KEBAJIKAN MEMBERI HADIAH
SESEORANG yang diberi hadiah akan merasa senang atau bahkan merasa berbahagia, apalagi hadiah itu barang berharga. Oleh karena itu, siapa saja yang diberi hadiah seyogianya untuk berusaha membalasnya.
AISYAH bercerita, “Rasulullah SAW biasa menerima hadiah dan biasa
pula membalasnya.” (HR. Bukhari).
MEMBERI hadiah akan
menimbulkan rasa cinta di antara sesama, ukhuwah, dan memperteguh hubungan
sosial. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW bersabda seperti di bawah ini.
“Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian saling
mencintai.” (HR. Bukhari).
SEJATINYA, berbagi hadiah itu berbuat kebajikan. Allah berfirman seperti yang di bawah ini.
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan.” (QS. al-Nahl: 90).
PADA ayat tadi Allah
menyebutkan, “memberi kepada kaum kerabat”. Maksudnya, sebagai pertanda bahwa mereka harus
dipentingkan terlebih dahulu.
BEGITU juga kiranya dalam soal memberi hadiah. Hendaknya kaum kerabat atau famili terdekat
diberi prioritas.
BERBEDA dengan sedekah, terutama sedekah wajib atau zakat. Kaum
kerabat yang fakir dan miskinlah yang harus diutamakan.
DALAM yurisprudensi Islam, hadiah bukanlah sedekah kendati
bernilai ibadah. Hadiah dapat diberikan kepada siapa saja, tanpa memandang
miskin atau kaya.
ABU HURAIRAH bercerita bahwa ketika Rasulullah SAW disodorkan
makanan, beliau bertanya dahulu, apakah makanan tersebut berasal dari hadiah
ataukah sedekah. Kalau makanan tersebut berupa sedekah, beliau berkata seperti
di bawah ini.
“Kalian makan saja makanan tersebut. Namun, kalau makanan tersebut
adalah hadiah, maka beliau menyantapnya."
(HR. Bukhari dan Muslim).
DICERITAKAN dalam hadis yang ditulis Imam Nasa’i. Bahwa pada suatu hari bibi Ibnu Abbas yang bernama Ummu Hafidz pernah
memberi hadiah kepada Rasulullah SAW berupa keju, samin (mentega dari lemak
hewan), dan daging biawak.
NABI MUHAMMAD SAW memakan samin dan keju, namun meninggalkan
daging biawak. Hal ini menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW menerima hadiah.
PERLU dicatat di sini bahwa hadiah yang diberikan harus berupa
barang yang halal. “Apa yang disebut halal, menurut Nabi SAW, adalah sesuatu
yang Allah halalkan dalam kitab-Nya dan yang disebut haram adalah sesuatu yang
Allah haramkan dalam kitab-Nya, sedang apa yang Dia diamkan maka itu salah satu
yang Allah maafkan buat kamu.” (HR. Turmudzi).
DAGING biawak di kalangan masyarakat Arab pada masa awal Islam
termasuk komoditas yang Nabi Muhammad SAW diamkan. Hal ini kemudian mendapat
persetujuan Nabi Muhmmad SAW untuk dikonsumsi.
BELIAU sendiri tidak mengkonsumsinya, kendati Allah memaafkan
orang yang memakannya. Namun, sebagai sebuah hadiah, Nabi Muhammad SAW tetap
menerimanya.
SEPANJANG hidupnya, Nabi Muhammad SAW tidak pernah menerima
sedekah. Namun demikian, sepanjang
hidupnya pula beliau memberi sedekah dan
hadiah.
DALAM konteks tertentu, hadiah dapat berupa masakan. Untuk itu,
kaum muslimah berpeluang besar untuk
saling memberi makanan atau masakan kepada tetangga masing-masing. Nabi
Muhammad SAW berseru begini.
يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لاَ
تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا ، وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ
“Wahai para muslimah, tetaplah memberi hadiah pada tetangga walau
hanya kaki kambing yang diberikan.” (HR.
Bukhari dan Muslim )
Allahumma ya basithal yadaini bil athaya, subhana man qassamal
arzaqa wa lam yansa ahadan. Ij'al yadi ulya bil itha'i wa la taj'al yadi sufla
bi isthi'thai innaka ala kulli syai'in qadir. "Ya Tuhan kami, Yang Maha Pemberi. Maha Suci Dia Yang Membagi
tezeki dan tak melupakan siapa pun. Jadikan tanganku sebagai tangan di atas
untuk memberi, bukan tangan di bawah (peminta). Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa
atas segalanya."