BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Kajian Teori
1. Aktivitas
dan Hasil Belajar IPA
a. Aktivitas
Belajar IPA
Belajar bukanlah berproses dalam
kehampaan. Artinya bahwa belajar tidak pernah sepi dari berbagai aktivitas.
Tidak pernah terlihat orang yang belajar tanpa melibatkan aktivitas raganya.
Apalagi bila aktivitas belajar itu berhubungan dengan menulis, memandang,
membaca, mengingat, berpikir, latihan atau praktek, dan sebagainya.
Sardiman (2008: 102) mengemukakan
aktivitas belajar pada dasarnya merupakan proses perubahan tingkah laku berkat
adanya pengalaman belajar. Perubahan tingkah laku yang dimaksud meliputi
perubahan pemahaman, pengetahuan, sikap, keterampilan, kebiasaan dan apresiasi.
Sedangkan pengalaman itu sendiri dalam proses belajar adalah terjadinya
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Sementara itu, Rohani (2004: 6)
mengemukakan belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik
aktivitas fisik maupin psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat-aktif
dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja. Sedangkan
aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya
atau banyak berfungsi dalam proses belajar. Ia mendengarkan, mengamati,
menyelidiki, mengingat, menguraikan, dan sebagainya.
Mengkaji pemaparan di atas, penulis
dapat menyimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah kegiatan yang dilakukan
seseorang yang melibatkan kegiatan fisik dan mentalnya untuk mencapai tujuan
belajar.
Sekolah adalah salah satu pusat
kegiatan belajar. Dengan demikian, sekolah merupakan arena untuk mengembangkan
aktivitas. Banyak jenis aktivitas peserta didik tidak cukup hanya mendengarkan
dan mencatat materi pelajaran. Paul B. Diedrich (Sardiman, 2008: 101) beberapa
macam kegiatan peserta didik antara lain dapat digolongkan sebagai berikut: (1)
Visual activities, misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi,
percobaan, pekerjaan orang lain; (2) Oral activities, seperti
menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat,
mengadakan wawancara, diskusi; (3) Listening activities, sebagai contoh
mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato; (4) Writing
activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket; (5)
Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram;
(6) Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan
percobaan, membuat konstruksi, bermain, berkebun, beternak; (7) Mental
activities, misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis,
melihat hubungan, mengambil keputusan; dan (8) Emotional activities, misalnya
minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, berani, tenang, gugup.
Aktivitas-aktivitas tersebut tidaklah
terpisah satu sama lain. Misalnya dalam setiap aktivitas motoris terkandung
aktivitas mental disertai oleh perasaan tertentu dan seterusnya. Jadi dengan
klasifikasi aktivitas seperti diuraikan di atas, menunjukkan bahwa aktivitas di
sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Kalau berbagai macam aktivitas tersebut dapat
diciptakan di sekolah, tentu sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak
membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar.
Dalam proses pembelajaran modern
sekarang ini yang lebih dipentingkan adalah bagaimana mengaktifkan keterlibatan
peserta didik dalam proses pembelajaran secara mandiri. Menurut Uno (2008: 49)
ciri/kadar dari proses pembelajaran yang lebih mengaktifkan peserta didik,
antara lain: (1) peserta didik aktif mencari atau memberikan informasi,
bertanya bahkan dalam membuat kesimpulan; (2) adanya interaksi aktif secara terstruktur
dengan peserta didik; (3) adanya kesempatan bagi peserta didik untuk menilai
hasil karyanya sendiri; dan (4) adanya pemanfaatan sumber belajar secara
optimal.
Adapun ciri-ciri peserta didik yang
aktif (Uno, 2008: 51) antara lain adalah: (1) peserta didik akan terbiasa
belajar teratur walaupun tidak ada ulangan; (2) peserta didik mahir
memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada; (3) peserta didik terbiasa
melakukan sendiri kegiatan belajar seperti di laboratorium, bengkel dan
lain-lain, dibawah bimbingan guru; dan (4) peserta didik mengerti bahwa guru
bukanlah satu-satunya sumber belajar.
Jika konsep ini diterapkan dengan baik
oleh guru, maka pembelajaran yang mendorong keaktifan peserta didik tersebut
dapat memberikan hasil secara optimal sebagai berikut: (1) peserta didik dapat
mentransfer kemampuannya kembali (kognitif, afektif dan psikomotor); (2) adanya
tindak lanjut berupa keinginan mencari bahan yang telah dan akan dipelajari;
dan (3) tercapainya tujuan belajar
minimal 80%.
Dari pemaparan diatas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik hendaknya
dapat membuat peserta didik aktif sepenuhnya dalam proses belajar. Proses
belajar yang dimaksud yaitu peserta didik dapat mencari, mengolah dan mentransfer
pengetahuan yang dimilikinya dalam kegiatan belajar.
b.
Pengertian Belajar
Slameto (2003 : 2) mendefinisikan
belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Arief. S. Sadiman Rahardjo, Anung
Haryono dan Rahardjito (2002 : 1) mengemukakan bahwa “Belajar adalah suatu
proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup
sejak dia masih bayi hingga keliang lahat”. Menurut salah satu pertanda seorang
telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkat laku dalam dirinya.
Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan
(kognitif) dan keterampilan (Psikomotor) maupun menyangkut nilai dan sikap (afektif).
Menurut Nana Sudjana (1996: 5)
“Belajar adalah suatu perubahan pada diri seseorang”. Perubahan sebagai hasil
dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan,
pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta
perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar
Dari ketiga pendapat para ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang sengaja
dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan. Sebagai hasil latihan pengalaman individu sendiri dalam
interaksinya dengan lingkungan yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah
laku.
c.
Hakikat IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai
pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen,
pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah
gejala yang dapat dipercaya (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: 212).
Hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu:
1)
Sikap yakni rasa ingin tahu
tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang
menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA
bersifat open ended.
2)
Proses yakni prosedur pemecahan
masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis,
perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan
kesimpulan.
3)
Produk yakni berupa fakta,
prinsip, teori, dan hukum.
4)
Aplikasi yakni penerapan metode
ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang
sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Proses pembelajaran IPA
keempat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat
mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui
kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja
dalam menemukan fakta baru.
Di dalam Kurikulum
IPA 2013
dinyatakan bahwa: “Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena
itu pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar
secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan
sikap ilmiah” (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: 213).
Ilmu Pengatahuan Alam
(sains) dapat ditinjau dan dipahami melalui hakikat sains. Beberapa saintis
mencoba mendefinisikan sains sebagai berikut. Menurut Conant (1955), sains adalah bangunan atau deretan konsep dan skema konseptual (conceptual schemes) yang saling
berhubungan sebagai hasil dari eksperimentasi dan observasi, yang berguna dan
bernilai untuk eksperimentasi serta observasi selanjutnya. Menurut Bube dalam
(Sumaji, 1998: 161), sains adalah pengetahuan tentang alam yang diperoleh
melalui interaksi dengannya, sedangkan menurut Dawson (dalam Sumaji, 1998:161), sains adalah aktivitas
pemecahan masalah oleh manusia yang termotivasi oleh keingintahuan akan alam di
sekelilingnya dan keinginan untuk memahami, menguasai, dan mengolahnya demi
memenuhi kebutuhan.
Dua aspek yang penting dari sains menurut
definisi-definisi tersebut adalah proses sains dan produk sains. Proses sains
menurut Sund dalam (Sumaji, 1998: 161), adalah eksperimen yang meliputi penemuan masalah dan perumusan-nya, perumusan hipotesis,
merancang percobaan, melakukan pengukuran, manganalisis data, dan menarik
kesimpulan, sementara produk sains menurut Dawson dalam (Sumaji, 1998: 161), berupa
bangunan sistematis pengetahuan (body of
knowledge) sebagai hasil dari proses yang dilakukan oleh para saintis. Oleh karena itu, kedua
hal tersebut perlu dijadikan pertimbangan oleh guru dalam memilih strategi
mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan agar proses
belajar mengajar dapat berlangsung dengan efektif dan efisien..
Dari pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa IPA memiliki karakteristik tertentu, yaitu
produk, proses dan memerlukan sikap ilmiah. IPA digali dari fenomena-fenomena yang terjadi di
alam. Kejadian-kejadian tersebut diteliti dan dipelajari kemudian hasil yang
diperoleh diterapkan pada kondisi yang lain tanpa merubah kejadian. Untuk
selanjutnya ditemukan pengetahuan-pengetahuan baru serta aspek-aspek yang
saling berhubungan.
d.
Hasil Belajar IPA
Tujuan pembelajaran atau sering juga
disebut dengan tujuan pendidikan, hasil belajar merupakan suatu hal yang paling
pokok, karena berhasil tidaknya tujuan pembelajaran tergantung dari hasil
belajar peserta didik. Berhasilnya peserta didik merupakan bagian dari
berhasilnya tujuan pendidikan artinya bahwa apabila hasil belajar peserta didik
yang bagus sudah barang tentu tujuan pendidikan juga berhasil dan sebaliknya
apabila hasil belajar peserta didik kurang baik maka tujuan pendidikan belum
dapat dikatakan berhasil. Pentingnya hasil belajar dapat dilihat dari dua sisi
yakni bagi guru maupun bagi peserta didik dalam pengelolaan pendidikan pada
umumnya dan khususnya mengenai tujuan dari pendidikan. Hasil belajar peserta
didik dituangkan berupa nilai.
Gagne (dalam Wahab Jufri, 2013: 58)
menyatakan hasil belajar adalah kemampuan (performance) yang dapat teramati dalam diri seseorang dan
disebut dengan kapabilitas. Menurut Gagne, ada lima kategori kapabilitas
manusia yaitu 1) keterampilan inteletual (intelektual
skill); 2) strategi kognitif (cognitive
strategy); 3) informasi verbal (verbal
infromation); 4) keterampilan motorik (motor
skill); dan 5) sikap (attitude).
Di dalam informasi verbal, peserta
didik dituntut mampu mengemukakan pendapatnya baik di depan guru maupun
teman-teman yang lain. Mampu memberikan pengetahuan, ide atau gagasannya kepada
orang lain sehingga dapat bermanfaat baik orang lain. Selain mengemukakan
pendapat juga harus mampu menerima dan mencerna semua informasi-informasi dari
guru sehingga pengetahuan yang dimilikinya dapat bertambah dan berkembang ke
arah positif. Di samping informasi verbal, peserta didik juga dituntut untuk
mampu memunculkan ide-ide setiap menghadapi suatu masalah, dalam hal ini masuk
dalam kategori keterampilan intelek. Di dalam menghadapi suatu permasalahan
tersebut, para peserta didik selain mampu memunculkan ide juga harus disertai
dengan cara berpikir yang jernih.
Keterampilan kognitif peserta didik
berupa kemampuan memahami/ mendalami dan mengingat setiap materi pelajaran.
Keterampilan kognitif di samping berasal dari diri peserta didik yang selalu
rajin dan tekun juga dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat IQ peserta
didik. Keterampilan kognitif peserta didik juga masih ada hubungannya dengan
keterampilan motorik. Keterampilan motorik berkaitan dengan kecepatan cara
berpikir dalam menghadapi setiap pertanyaan yang diberikan oleh guru. Keterampilan
motorik dapat dilihat dari tingkat kecepatan cara berpikir peserta didik pada
saat mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru.
Kecepatan cara berpikir peserta didik
dipengaruhi oleh kelincahan peserta didik pada saat berbicara atau bergaul
dengan teman. Tingkat kualitas jawaban dari setiap pertanyaan tergantung dari
kecepatan cara berpikirnya. Kemudian yang terakhir adalah sikap. Sikap
merupakan indikator yang tak kalah pentingnya dalam penilaian hasil belajar.
Sikap yang baik mencerminkan hasil belajar yang baik pula, karena di dalam
proses belajar mengajar yang berhasil akan mempengaruhi perubahan sikap peserta
didik. Seberapa besarnya hasil yang telah dicapai peserta didik, sebasar itu
pula perubahan sikap yang mampu dilakukannya. Sedikit berbeda dengan
klasifikasi Gagne, Benyamin S. Bloom (1964) dalam Wahab Jufri (2013: 59)
mengelompokkan hasil belajar kedalam tiga ranah atau domain yaitu (1) kognitif;
(2) afektif; dan (3) psikomotorik.
Hasil belajar IPA yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah seberapa banyak materi pembelajaran IPA
ranah kognitif yang ditetapkan dalam kurikulum telah dikuasai oleh peserta didik SMP
yang berupa tes ulangan harian.
2.
Discovery
Learning dalam Pembelajaran IPA
a.
Hakekat Pembelajaran IPA
Belajar pada dasarnya
adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Perubahan
tingkah laku menurut Witherington dalam (Nana Sudjana, 1989: 5-6), meliputi
perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman, dan
apresiasi. Pengalaman dalam proses belajar tidak lain adalah interaksi antara
individu dengan lingkungannya Belajar tidak hanya meliputi perolehan ilmu
pengetahuan, tetapi juga pengalaman dalam belajar. Bila terjadi proses belajar,
maka bersama dengan itu terjadi pula proses mengajar. Menurut Oemar Hamalik
(2003: 58), mengajar adalah aktivitas mengorganisasikan atau mengatur
lingkungan sebaik-baiknya sehingga menciptakan kesempatan bagi anak untuk
melakukan proses belajar secara efektif. Usaha menciptakan belajar tersebut
menjadi tanggung jawab guru.
Orlich (Sumaji, 1998:
117), menyatakan suatu ciri pendidikan sains
adalah bahwa sains lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta. Menurut
Sund & Trowbridge (dalam Sumaji, 1998: 161), sains merupakan kumpulan
pengetahuan dan juga kumpulan proses. Di dalam belajar, selain untuk memperoleh
ilmu pengetahuan, peserta didik juga belajar memecahkan masalah dengan cara
yang tepat.
Berdasarkan uraian di
atas, pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) merupakan
serangkaian kegiatan belajar mengajar yang melibatkan guru IPA sebagai pengajar dan peserta didik sebagai peserta didik yang menuntut
adanya perubahan dalam hal keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan,
pemahaman, dan apresiasi, agar proses itu dapat berlangsung dengan efektif dan
efisien. Dan karena para peserta didik dituntut untuk menguasai konsep-konsep IPA serta keterkaitannya, para guru IPA harus
mempertimbangkan strategi pembelajaran yang sesuai untuk menunjang proses
belajar mengajar tersebut.
b.
Discovery
Learning
Discovery learning adalah suatu pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik dimana kelompok – kelompok peserta didik di hadapkan pada suatu persoalan
untuk mencari jawaban atas pertanyaan – pertanyaan dalam suatu prosedur dan
struktur kelompok yang digariskan secara jelas.
Discovery learning diartikan sebagai prosedur mengajar yang
mementingkan pengajaran, perseorangan, manipulasi obyek dan percobaan, sebelum
sampai kepada generalisasi. Sehingga discovery learning merupakan
komponen dari praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan
cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari
sendiri, dan reflektif.
Menurut Hanafiah discovery learning
merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh
kemampuan peserta didik secara maksimal untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, dan logis sehingga peserta didik dapat menemukan sendiri
pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan tingkah
laku.
Menurut Sund discovery learning
adalah proses mental dimana peserta didik mampu mengasimilasikan sesuatu konsep
atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah:
mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Suatu konsep
misalnya: segi tiga, panas, demokrasi dan sebagainya, sedang yang dimaksud
dengan prinsip antara lain ialah: logam apabila dipanaskan akan mengembang.
Dalam teknik ini peserta didik dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami
proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.
Dr. J. Richard dan asistennya mencoba self-learning
pada peserta didik (belajar sendiri), sehingga situasi belajar mengajar
berpindah dari situasi teacher dominate learning menjadi situasi student
dominated learning. Dengan menggunakan discovery learning, ialah
suatu cara mengajar yang melibatkan peserta didik dalam proses kegiatan mental
melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri.
Agar anak dapat belajar sendiri.
Dari beberapa pendapat di atas maka
dapat disimpulkan bahwa discovery learning adalah suatu cara di mana
dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan peserta didiknya untuk menemukan
sendiri, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, menyelidiki sendiri konsep dan
prisip dari pengetahuan, sikap dan keterampilan sehingga menimbulkan perubahan
tingkah laku peserta didik.
c.
Discovery Learning dalam
Pembelajaran IPA
Discovery learning dalam proses belajar mengajar IPA mempunyai beberapa
tujuan antara lain :
1)
Meningkatkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam memperoleh dan
memproses perolehan belajar.
2)
Mengarahkan para peserta didik sebagai pelajar seumur hidup.
3)
Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu–satunya sumber informasi
yang diperlukan oleh para peserta didik.
4)
Melatih para peserta didik mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungannya
sebagai informasi yang tidak akan pernah tuntas digali
Adapun tujuan
lain dari discovery learning dalam pembelajaran IPA adalah sebagai berikut :
1)
Mengembangkan sikap, keterampilan, kepercayaan peserta didik dalam memutuskan
sesuatu secara tepat dan obyektif.
2)
Mengembangkan kemampuan berfikir agar lebih tanggap, cermat dan melatih
daya nalar ( kritis, analis dan logis ).
3)
Membina dan mengembangkan sikap rasa ingin tahu.
4)
Menggunakan aspek kognitif, afektif dan psikomotor dalam belajar.
Langkah –
langkah pembelajaran pada discovery
learning menurut Ricard Scuhman
adalah sebagai berikut :
1)
Identifikasi kebutuhan peserta didik.
2)
Seleksi terhadap prinsip, pengertian konsep dan generalisasi yang akan
dipelajari.
3)
Seleksi bahan dan problem maupun tugas–tugas.
4)
Mempersiapkan setting kelas dan alat–alat yang diperlukan.
5)
Memberi kesempatan pada peserta didik untuk melakukan penemuan.
6)
Membantu peserta didik dengan informasi / data, jika diperlukan oleh peserta
didik.
7)
Merangsang terjadinya interaksi antar peserta didik.
8)
Membantu peserta didik merumuskan prinsip – prinsip dan generalisasi atas
hasil penemuannya
Ada beberapa
tahapan yang harus ditempuh dalam melaksanakan discovery learning yaitu :
1)
Perumusan masalah untuk di pecahkan oleh peserta didik.
2)
Menetapkan jawaban sementara atau yang lebih dikenal dengan istilah
hipotesis.
3)
Peserta didik mencari informasi, data, dan faktor yang diperlukan untuk menjawab
permasalahan atau hipotesis
4)
Peserta didik menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi.
5)
Mengaplikasikan kesimpulan atau generalisasi dalam situasi yang baru.
Discovery learning ini mempunyai keuntungan yaitu sebagai berikut:
1)
Teknik ini mampu membantu peserta didik untuk mengembangkan, memperbanyak
kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan
peserta didik.
2)
Peserta didik memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual
sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa peserta didik tersebut.
3)
Dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar para peserta didik.
4)
Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berkembang
dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
5)
Mampu mengarahkan cara peserta didik belajar, sehingga lebih memiliki motivasi
yang kuat untuk belajar lebih giat.
6)
Membantu peserta didik untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri
sendiri dengan proses penemuan sendiri.
Beberapa
kelebihan yang lain pada discovery
learning ini
antara lain :
1)
Membantu peserta didik mengembangkan atau memperbanyak penguasaan
ketrampilan dan proses kognitif peserta didik.
2)
Membangkitkan gairah belajar bagi peserta didik.
3)
Memberi kesempatan pada peserta didik untuk bergerak lebih maju sesuai
dengan kemampuannya sendiri.
4)
Peserta didik mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa
terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar.
5)
Membantu memperkuat pribadi peserta didik dengan bertambahnya kepecayaan
pada diri sendiri melalui proses – proses penemuan
Discovery learning ini mempunyai kelemahan yaitu sebagai berikut:
1)
Peserta didik harus memiliki kesiapan dan kematangan mental.
2)
Peserta didik harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya
dengan baik.
3)
Metode ini kurang berhasil digunakan di kelas besar.
4)
Bagi guru dan peserta didik yang sudah terbiasa dengan perencanaan dan
pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila di ganti dengan discovery learning.
5)
Dengan discovery learning ini proses mental terlalu mementingkan proses pengertian
saja atau pembentukan sikap dan keterampilan peserta didik
B.
Kerangka Berpikir
Dengan aktivitas
dn hasil belajar IPA peserta didik sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara
lain : pemilihan metode pembelajaran oleh guru, alat peraga dan media pembelajaran
yang digunakan dalam proses pembelajaran, skenario pembelajaran yang disusun
guru, pola interaksi selama proses pembelajaran, kondisi peserta didik saat
mengikuti pembelajaran dan sarana dan prasaran yang dimiliki sekolah. Jika guru
banyak menerapkan pembelajaran konvensional dengan menggunakan metode ceramah,
tugas dan tanya jawab serta tidak mengunakan media dan alat peraga, maka peserta
didik selama pembelajaran pasif, interaksi hanya terjadi antara guru dan peserta
didik atau searah saja, maka hal ini menyebabkan aktivitas dan hasil belajar IPA
peserta didik kelas VII-D rendah.
Oleh karena itu peneliti berusaha
untuk mencari solusi atau tindakan dengan cara menerapkan discovery learning dalam upaya peningkatan aktivitas dan hasil belajar
IPA peserta didik kelas VII-D SMP Negeri 1 Weru, kabupaten Sukoharjo pada Tahun
Pelajaran 2016/2017.
Penerapan discovery learning memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
berlatih, untuk mengadakan penelitian yang sederhana dengan menggunakan metode
ilmiah. Mata pelajaran IPA dapat dipandang sebagai produk, sebagai proses dan
sebagai pengembang sikap ilmiah. Yang dimaksud dengan ”proses” adalah proses
mendapatkan IPA. Jadi proses IPA adalah adalah metode ilmiah, untuk peserta
didik SMP dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan dimulai dari yang
paling sederhana. Dengan penerapan discovery
learning peserta didik mengalami langsung tentang proses untuk memperoleh
pengetahuan. Peserta didik menjadi senang, aktif, berfikir kritis melalui suatu
percobaan yang dirancang dengan menggunakan peralatan sederhana. Karena peserta
didik mengalami langsung pembelajaran menjadi bermakna dan menantang
kreatifitas dan daya pikir peserta didik. Situasi pembelajaran akan dinamis,
karena peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan diri melalui
percobaan sederhana. Interaksi terjadi multi arah yakni antara : guru – peserta
didik, peserta didik – guru, peserta didik – peserta didik serta peserta didik
– sumber belajar.
Pada saat pembelajaran peserta didik
bebas berpendapat dengan diskusi kelompok, pada diskusi kelompok itulah terjadi
tukar pendapat/sharing sehingga hasil kesimpulan kerja kelompok akan lebih baik
jika dibandingkan dengan pendapat pribadi. Peserta didik dilatih untuk menghormati
pendapat orang lain demi mencari kesimpulan yang obyektif sesuai dengan hasil
percobaan. Suasana kelas akan semarak, peserta didik senang melakukan
percobaaan sehingga dimungkinkan potensi peserta didik dapat berkembang secara
optimal.
Dengan melakukan percobaan sendiri peserta
didik akan mengalami langsung tentang materi pelajaran, sehingga pembelajaran
menjadi bermakna bagi kehidupan peserta didik di kemudian hari.
Dari fakta yang nyata itulah peserta
didik dirangsang untuk berfikir kritis, inovatif dan berfikir tingkat tinggi. Jika
hal ini dilakukan sejak usia SMP maka peserta didik akan memiliki sikap ilmiah,
sehingga jika menghadapi masalah hidup akan dipecahkan secara ilmiah pula.
Setelah discovery learning dilaksanakan , menurut kajian pustaka tersebut
diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA peserta didik
kelas VII-D SMP Negeri 1 Weru, Sukoharjo.
Kerangka berfikir seperti di Tindakan I yaitu melalui siklus I. Pelaksanaan tindakan I, peneliti
menerapkan discovery learning. Untuk mengawali
pembelajaran, guru melakukan perkenalan dan pengarahan pada peserta didik. Hal ini,
dimaksudkan agar peserta didik mengetahui secara lebih jelas tentang proses dan pembelajaran
tersebut. Pada siklus I ini, peserta
didik dibagi menjadi kelompok agak besar. Setiap
kelompok terdiri dari 5-6 peserta didik. Apabila aktivitas
dan hasil belajar peserta didik pada siklus I belum memenuhi target
indikator
kerja, maka akan dilakukan tindak lanjut pembelajaran siklus II.
Sebagai tindak lanjut pembelajaran siklus I, guru melakukan pembelajaran pada siklus II, disini guru
harus lebih mampu dalam mengorganisasikan peserta didik dan membuat
suasana pembelajaran lebih menyenangkan. Bentuk perbaikan tersebut adalah
penggunaan discovery learning dengan
kelompok yang lebih kecil yaitu peserta didik dibagi menjadi 7 kelompok dengan
setiap kelompok terdiri dari 3-4 peserta didik. Dengan
siklus II ini, diharapkan aktivitas dan hasil belajar peserta
didik sudah dapat memenuhi target pada indikator kinerja.
Kerangka berpikir dalam
penelitian tindakan kelas ini dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 2.1.
Alur Kerangka Berpikir Dalam Penelitian Tindakan Kelas
C.
Hipotesis Tindakan
Discovery learning dalam pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil
serta bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi pembelajaran untuk mencapai
tujuan belajar. Melalui discovery learning ini diharapkan peserta didik bekerja sama
satu sama lainnya berdiskusi, debat, menilai kemampuan pengetahuan dan mengisi
kekurangan anggota lainnya.
Agar permasalahan
yang diajukan dalam penelitian dapat terjawab, maka disusunlah hipotesis
tindakan.
1.
Discovery learning dapat meningkatkan aktivitas belajar IPA konsep klasifikasi
materi dan perubahannya bagi peserta didik kelas VII-D SMP Negeri 1 Weru
kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.
2.
Discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA konsep klasifikasi
materi dan perubahannya bagi peserta
didik kelas VII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun
pelajaran 2016/2017.
3.
Discovery learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
IPA konsep klasifikasi materi dan perubahannya bagi peserta didik kelas VII-D
SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.