LARANGAN MEMBANGGAKAN DIRI
BERBANGGA-BANGGA dengan apa yang diperoleh, berupa apa saja, baik itu harta jabatan ataupun ilmu, termasuk sombong. Apalagi ketika bangga dengan ilmu yang sedikit dimiliki. Kemudian, ilmu itu dipakai untuk mendebat ulama, menghina, mengolok-olok, merendahkan saudara seiman. Maka, nerakalah lebih baik untuknya.
JANGANLAH seseorang itu terlalu berbangga-bangga atau membanggakan
dirinya karena ilmu, harta, jabatan, dan yang lainnya. Kenapa demikian? Karena
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.
ADAPUN berbangga yang diperbolehkan adalah berlapang dada dan
ridha atas segala nikmat yang Allah berikan untuk hal-hal yang diridhai-Nya.
Nikmat ini tidak boleh membuatnya takabur dan sombong serta tidak boleh
menjadikannya sebagai tujuan hidup.
ALLAH berfirman,
"Katakanlah, ‘Dengan karunia dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka
bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik daripada apa
yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 58).
AYAT tersebut memotivasi seseorang untuk berbangga
(bersenang-senang). Pun pula menjelaskan sikap bangga yang diperbolehkan yaitu
senang atas segala karunia dan nikmat-Nya, dan kesenangan ini lebih baik
daripada dunia dan seisinya.
KESOMBONGAN atau takabur yaitu melihat diri sendiri lebih (besar,
pandai, kaya, hebat) daripada yang lain.
Orang sombong itu memandang dirinya lebih sempurna dibandingkan siapa pun. Dia
memandang orang lain itu bodoh, rendah,
dan lain sebagainya.
RASULULLAH SAW menjelaskan hakikat kesombongan, "Kesombongan
adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Muslim).
DI samping itu, Nabi
Muhamad SAW pun menjelaskan, “Janganlah belajar ilmu agama untuk berbangga
diri di hadapan para ulama, untuk menanamkan keraguan pada orang yang bodoh,
dan jangan mengelilingi majelis untuk maksud seperti itu. Karena barangsiapa
yang melakukan demikian, neraka lebih pantas baginya, neraka lebih pantas
baginya.” (HR. Ibnu Majah).
MEREKA yang tidak ikhlas dalam menuntut ilmu bisa jadi karena
mereka menginginkan bisa menandingi ulama. Mereka ingin membuat majelis ilmu
untuk menandingi majelis ilmu ulama.
ATAU mereka membuat rekaman yang isinya menandingi ulama. Atau
mereka akan menulis buku untuk menandingi ulama.
ADA pula mereka yang menuntut ilmu agar dapat mendebat orang-orang
bodoh. Semestinya kewajiban seorang ahli ilmu terhadap orang jahil adalah
memberi tahu ilmu dan mengarahkan mereka kepada kebenaran. Pun pula,
meninggalkan mereka apabila mereka mendebat.
INILAH yang membedakan takabbur dari sifat ‘ujub (membanggakan
diri, silau dengan diri sendiri). Sifat ‘ujub, hanya membanggakan diri tanpa
meremehkan orang. Sedangkan takabbur, di samping membanggakan diri juga
meremehkan orang
Allahuma ahyini miskinan, wa amitni miskinan, wahsyurni fi
zumratil masakin." Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan khusyuk dan
rendah hati dan matikanlah aku dalam keadaan khusyu dan rendah hati dan
kumpulkanlah aku (pada hari kiamat) dalam rombongan orang-orang yang khusyu dan
rendah hati." (HR Tirmidzi).