN tidak adil bagi siswa yang berada di sekolah dan/atau daerah yang kekurangan sumberdaya. MA memerintahkan pemerintah untuk “meninjau kembali sistem pendidikan nasional”.
 
Dengan merancang asesmen baru yang berfungsi untuk pemetaan mutu serta umpan balik bagi sekolah, tanpa ada konsekuensi pada siswa, pemerintah secara otomatis telah mematuhi putusan hukum MA mengenai UN.

Soal dan Jawaban Listrik Dinamis

  LISTRIK DINAMIS   1.        Tuliskan faktor-faktor yang mempengaruhi hambatan suatu penghantar! Jawab : Faktor yang mempengaruhi h...