Tuesday, 10 January 2017

PTK = Bab II : Kajian Pustaka



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.      Kajian Teori
1.    Aktivitas dan Hasil Belajar IPA
a.    Aktivitas Belajar IPA
Belajar bukanlah berproses dalam kehampaan. Artinya bahwa belajar tidak pernah sepi dari berbagai aktivitas. Tidak pernah terlihat orang yang belajar tanpa melibatkan aktivitas raganya. Apalagi bila aktivitas belajar itu berhubungan dengan menulis, memandang, membaca, mengingat, berpikir, latihan atau praktek, dan sebagainya.
Sardiman (2008: 102) mengemukakan aktivitas belajar pada dasarnya merupakan proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman belajar. Perubahan tingkah laku yang dimaksud meliputi perubahan pemahaman, pengetahuan, sikap, keterampilan, kebiasaan dan apresiasi. Sedangkan pengalaman itu sendiri dalam proses belajar adalah terjadinya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Sementara itu, Rohani (2004: 6) mengemukakan belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupin psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja. Sedangkan aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam proses belajar. Ia mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, menguraikan, dan sebagainya. 
Mengkaji pemaparan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah kegiatan yang dilakukan seseorang yang melibatkan kegiatan fisik dan mentalnya untuk mencapai tujuan belajar.
Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian, sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Banyak jenis aktivitas peserta didik tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat materi pelajaran. Paul B. Diedrich (Sardiman, 2008: 101) beberapa macam kegiatan peserta didik antara lain dapat digolongkan sebagai berikut: (1) Visual activities, misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain; (2) Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi; (3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato; (4) Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket; (5) Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram; (6) Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, bermain, berkebun, beternak; (7) Mental activities, misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan; dan (8) Emotional activities, misalnya minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, berani, tenang, gugup.
Aktivitas-aktivitas tersebut tidaklah terpisah satu sama lain. Misalnya dalam setiap aktivitas motoris terkandung aktivitas mental disertai oleh perasaan tertentu dan seterusnya. Jadi dengan klasifikasi aktivitas seperti diuraikan di atas, menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Kalau  berbagai macam aktivitas tersebut dapat diciptakan di sekolah, tentu sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar.
Dalam proses pembelajaran modern sekarang ini yang lebih dipentingkan adalah bagaimana mengaktifkan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran secara mandiri. Menurut Uno (2008: 49) ciri/kadar dari proses pembelajaran yang lebih mengaktifkan peserta didik, antara lain: (1) peserta didik aktif mencari atau memberikan informasi, bertanya bahkan dalam membuat kesimpulan; (2) adanya interaksi aktif secara terstruktur dengan peserta didik; (3) adanya kesempatan bagi peserta didik untuk menilai hasil karyanya sendiri; dan (4) adanya pemanfaatan sumber belajar secara optimal.
Adapun ciri-ciri peserta didik yang aktif (Uno, 2008: 51) antara lain adalah: (1) peserta didik akan terbiasa belajar teratur walaupun tidak ada ulangan; (2) peserta didik mahir memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada; (3) peserta didik terbiasa melakukan sendiri kegiatan belajar seperti di laboratorium, bengkel dan lain-lain, dibawah bimbingan guru; dan (4) peserta didik mengerti bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar.
Jika konsep ini diterapkan dengan baik oleh guru, maka pembelajaran yang mendorong keaktifan peserta didik tersebut dapat memberikan hasil secara optimal sebagai berikut: (1) peserta didik dapat mentransfer kemampuannya kembali (kognitif, afektif dan psikomotor); (2) adanya tindak lanjut berupa keinginan mencari bahan yang telah dan akan dipelajari; dan  (3) tercapainya tujuan belajar minimal 80%.
Dari pemaparan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik hendaknya dapat membuat peserta didik aktif sepenuhnya dalam proses belajar. Proses belajar yang dimaksud yaitu peserta didik dapat mencari, mengolah dan mentransfer pengetahuan yang dimilikinya dalam kegiatan belajar.

b.        Pengertian Belajar
Slameto (2003 : 2) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Arief. S. Sadiman Rahardjo, Anung Haryono dan Rahardjito (2002 : 1) mengemukakan bahwa “Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup sejak dia masih bayi hingga keliang lahat”. Menurut salah satu pertanda seorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkat laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (Psikomotor) maupun menyangkut nilai dan sikap (afektif).
Menurut Nana Sudjana (1996: 5) “Belajar adalah suatu perubahan pada diri seseorang”. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar
Dari ketiga pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang sengaja dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan. Sebagai hasil latihan pengalaman individu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku.

c.         Hakikat IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: 212).
Hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu:
1)     Sikap yakni rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended.
2)     Proses yakni prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
3)     Produk yakni berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum.
4)     Aplikasi yakni penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Proses pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru.
Di dalam Kurikulum IPA 2013 dinyatakan bahwa: “Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah” (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: 213).
Ilmu Pengatahuan Alam (sains) dapat ditinjau dan dipahami melalui hakikat sains. Beberapa saintis mencoba mendefinisikan sains sebagai berikut. Menurut Conant (1955), sains adalah bangunan atau deretan konsep dan skema konseptual (conceptual schemes) yang saling berhubungan sebagai hasil dari eksperimentasi dan observasi, yang berguna dan bernilai untuk eksperimentasi serta observasi selanjutnya. Menurut Bube dalam (Sumaji, 1998: 161), sains adalah pengetahuan tentang alam yang diperoleh melalui interaksi dengannya, sedangkan menurut Dawson (dalam Sumaji, 1998:161), sains adalah aktivitas pemecahan masalah oleh manusia yang termotivasi oleh keingintahuan akan alam di sekelilingnya dan keinginan untuk memahami, menguasai, dan mengolahnya demi memenuhi kebutuhan.
Dua aspek yang penting dari sains menurut definisi-definisi tersebut adalah proses sains dan produk sains. Proses sains menurut Sund dalam (Sumaji, 1998: 161), adalah eksperimen yang meliputi penemuan masalah dan perumusan-nya, perumusan hipotesis, merancang percobaan, melakukan pengukuran, manganalisis data, dan menarik kesimpulan, sementara produk sains menurut Dawson dalam (Sumaji, 1998: 161), berupa bangunan sistematis pengetahuan (body of knowledge) sebagai hasil dari proses yang dilakukan oleh para saintis. Oleh karena itu, kedua hal tersebut perlu dijadikan pertimbangan oleh guru dalam memilih strategi mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan agar proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan efektif dan efisien..
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa IPA memiliki karakteristik tertentu, yaitu produk, proses dan memerlukan sikap ilmiah. IPA digali dari fenomena-fenomena yang terjadi di alam. Kejadian-kejadian tersebut diteliti dan dipelajari kemudian hasil yang diperoleh diterapkan pada kondisi yang lain tanpa merubah kejadian. Untuk selanjutnya ditemukan pengetahuan-pengetahuan baru serta aspek-aspek yang saling berhubungan.

d.        Hasil Belajar IPA
Tujuan pembelajaran atau sering juga disebut dengan tujuan pendidikan, hasil belajar merupakan suatu hal yang paling pokok, karena berhasil tidaknya tujuan pembelajaran tergantung dari hasil belajar peserta didik. Berhasilnya peserta didik merupakan bagian dari berhasilnya tujuan pendidikan artinya bahwa apabila hasil belajar peserta didik yang bagus sudah barang tentu tujuan pendidikan juga berhasil dan sebaliknya apabila hasil belajar peserta didik kurang baik maka tujuan pendidikan belum dapat dikatakan berhasil. Pentingnya hasil belajar dapat dilihat dari dua sisi yakni bagi guru maupun bagi peserta didik dalam pengelolaan pendidikan pada umumnya dan khususnya mengenai tujuan dari pendidikan. Hasil belajar peserta didik dituangkan berupa nilai.
Gagne (dalam Wahab Jufri, 2013: 58) menyatakan hasil belajar adalah kemampuan (performance)  yang dapat teramati dalam diri seseorang dan disebut dengan kapabilitas. Menurut Gagne, ada lima kategori kapabilitas manusia yaitu 1) keterampilan inteletual (intelektual skill); 2) strategi kognitif (cognitive strategy); 3) informasi verbal (verbal infromation); 4) keterampilan motorik (motor skill); dan 5) sikap (attitude).
Di dalam informasi verbal, peserta didik dituntut mampu mengemukakan pendapatnya baik di depan guru maupun teman-teman yang lain. Mampu memberikan pengetahuan, ide atau gagasannya kepada orang lain sehingga dapat bermanfaat baik orang lain. Selain mengemukakan pendapat juga harus mampu menerima dan mencerna semua informasi-informasi dari guru sehingga pengetahuan yang dimilikinya dapat bertambah dan berkembang ke arah positif. Di samping informasi verbal, peserta didik juga dituntut untuk mampu memunculkan ide-ide setiap menghadapi suatu masalah, dalam hal ini masuk dalam kategori keterampilan intelek. Di dalam menghadapi suatu permasalahan tersebut, para peserta didik selain mampu memunculkan ide juga harus disertai dengan cara berpikir yang jernih.
Keterampilan kognitif peserta didik berupa kemampuan memahami/ mendalami dan mengingat setiap materi pelajaran. Keterampilan kognitif di samping berasal dari diri peserta didik yang selalu rajin dan tekun juga dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat IQ peserta didik. Keterampilan kognitif peserta didik juga masih ada hubungannya dengan keterampilan motorik. Keterampilan motorik berkaitan dengan kecepatan cara berpikir dalam menghadapi setiap pertanyaan yang diberikan oleh guru. Keterampilan motorik dapat dilihat dari tingkat kecepatan cara berpikir peserta didik pada saat mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru.
Kecepatan cara berpikir peserta didik dipengaruhi oleh kelincahan peserta didik pada saat berbicara atau bergaul dengan teman. Tingkat kualitas jawaban dari setiap pertanyaan tergantung dari kecepatan cara berpikirnya. Kemudian yang terakhir adalah sikap. Sikap merupakan indikator yang tak kalah pentingnya dalam penilaian hasil belajar. Sikap yang baik mencerminkan hasil belajar yang baik pula, karena di dalam proses belajar mengajar yang berhasil akan mempengaruhi perubahan sikap peserta didik. Seberapa besarnya hasil yang telah dicapai peserta didik, sebasar itu pula perubahan sikap yang mampu dilakukannya. Sedikit berbeda dengan klasifikasi Gagne, Benyamin S. Bloom (1964) dalam Wahab Jufri (2013: 59) mengelompokkan hasil belajar kedalam tiga ranah atau domain yaitu (1) kognitif; (2) afektif; dan (3) psikomotorik.
Hasil belajar IPA yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seberapa banyak materi pembelajaran IPA ranah kognitif yang ditetapkan dalam kurikulum telah dikuasai oleh peserta didik SMP yang berupa tes ulangan harian.



2.        Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA
a.        Hakekat Pembelajaran IPA
Belajar pada dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Perubahan tingkah laku menurut Witherington dalam (Nana Sudjana, 1989: 5-6), meliputi perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman, dan apresiasi. Pengalaman dalam proses belajar tidak lain adalah interaksi antara individu dengan lingkungannya Belajar tidak hanya meliputi perolehan ilmu pengetahuan, tetapi juga pengalaman dalam belajar. Bila terjadi proses belajar, maka bersama dengan itu terjadi pula proses mengajar. Menurut Oemar Hamalik (2003: 58), mengajar adalah aktivitas mengorganisasikan atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya sehingga menciptakan kesempatan bagi anak untuk melakukan proses belajar secara efektif. Usaha menciptakan belajar tersebut menjadi tanggung jawab guru.
Orlich (Sumaji, 1998: 117), menyatakan suatu ciri pendidikan sains adalah bahwa sains lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta. Menurut Sund & Trowbridge (dalam Sumaji, 1998: 161), sains merupakan kumpulan pengetahuan dan juga kumpulan proses. Di dalam belajar, selain untuk memperoleh ilmu pengetahuan, peserta didik juga belajar memecahkan masalah dengan cara yang tepat.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan serangkaian kegiatan belajar mengajar yang melibatkan guru IPA sebagai pengajar dan peserta didik sebagai peserta didik yang menuntut adanya perubahan dalam hal keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman, dan apresiasi, agar proses itu dapat berlangsung dengan efektif dan efisien. Dan karena para peserta didik dituntut untuk menguasai konsep-konsep IPA serta keterkaitannya, para guru IPA harus mempertimbangkan strategi pembelajaran yang sesuai untuk menunjang proses belajar mengajar tersebut.

b.        Discovery Learning
Discovery learning adalah suatu pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dimana kelompok – kelompok peserta didik di hadapkan pada suatu persoalan untuk mencari jawaban atas pertanyaan – pertanyaan dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas.
Discovery learning diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran, perseorangan, manipulasi obyek dan percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi. Sehingga discovery learning merupakan komponen dari praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan reflektif.
Menurut Hanafiah discovery learning merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan peserta didik secara maksimal untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga peserta didik dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan tingkah laku.
Menurut Sund discovery learning adalah proses mental dimana peserta didik mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Suatu konsep misalnya: segi tiga, panas, demokrasi dan sebagainya, sedang yang dimaksud dengan prinsip antara lain ialah: logam apabila dipanaskan akan mengembang. Dalam teknik ini peserta didik dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.
Dr. J. Richard dan asistennya mencoba self-learning pada peserta didik (belajar sendiri), sehingga situasi belajar mengajar berpindah dari situasi teacher dominate learning menjadi situasi student dominated learning. Dengan menggunakan discovery learning, ialah suatu cara mengajar yang melibatkan peserta didik dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri. Agar anak dapat belajar sendiri.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa discovery learning adalah suatu cara di mana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan peserta didiknya untuk menemukan sendiri, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, menyelidiki sendiri konsep dan prisip dari pengetahuan, sikap dan keterampilan sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku peserta didik.

c.         Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA
Discovery learning dalam proses belajar mengajar IPA mempunyai beberapa tujuan antara lain :
1)        Meningkatkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar.
2)        Mengarahkan para peserta didik sebagai pelajar seumur hidup.
3)        Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu–satunya sumber informasi yang diperlukan oleh para peserta didik.
4)        Melatih para peserta didik mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungannya sebagai informasi yang tidak akan pernah tuntas digali
Adapun tujuan lain dari discovery learning dalam pembelajaran IPA adalah sebagai berikut :
1)        Mengembangkan sikap, keterampilan, kepercayaan peserta didik dalam memutuskan sesuatu secara tepat dan obyektif.
2)        Mengembangkan kemampuan berfikir agar lebih tanggap, cermat dan melatih daya nalar ( kritis, analis dan logis ).
3)        Membina dan mengembangkan sikap rasa ingin tahu.
4)        Menggunakan aspek kognitif, afektif dan psikomotor dalam belajar.
Langkah – langkah pembelajaran pada discovery learning menurut Ricard Scuhman adalah sebagai berikut :
1)        Identifikasi kebutuhan peserta didik.
2)        Seleksi terhadap prinsip, pengertian konsep dan generalisasi yang akan dipelajari.
3)        Seleksi bahan dan problem maupun tugas–tugas.
4)        Mempersiapkan setting kelas dan alat–alat yang diperlukan.
5)        Memberi kesempatan pada peserta didik untuk melakukan penemuan.
6)        Membantu peserta didik dengan informasi / data, jika diperlukan oleh peserta didik.
7)        Merangsang terjadinya interaksi antar peserta didik.
8)        Membantu peserta didik merumuskan prinsip – prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya
Ada beberapa tahapan yang harus ditempuh dalam melaksanakan discovery learning yaitu :
1)        Perumusan masalah untuk di pecahkan oleh peserta didik.
2)        Menetapkan jawaban sementara atau yang lebih dikenal dengan istilah hipotesis.
3)        Peserta didik mencari informasi, data, dan faktor yang diperlukan untuk menjawab permasalahan atau hipotesis
4)        Peserta didik menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi.
5)        Mengaplikasikan kesimpulan atau generalisasi dalam situasi yang baru.
Discovery learning ini mempunyai keuntungan yaitu sebagai berikut:
1)        Teknik ini mampu membantu peserta didik untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan peserta didik.
2)        Peserta didik memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa peserta didik tersebut.
3)        Dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar para peserta didik.
4)        Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
5)        Mampu mengarahkan cara peserta didik belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.
6)        Membantu peserta didik untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.
Beberapa kelebihan yang lain pada discovery learning ini antara lain :
1)        Membantu peserta didik mengembangkan atau memperbanyak penguasaan ketrampilan dan proses kognitif peserta didik.
2)        Membangkitkan gairah belajar bagi peserta didik.
3)        Memberi kesempatan pada peserta didik untuk bergerak lebih maju sesuai dengan kemampuannya sendiri.
4)        Peserta didik mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar.
5)        Membantu memperkuat pribadi peserta didik dengan bertambahnya kepecayaan pada diri sendiri melalui proses – proses penemuan
Discovery learning ini mempunyai kelemahan yaitu sebagai berikut:
1)        Peserta didik harus memiliki kesiapan dan kematangan mental.
2)        Peserta didik harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
3)        Metode ini kurang berhasil digunakan di kelas besar.
4)        Bagi guru dan peserta didik yang sudah terbiasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila di ganti dengan discovery learning.
5)        Dengan discovery learning ini proses mental terlalu mementingkan proses pengertian saja atau pembentukan sikap dan keterampilan peserta didik



B.       Kerangka Berpikir
Dengan aktivitas dn hasil belajar IPA peserta didik sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain : pemilihan metode pembelajaran oleh guru, alat peraga dan media pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran, skenario pembelajaran yang disusun guru, pola interaksi selama proses pembelajaran, kondisi peserta didik saat mengikuti pembelajaran dan sarana dan prasaran yang dimiliki sekolah. Jika guru banyak menerapkan pembelajaran konvensional dengan menggunakan metode ceramah, tugas dan tanya jawab serta tidak mengunakan media dan alat peraga, maka peserta didik selama pembelajaran pasif, interaksi hanya terjadi antara guru dan peserta didik atau searah saja, maka hal ini menyebabkan aktivitas dan hasil belajar IPA peserta didik kelas VII-D rendah.
Oleh karena itu peneliti berusaha untuk mencari solusi atau tindakan dengan cara menerapkan discovery learning dalam upaya peningkatan aktivitas dan hasil belajar IPA peserta didik kelas VII-D SMP Negeri 1 Weru, kabupaten Sukoharjo pada Tahun Pelajaran 2016/2017.
Penerapan discovery learning memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berlatih, untuk mengadakan penelitian yang sederhana dengan menggunakan metode ilmiah. Mata pelajaran IPA dapat dipandang sebagai produk, sebagai proses dan sebagai pengembang sikap ilmiah. Yang dimaksud dengan ”proses” adalah proses mendapatkan IPA. Jadi proses IPA adalah adalah metode ilmiah, untuk peserta didik SMP dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan dimulai dari yang paling sederhana. Dengan penerapan discovery learning peserta didik mengalami langsung tentang proses untuk memperoleh pengetahuan. Peserta didik menjadi senang, aktif, berfikir kritis melalui suatu percobaan yang dirancang dengan menggunakan peralatan sederhana. Karena peserta didik mengalami langsung pembelajaran menjadi bermakna dan menantang kreatifitas dan daya pikir peserta didik. Situasi pembelajaran akan dinamis, karena peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan diri melalui percobaan sederhana. Interaksi terjadi multi arah yakni antara : guru – peserta didik, peserta didik – guru, peserta didik – peserta didik serta peserta didik – sumber belajar.
Pada saat pembelajaran peserta didik bebas berpendapat dengan diskusi kelompok, pada diskusi kelompok itulah terjadi tukar pendapat/sharing sehingga hasil kesimpulan kerja kelompok akan lebih baik jika dibandingkan dengan pendapat pribadi. Peserta didik dilatih untuk menghormati pendapat orang lain demi mencari kesimpulan yang obyektif sesuai dengan hasil percobaan. Suasana kelas akan semarak, peserta didik senang melakukan percobaaan sehingga dimungkinkan potensi peserta didik dapat berkembang secara optimal.
Dengan melakukan percobaan sendiri peserta didik akan mengalami langsung tentang materi pelajaran, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi kehidupan peserta didik di kemudian hari.
Dari fakta yang nyata itulah peserta didik dirangsang untuk berfikir kritis, inovatif dan berfikir tingkat tinggi. Jika hal ini dilakukan sejak usia SMP maka peserta didik akan memiliki sikap ilmiah, sehingga jika menghadapi masalah hidup akan dipecahkan secara ilmiah pula.
Setelah discovery learning dilaksanakan , menurut kajian pustaka tersebut diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA peserta didik kelas VII-D SMP Negeri 1 Weru, Sukoharjo.
Kerangka berfikir seperti di Tindakan I yaitu melalui siklus I. Pelaksanaan tindakan I, peneliti menerapkan discovery learning. Untuk mengawali pembelajaran, guru melakukan perkenalan dan pengarahan pada peserta didik. Hal ini, dimaksudkan agar peserta didik mengetahui secara lebih jelas tentang proses dan pembelajaran tersebut. Pada siklus I ini, peserta didik dibagi menjadi kelompok agak besar. Setiap kelompok terdiri dari 5-6 peserta didik. Apabila aktivitas dan hasil belajar peserta didik pada siklus I belum memenuhi target indikator kerja, maka akan dilakukan tindak lanjut pembelajaran siklus II.
Sebagai tindak lanjut pembelajaran siklus I, guru melakukan pembelajaran pada siklus II, disini guru harus lebih mampu dalam mengorganisasikan peserta didik dan membuat suasana pembelajaran lebih menyenangkan. Bentuk perbaikan tersebut adalah penggunaan discovery learning dengan kelompok yang lebih kecil yaitu peserta didik dibagi menjadi 7 kelompok dengan setiap kelompok terdiri dari 3-4 peserta didik. Dengan siklus II ini, diharapkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik sudah dapat memenuhi target pada indikator kinerja.
Kerangka berpikir dalam penelitian tindakan kelas ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1.
Alur Kerangka Berpikir Dalam Penelitian Tindakan Kelas



C.      Hipotesis Tindakan
Discovery learning dalam pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil serta bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar. Melalui discovery learning ini diharapkan peserta didik bekerja sama satu sama lainnya berdiskusi, debat, menilai kemampuan pengetahuan dan mengisi kekurangan anggota lainnya.
            Agar permasalahan yang diajukan dalam penelitian dapat terjawab, maka disusunlah hipotesis tindakan.
1.        Discovery learning dapat meningkatkan aktivitas belajar IPA konsep klasifikasi materi dan perubahannya bagi peserta didik kelas VII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.
2.        Discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA konsep klasifikasi materi dan perubahannya  bagi peserta didik kelas VII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.
3.        Discovery learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA konsep klasifikasi materi dan perubahannya bagi peserta didik kelas VII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.






Soal dan Jawaban Listrik Dinamis

  LISTRIK DINAMIS   1.        Tuliskan faktor-faktor yang mempengaruhi hambatan suatu penghantar! Jawab : Faktor yang mempengaruhi h...