BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam UU
No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dari sini
dapat dijelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang
dilakukan melalui proses pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan
seluruh potensi yang ada pada diri manusia baik dalam aspek kognitif, afektif,
maupun psikomotorik. Dalam suatu pendidikan terdapat beberapa komponen meliputi
tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, lingkungan pendidikan, dan media
pendidikan yang menjadi satu kesatuan fungsional yang saling berinteraksi,
bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan pendidikan, dimana salah satu
caranya adalah melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah memiliki peran
yang sangat penting dalam mempersiapkan kualitas sumber daya manusia yang
handal dalam pembangunan. Sampai
saat ini, sekolah dianggap sebagai lembaga pendidikan utama yang berfungsi
sebagai pusat pengembangan kualitas sumber daya manusia dengan didukung oleh
pendidikan keluarga dan masyarakat. Dengan demikian, hasil pendidikan di
sekolah sangat diharapkan dapat membantu peserta didik dalam mempersiapkan kehidupannya. Untuk mendapatkan hasil pendidikan terdapat bagian penting yaitu
proses belajar mengajar, yang di dalamnya terdapat guru sebagai pendidik dan
pengajar, serta siswa sebagai peserta didik yang sedang belajar. Belajar
merupakan kegiatan pokok dalam keseluruhan proses pembelajaran di sekolah.
Keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah sangat dipengaruhi
oleh proses belajar para siswa sebagai peserta didik.
IPA pada hakekatnya atas dasar produk
ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Proses pembelajaran IPA menekankan pada
keterampilan proses yang dimiliki peserta didik karena pada umumnya IPA
dipahami sebagai ilmu yang perkembangannya melewati langkah-langkah observasi,
perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui
eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan konsep dan teori.
Tujuan mempelajari IPA adalah memahami gejala – gejala alam dan
bukan hanya mempelajari benda dan energi saja. Mata
pelajaran IPA di sekolah-sekolah seringkali menjadi mata pelajaran yang
menakutkan bagi para peserta didik. Hal ini mungkin karena pada mata pelajaran IPA banyak
terdapat rumus-rumus maupun
konsep-konsep sains yang harus dipahami oleh siswa.
IPA merupakan mata pelajaran yang
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mempelajari gejala dan
peristiwa atau fenomena alam dengan cara berdiskusi, melakukan penyelidikan,
dan bekerja sama untuk menemukan konsep, prinsip serta melatihkan keterampilan
yang dimiliki yang dapat memungkinkan peserta didik tumbuh mandiri. Dengan
pembelajaran melalui keterampilan proses IPA diharapkan akan lebih mengena.
Keterampilan proses IPA merupakan seperangkat keterampilan yang digunakan dalam
melakukan penyelidikan untuk menemukan suatu konsep/prinsip/teori. Keterampilan
proses IPA dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu keterampilan proses dasar (basic skills) dan keterampilan proses
terintegrasi (integrated skills).
Keterampilan proses dasar terdiri atas mengamati, menggolongkan, mengukur,
mengomunikasikan, menginterpretasi data, memprediksi, menggunakan alat,
melakukan percobaan, dan menyimpulkan. Keterampilan proses terintegrasi
meliputi merumuskan masalah, mengidentifikasi variabel, mendeskripsikan
hubungan antarvariabel, mengendalikan variabel, mendefinisikan variabel secara
operasional, memperoleh dan menyajikan data, menganalisis data, merumuskan
hipotesis, merancang penelitian, dan melakukan penyelidikan/percobaan
(Kemdikbud, 2013:6).
Salah satu indikator keberhasilan
tujuan pembelajaran adalah hasil penilaian belajar. Hasil penilaian ini harus
mengungkap informasi dengan lengkap dan sesuai dengan data yang diperlukan
melalui instrumen penilaian yang tepat. Menurut hasil penelitian yang dilakukan
oleh Amanah Ayu Pratama, Sudirman dan Nely Andriani di kelas VIII SMP Negeri 18
Palembang, menunjukkan masing-masing skor penilaian pada aspek keterampilan
proses, siswa dikategorikan dapat melatihkan keterampilan proses yang mereka
miliki dan mampu melakukan kegiatan pembelajaran dengan benar, hal ini
dibuktikan dengan skor yang diperoleh yakni skor rata-rata untuk merumuskan masalah
sebesar 3,55, merumuskan hipotesis sebesar 3,63, merancang percobaan sebesar
3,52, melakukan percobaan sebesar 3,48, mengolah data percobaan sebesar 3,34,
mengomunikasikan sebesar 3,33, dan menarik kesimpulan sebesar 3,57, namun pada
keterampilan menganalisis data percobaan skor yang diperoleh sebesar 3,22, hal
ini menunjukkan bahwa siswa masih kurang benar dalam menganalisis data
percobaan.
Sejalan hasil penelitian tersebut,
hasil observasi awal pembelajaran IPA di kelas VIIA SMP Negeri 1 Weru kabupaten
Sukoharjo pembelajarannya sudah baik yakni menggunakan pendekatan keterampilan
proses IPA diperoleh data penilaian
siswa, skor rata-rata melakukan pengamatan sebesar 3,62, merumuskan
masalah/menanya sebesar 3,54, mengumpulkan data sebesar 3,34, menganalisis/mengolah
data sebesar 3,12, mengomunikasikan sebesar 3,45, dan menarik kesimpulan
sebesar 3,56, hal ini juga nampak bahwa siswa masih kurang benar dalam
melakukan analisis suatu data.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka
perlu pengembangan penilaian yang dapat mengukur keterampilan proses IPA dan
kemampuan berpikir kritis siswa. Keterampilan proses IPA memang dapat dilakukan dengan pengamatan
langsung saat pembelajaran, tetapi dapat juga dilakukan dengan cara tes
tertulis. Sehingga untuk melihat hasil belajar siswa dan mencapai dua sasaran
sekaligus (keterampilan proses IPA dan kemampuan berpikir kritis), diperlukan sebuah
penilaian yang terpadu, sehingga dapat mengukur keterampilan proses IPA dan
kemampuan berpikir kritis siswa SMP.
Pada kurikulum 2013 mata pelajaran IPA
SMP terdiri dari berbagai macam materi yang sudah tersusun secara terstruktur
dalam KI dan KD. Pada materi-materi tersebut dalam pembelajarannya memerlukan
keterampilan proses IPA dan juga membutuhkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Angelo
(1995: 6) berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, memiliki kemampuan
berpikir tingkat tinggi meliputi kemampuan menganalisis, mensintesis, mengenal
permasalahan dan pemecahannya, menginferensi, dan mengevaluasi. Apabila siswa
terbiasa dengan berpikir kritis maka siswa akan menyadari dan lebih
memperhatikan tentang pengetahuan, dan proses dalam pencapaian tujuan belajar,
sehingga siswa akan benar-benar memahami dan mengerti tentang materi
pembelajaran. Kemampuan berpikir kritis merupakan suatu tuntutan kebutuhan yang
harus dimiliki siswa untuk memecahkan masalah secara sistematis, inovatif, dan
mendesain solusi yang mendasar dalam menghadapi tantangan di masa depan, seperti
yang tercantum pada standar kompetensi lulusan SMP yakni memiliki (melalui
mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta) kemampuan
pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: 33).. Mengingat pentingnya
keterampilan proses IPA dan kebutuhan kemampuan berpikir kritis dalam memahami mata
pelajaran IPA, maka sangat diperlukan perpaduan kedua hal tersebut.
Berdasarkan pengamatan awal yang telah
dilakukan pada guru-guru IPA SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo, ternyata
para guru menyatakan jarang menggunakan penilaian terpadu. Dari 6 guru IPA di
SMP Negeri 1 Weru yang sudah melakukan penilaian keterampilan proses IPA ada 4
guru atau 66,67% sedangkan 2 guru atau 33,33% belum melakukan penilaian proses
IPA. Dari 4 guru yang sudah melakukan penilaian proses IPA ternyata belum ada
yang melakukan penilaian dalam bentuk soal untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Padahal
kemampuan berpikir kritis sebenarnya sangat hubungannya dengan proses pembelajaran
keterampilan proses IPA, sehingga selayaknya guru juga melakukan penilaian
keterampilan proses IPA dan sekaligus juga melakukan penilaian yang dapat
mengukur kemampuan berpikir kritis siswa atau dengan kata lain guru melakukan penilaian yang
terpadu antara penilaian keterampilan proses IPA dan penilaian kemampuan
berpikir kritis
siswa, sehingga sangat diperlukan penilaian yang dapat mengukur kedua variabel
tersebut. Minimnya guru menggunakan penilaian terpadu (integrated assessment) disebabkan karena kurangnya panduan
penyusunan dan contoh soal IPA yang terpadu antara keterampilan proses IPA dan
kemampuan berpikir kritis. Selain itu guru juga merasa kesulitan untuk mengukur
keterampilan proses secara utuh kepada seluruh siswa dari proses awal
pembelajaran hingga akhir. Dari beberapa fakta ini, memperkuat dilakukannya
pengembangan penilaian terpadu (integrated
assessment) yang dapat mengukur keterampilan proses IPA dan kemampuan
berpikir kritis
siswa SMP.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka
dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.
Guru IPA masih merasa kesulitan
dalam mengukur keterampilan proses secara utuh.
2.
Sampai saat ini belum banyak
dikembangkan instrument penilaian IPA yang mengintegrasikan keterampilan proses sains dan kemampuan
berpikir kritis
sehingga banyak guru IPA yang bingung dalam menilai kedua variable tersebut.
3.
Banyak guru IPA yang belum menggunakan
integrated assessment. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya panduan
penyusunan dan contoh soal IPA yang menggambarkan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir
kritis.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah tersebut, maka dapat dilakukan pembatasan masalah.
Pembatasan masalah ini diawali dari pemikiran bahwa sampai saat ini belum banyak dikembangkan
instrument penilaian IPA yang mengintegrasikan keterampilan proses sains dan kemampuan
berpikir kritis
sehingga banyak guru IPA yang bingung dalam menilai kedua variable tersebut. Oleh karena
itu, perlu dikembangkan integrated
assessment yang dapat mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan
berpikir kritis
siswa SMP.
D.
Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan
masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1.
Seberapa
penting pengembangan penilaian terpadu (integrated assessment) untuk mengukur
keterampilan proses IPA dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP?
2.
Seberapa tinggi tingkat
kelayakan penilaian terpadu
(integrated
assessment) untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP?
3.
Seberapa tinggi tingkat
validitas empiris penilaian
terpadu (integrated
assessment) untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP?
E. Tujuan Pengembangan
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka dapat diketahui tujuan pengembangan
dari penelitian ini adalah:
1.
Mengetahui pentingnya pengembangan integrated assessment untuk mengukur
keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.
2.
Mengukur tingkat kelayakan integrated assessment untuk mengukur
keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.
3.
Mengukur seberapa tinggi
tingkat validitas empiris integrated
assessment sehingga dapat digunakan untuk mengukur keterampilan proses
sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.
F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
Spesifikasi produk yang diharapkan pada pengembangan integrated assessment untuk mengukur
keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP ini adalah:
1.
Integrated assessment ini dibuat dengan
program Microsoft Word 2010.
2.
Integrated assessment ini dicetak
dengan kertas berukuran A4.
3.
Integrated assessment yang
dikembangkan berupa tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda yang disertai
alasan.
G. Manfaat Pengembangan
Manfaat penelitian pengembangan integrated assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan
kemampuan berpikir kritis siswa SMP ini adalah:
1.
Menurut Arifin (2009: 69),
instrumen penilaian dapat dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang hendak
diukur secara tepat. Sehingga secara teoretis, integrated assessment dapat digunakan sebagai instrument penilaian
alternatif mata pelajaran IPA SMP.
2.
Bagi Guru,
Sebagai instrument penilaian alternatif yang memudahkan
guru dalam
pengukuran keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata
pelajaran IPA.
3.
Bagi siswa,
Memudahkan siswa dalam mengerjakan soal IPA, karena mengukur
keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa secara bersamaan.
4.
Bagi peneliti,
Sebagai penambah wawasan, pengetahuan, dan keterampilan
dalam merancang instrument penilaian.
H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
Asumsi penelitian pengembangan integrated assessment untuk mengukur
keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP ini adalah:
1.
Integrated assessment dapat menjadi
salah satu instrumen penilaian alternatif bagi guru dalam mengukur keterampilan
proses dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.
2.
Sampai saat ini, integrated assessment belum banyak
dikembangkan.
3.
Integrated assessment ini diharapkan
dapat dipergunakan di sekolah tempat penelitian ini dilaksanakan.
Keterbatasan
penelitian pengembangan integrated
assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP ini adalah:
1.
Integrated assessment ini hanya
ditinjau oleh teman sejawat, satu dosen pembimbing, satu dosen ahli materi, dan
satu dosen ahli evaluasi untuk memberikan masukan.
2.
Uji validasi integrated assessment ini hanya
dilakukan oleh lima orang guru IPA SMP di Sukoharjo.
3.
Integrated assessment untuk mengukur
keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP ini diimplementasikan pada salah satu SMP di Sukoharjo.
4.
Penggunaan model pengembangan 4 D (define,
design, develop and disseminate) tanpa disertai langkah disseminate atau penyebarluasan produk.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1.
Ilmu IPA
a.
Definisi Ilmu IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai
pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen,
pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah
gejala yang dapat dipercaya (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: 212).
Hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu:
1.
Sikap yakni
rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan
sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui
prosedur yang benar; IPA bersifat open ended.
2.
Proses
yakni prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi
penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi,
pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
3.
Produk
yakni berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum.
4.
Aplikasi
yakni penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang
sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses pembelajaran IPA
keempat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat
mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui
kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja
dalam menemukan fakta baru.
Kurikulum
IPA tahun 2013 dinyatakan bahwa “Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara
inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan
berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek
penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan
pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan
pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah” (Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: 213).
b.
Karakteristik Mata Pelajaran IPA
Ilmu Pengatahuan
Alam (sains) dapat ditinjau dan dipahami melalui hakikat sains. Beberapa
saintis mencoba mendefinisikan sains sebagai berikut. Menurut Conant (1955),
sains adalah bangunan atau deretan konsep dan skema konseptual (conceptual schemes) yang saling berhubungan
sebagai hasil dari eksperimentasi dan observasi, yang berguna dan bernilai
untuk eksperimentasi serta observasi selanjutnya. Menurut Bube dalam (Sumaji
dkk, 1998: 161), sains adalah pengetahuan tentang alam yang diperoleh melalui
interaksi dengannya, sedangkan menurut Dawson dalam Sumaji (dkk, 1998: 161),
sains adalah aktivitas pemecahan masalah oleh manusia yang termotivasi oleh
keingintahuan akan alam di sekelilingnya dan keinginan untuk memahami,
menguasai, dan mengolahnya demi memenuhi kebutuhan.
Dua aspek yang
penting dari sains menurut definisi-definisi tersebut adalah proses sains dan
produk sains. Proses sains menurut Sund adalah eksperimen yang meliputi
penemuan masalah dan perumusannya, perumusan hipotesis, merancang percobaan,
melakukan pengukuran, manganalisis data, dan menarik kesimpulan, sementara
produk sains menurut Dawson berupa bangunan sistematis pengetahuan (body of knowledge) sebagai hasil dari
proses yang dilakukan oleh para saintis (Sumaji dkk, 1998: 161). Oleh karena
itu, kedua hal tersebut perlu dijadikan pertimbangan oleh guru dalam memilih
strategi mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan
agar proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan efektif dan efisien..
c.
Pembelajaran IPA
Belajar pada
dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
Perubahan tingkah laku menurut Witherington meliputi perubahan keterampilan,
kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman, dan apresiasi. Sedangkan yang
dimaksud dengan pengalaman dalam proses belajar tidak lain adalah interaksi
antara individu dengan lingkungannya (Nana Sudjana, 1989:5-6). Jadi, belajar
tidak hanya meliputi perolehan ilmu pengetahuan, tetapi juga pengalaman dalam
belajar. Bila terjadi proses belajar, maka bersama dengan itu terjadi pula
proses mengajar. Menurut Oemar Hamalik (2003: 58), mengajar adalah aktivitas
mengorganisasikan atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya sehingga menciptakan
kesempatan bagi anak untuk melakukan proses belajar secara efektif. Usaha
menciptakan belajar tersebut menjadi tanggung jawab guru. Menurut Nana Sudjana
(1989: 7), mengajar berarti menyampaikan ilmu pengetahuan (bahan pelajaran)
siswa atau anak didik.
Orlich (Sumaji
dkk, 1998: 117), berpendapat suatu ciri pendidikan sains adalah bahwa sains lebih
dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta. Menurut Sund & Trowbridge,
sains merupakan kumpulan pengetahuan dan juga kumpulan proses. Di dalam
belajar, selain untuk memperoleh ilmu pengetahuan, siswa juga belajar memecahkan
masalah dengan cara yang tepat.
Berdasarkan
uraian di atas, pembelajaran IPA merupakan serangkaian kegiatan belajar mengajar yang melibatkan
guru IPA
sebagai pengajar dan siswa sebagai peserta didik yang menuntut adanya perubahan
dalam hal keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman, dan
apresiasi, agar proses itu dapat berlangsung dengan efektif dan efisien. Dan
karena para siswa dituntut untuk menguasai konsep-konsep IPA serta keterkaitannya,
para guru IPA harus mempertimbangkan strategi pembelajaran yang sesuai untuk menunjang
proses belajar mengajar tersebut. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat
digunakan dalam pembelajaran IPA adalah penggunaan peta konsep. Hal ini dikarenakan dalam
penggunaan peta konsep, siswa diarahkan untuk mempelajari dan memahami hubungan
antar konsep dari materi yang diajarkan dengan terlebih dahulu mengkorelasikan
konsep-konsep yang sudah ada pada siswa dengan konsep-konsep baru. Penggunaan
peta konsep ini dapat membantu siswa menguasai konsep IPA sehingga dapat
menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.
2.
Assessment
Griffin dan Nix
dalam Endang Kurniawan & Endah Mutaqimah (2009: 3) mengatakan bahwa
penilaian adalah suatu pernyataan yang didasarkan pada sejumlah fakta untuk
menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu. Menurut Reynolds, Livingston
& Willson (1993) menyatakan bahwa penilaian atau assessment ialah beberapa prosesdur yang bersifat sistematis untuk
mengumpulkan informasi dan digunakan dalam membuat kesimpulan mengenai
karakteristik seseorang atau objek. Sedangkan menurut Anas Sudijono (2011:
4-5), penilaian berarti menilai sesuatu dan menilai berarti mengambil keputusan
atas suatu hal yang berdasar akan baik atau buruk, pandai atau bodoh, dan lain
sebagainya. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat diketahui bahwa
penilaian dalam bidang pendidikan dapat diartikan sebagai semua aktifitas yang
dilakukan oleh pendidik dan peserta didik untuk menilai diri mereka sendiri,
yang memberikan informasi sebagai umpan balik untuk memodifikasi aktifitas
belajar dan mengajar yang lebih baik.
Tes merupakan bagian dari suatu penilaian yang merupakan
bentuk khusus dari penilaian tersebut. Dengan kata lain, bahwa semua tes adalah
penilaian, sedangkan tidak semua penilaian berbentuk tes. Berdasarkan pendapat
tersebut, dapat diketahui bahwa proses penilaian adalah melakukan pengamatan
yang bisa dilakukan dengan tes untuk mengumpulkan informasi tentang tujuan yang
ingin dicapai.
Integrated
assessment merupakan sebuah penilaian terintegrasi
yang mengintegrasikan penilaian keterampilan proses sains dan kemampuan
berpikir kritis.
Dalam integrated assessment ini,
setiap soal memiliki dua indikator yaitu indikator keterampilan proses sains
dan kemampuan berpikir kritis. Integrated assessment
dirancang sebagai upaya untuk mengukur keterampilan proses sains serta
kemampuan berpikir kritis yang dimiliki peserta didik.
3.
Instrumen Penilaian
Menurut
Sukardjo (2008: 9), instrumen penilaian hasil belajar disebut juga instrumen
pengukuran atau instrumen evaluasi hasil belajar, instrumen penilaian dapat
berbentuk soal (tes) untuk teknik ujian, yang dapat berbentuk soal uraian dan
objektif, nonsoal (nontes) untuk teknik non-ujian, yang dapat berbentuk pedoman
observasi, dan daftar cek atau skala lajuan, pedoman wawancara, lembar angket
atau sikap, dan tugas untuk teknik penilaian alternatif.
Arifin (2009)
mengatakan ada dua teknik penilaian,
yakni teknik penilaian tes dan teknik penilaian nontes. Teknik tes
adalah tes tertulis diberikan kepada seorang atau sekelompok murid pada waktu,
tempat, dan untuk soal tertentu. Tes tertulis ada yang bersifat formal dan ada
pula yang bersifat nonformal. Tes yang bersifat formal meliputi jumlah testi
yang cukup besar yang diselenggarakan oleh suatu panitia resmi yang diangkat
oleh pemerintah. Tes formal mempunyai tujuan yang lebih luas dan didasarkan
atas standar tertentu yang berlaku umum. Sedangkan tes nonformal berlaku untuk
tujuan tertentu dan lingkungan terbatas yang diselenggarakan langsung oleh
pihak pelaksana dalam situasi setengah resmi tanpa melalui institusi resmi.
4.
Keterampilan Proses Sains
Menurut
Rustaman (2003), keterampilan proses adalah keterampilan yang melibatkan
keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial.
Keterampilan kognitif terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses
siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam
keterampilan proses karena mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan,
pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Keterampilan sosial juga terlibat
dalam keterampilan proses karena mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam
melaksanakan kegiatan belajar-mengajar, misalnya mendiskusikan hasil
pengamatan. Keterampilan proses perlu dikembangkan melalui
pengalaman-pengalaman langsung sebagai pengalaman belajar. Melalui pengalaman langsung,
seseorang dapat labih menghayati proses atau kegiatan yang sedang dilakukan.
Keterampilan
proses sains adalah perangkat kemampuan kompleks yang biasa digunakan oleh para
ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah ke dalam rangkaian proses pembelajaran.
Menurut Dahar (1996), keterampilan proses sains adalah kemampuan siswa untuk
menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu
pengetahuan. Keterampilan prose sains sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan
metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan
baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.
Menurut Dimyati
(2006), kelebihan keterampilan proses
sains adalah:
1.
Keterampilan proses sains
dapat memberikan rangsangan ilmu pengetahuan, sehingga siswa dapat memahami
fakta dan konsep ilmu pengetahuan dengan baik.
2.
Memberikan kesempatan kepada
siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau
mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Hal ini menyebabkan siswa menjadi
lebih aktif.
3.
Keterampilan proses sains
membuat siswa menjadi belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus.
Keterampilan
proses sendiri terdiri dari beberapa karakteristik sebagaimana disampaikan Funk
(Dimyati, 2006: 140) keterampilan proses dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu
keterampilan proses tingkat dasar (basic
science process skill) dan keterampilan proses terpadu (integrated science process skill).
Keterampilan proses tingkat dasar meliputi: mengobservasi, mengklarifikasi,
memprediksi, mengukur, menginferensi, dan mengkomunikasikan. Keterampilan
proses terpadu meliputi mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data,
menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel,
mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun hipotesis,
mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian, dan
melaksanakan eksperimen.
Penjabaran
keenam keterampilan proses dasar tersebut sebagai berikut:
a. Observasi/pengamatan
Mengamati
adalah keterampilan proses sains yang paling awal. Kita mengamati benda-benda
dan peristiwa menggunakan semua panca indera kita, yang berarti kita belajar
tentang dunia disekitar kita. Kemampuan untuk membuat pengamatan yang baik
sangat penting untuk perkembangan keterampilan proses sains lainnya. Hal
demikian senada dengan yang disampaikan Rezba (1995:3) bahwa: By observing we learn about the fantastic
world around us. We observe objects and natural phenomena through our five
sense: sight, smell, thouch, taste, and hearing. The information we gain leads
to curiosity, question, interpretations about our environment, and further
investigation. Ability to observe is the most basic skill in science and is
essential to development of other science process skills such as inferring,
communicating, predicting, measuring, and classifying.
Mengamati
memiliki dua sifat utama, yakni sifat kualitatif dan sifat kuantitatif.
Pengamatan kualitatif apabila dalam pelaksanaanya hanya menggunakan panca
indera untuk memperoleh informasi. Pengamatan yang melibatkan angka atau
kuantitas adalah pengamatan kuantitatif, misalnya: massa
b. Pengelompokan/ klasifikasi
Mohammad Nur
(2011, 15) mengartikan klasifikasi sebagai kegiatan mengorganisasikan
benda-benda dan kejadian-kejadian ke dalam kelompok-kelompok sesuai dengan
suatu sistem, atau ide pengorganisasian. Pengelompokan obyek atau peristiwa
adalah cara memilah objek berdasarkan kesamaan, perbedaan, dan hubungan.
Beberapa perilaku siswa dalam melakukan klasifikasi antara lain: 1) pengidentifikasian
suatu sifat umum, dan 2) memilah-milahkan dengan menggunakan dua sifat atau
lebih.
c. Inferensi
Rezba (1995:
71) mengartikan penginferensian bahwa an
inference is an explanation or interpretation of an observation. Pendapat
tersebut menjelaskan bahwa inferensi atau menyimpulkan merupakan penjelasan
atau interpretasi dari hasil pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya.
Beberpa perilaku yang dikerjakan siswa pada saat penginferensian antara lain:
1) mengaitkan pengamatan dengan pengalaman atau pengetahuan terdahulu, dan 2)
mengajukan penjelasan-penjelasan untuk pengamatan-pengamatan.
d. Prediksi
Membuat ramalan
atau prediksi adalah membuat dugaan secara logis tentang hasil dari kejadian
masa depan. Ramalan ini didasarkan pada pengamatan yang baik dan kesimpulan
yang dibuat tentang kejadian kejadian yang diamati. Beberapa perilaku siswa
dalam meramalkan antara lain: 1) Penggunaan data dan pengamatan yang sesuai, 2)
penafsiran generalisaisi tentang pola-pola, dan 3) Pengujian kebenaran dari
ramalan-ramalan yang sesuai.
e. Pengukuran
Mengukur dapat
diartikan sebagai kegiatan membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran
tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebuah informasi hasil pengukuran
berisi dua bagian yaitu angka untuk memberitahu berapa banyak, dan nama satuan
untuk memberitahu kita berapa banyak dengan dengan rujukan apa. Beberapa
perilaku siswa dalam melakukan pengukuran antara lain: 1) pengukuran panjang,
volume, massa, temepratur, dan waktu dalam satuan yang sesuai, serta 2) memilih
alat dan satuan yang sesuai untuk tugas pengukuran tertentu tersebut.
f. Komunikasi
Pengkomunikasian
adalah mengatakan apa yang diketahui dengan ucapan kata-kata, tulisan, gambar,
demonstrasi, atau grafik. Siswa harus berkomunikasi dalam rangka membagikan hasil
pengamatan kepada orang lain, dan komunikasi harus jelas dan efektif agar orang
lain dapat memahami informasi tersebut. Salah satu kunci untuk berkomunikasi
efektif adalah dengan menggunakan rujukan (referensi). Beberapa perilaku yang
dikerjakan siswa pada saat melakukan komunikasi antara lain: 1) pemaparan
pengamatan atau dengan menggunakan perbendaharaan kata yang sesuai, 2)
pengembangan grafik atau gambar untuk menyajikan pengamatan dan peragaan data,
dan 3) perancangan poster atau diagram untuk menyajikan data untuk meyakinkan
orang lain.
5.
Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir
adalah suatu proses untuk mengolah pengetahuan yang kita terima melalui panca
indera, dan ditujukan untuk mencapai suatu kebenaran. Menurut Halpen (1996)
dalam Hadi (2009: 30) berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau
strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses berpikir tersebut dilalui
setelah mengetahui dan menentukan tujuan, mengacu langsung kepada sasaran yang
merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan
masalah, menganalisis masalah, mengumpulkan berbagai kemungkinan, merumuskan
kesimpulan apakah sudah sesuai dengan teori atau tidak.
Selanjutnya,
Ennis (1985) dalam Santoso (2009: 34), mengidentifikasi 12 indikator berpikir
kritis, yang dikelompokkannya dalam lima besar aktivitas diantaranya adalah:
1)
Memberikan penjelasan sederhana
meliputi, memusatkan pertanyaan, menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta
menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan.
2)
Membangun keterampilan dasar,
yang terdiri atas mempertimbangkan sumber yang relevan atau tidak dan
mengamati, serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
3)
Menyimpulkan, yang terdiri atas
kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil deduksi, meninduksi atau mempertimbangkan
hasil induksi, dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan.
4)
Memberikan penjelasan lebih
lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-istilah dan mendefinisikan
pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi.
5)
Mengatur strategi dan teknik,
yang terdiri atas menentukan tindakan dan berinteraksi dengan orang lain.
Indikator-indikator
tersebut dalam prakteknya dapat menjadi suatu kesatuan yang padu membentuk
sebuah kegiatan atau terpisah-pisah menjadi hanya beberapa indikator saja.
Penemuan indikator keterampilan berpikir kritis dapat diungkapkan melalui
aspek-aspek perilaku yang terungkap pada definisi berpikir kritis.
Untuk
mengetahui kemampuan berpikir siswa, dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi sesuai dengan ranah kognitif menurut
taksonomi Bloom. Para ahli penilaian membagi penilaian kognitif siswa menjadi
enam unsur, yakni 1) mengingat (remembering),
2) memahami (understanding), 3)
menerapkan (applying), 4)
menganalisis (analyzing), 5)
mengevaluasi (evaluating), dan 6)
mengkreasi (creating) (Anderson and
Krathwohl. 2001; 66).
Bagi Bloom,
1956 (dalam Filsaime, 2008) berpikir kritis memiliki arti yang sama dengan
tingkat berpikir yang lebih tinggi, terutama menganalisis dan mengevaluasi
(taksonomi Bloom pada versi lama).
1.
Menganalisis
Pada
tingkat menganalisis, siswa dituntut mampu menganalisis informasi yang masuk
dan menguraikan keterkaitan hubungan dari satu bagian ke bagian yang lain.
Proses kategori kognitif yakni membedakan (differentiating),
mengatur (organizing), dan melengkapi
(attributing) (Anderson and
Krathwohl. 2001: 79). Perbedaan terjadi ketika seorang siswa mampu membedakan
informasi yang penting dengan informasi yang kurang relevan. Mengatur
melibatkan pengidentifikasian elemen-elemen komunikasi atau situasi dan
mengenali keterkaitan hubungan yang jelas.
Melengkapi terjadi ketika seorang siswa dapat mengetahui sudut pandang,
bias, nilai, atau kebutuhan yang mendasari komunikasi (Anderson and Krathwohl.
2001: 82).
2.
Mengevaluasi
Menurut Anderson and Krathwohl (2001: 83) mengevaluasi adalah
mendefinisikan sebagai pembuat keputusan yang didasarkan pada standar dan
kriteria. Kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, keefektifan,
keakuratan, dan kekonsistenan.
Menurut Screven dan Paul (1996) dan Angelo (1995) dalam Filsaime
(2008: 56) memandang berpikir kritis sebagai proses disiplin cerdas dari
konseptualisasi, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi aktif, dan
berketerampilan yang dikumpulkan dari, observasi, pengalaman, refleksi,
penalaran, atau komunikasi sebagai sebuah penuntun menuju kepercayaan dan aksi.
Menurut Angelo (1995: 6) karakteristik berpikir kritis meliputi,
menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya,
menginferensi dan mengevaluasi.
Pembagian
indikator berpikir kritis menurut Angelo dipandang sesuai dengan kemampuan
berpikir seperti yang terdapat di dalam Taksonomi Bloom yang memiliki kesamaan
yakni pada menganalisis, dan mengevaluasi.
Berdasarkan
uraian di atas, indikator keterampilan berpikir kritis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1)
K1: Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah
Siswa
yang berpikir kritis akan mampu mengetahui masalah yang dihadapi, memahami
penyebab dari masalah tersebut, dan mampu membangun konsep secara mandiri untuk
memecahkan masalah tersebut. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar pembaca
mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang
lingkup baru (Walker, 2001) dalam Hadi (2009; 36).
Misal dalam
menyelesaikan suatu kasus yang berkaitan dengan IPA. Siswa akan memahami dan
mengetahui inti pokok permasalahan pada kasus tersebut, sehingga siswa dapat
membuat pola-pola suatu konsep.
2)
K2: Keterampilan Menginferensi
Keterampilan
menginferensi adalah keterampilan menjelaskan suatu pengamatan atau pernyataan.
Inferensi dapat masuk akal (logis) atau tidak masuk akal. Inferensi masuk akal
adalah inferensi yang dapat diterima atau dimengerti oleh orang yang mengetahui
topik permasalahannya, sedangkan inferensi yang tidak masuk akal adalah membuat
kesimpulan yang terlalu jauh dari bukti yang ada (Nur. 2011: 5).
Misal
pada saat melakukan pengamatan yang berkaitan dengan IPA. Siswa akan membuat
suatu kesimpulan sementara berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
3)
K3: Keterampilan Menganalisis
Menurut
Filsaime (2008; 66) Analisis adalah mengidentifikasi hubungan-hubungan
inferensial yang dimaksud dan aktual antara pernyataan-pernyataan,
pertanyaan-pertanyaan, konsep-konsep, deskripsi-deskripsi atau bentuk
representasi lainnya untuk mengekspresikan kepercayaan-kepercayaan, penilaian,
pengalaman-pengalaman, alasan-alasan, informasi atau opini.
Keterampilan
menganalisis adalah keterampilan mengidentifikasi persamaan-persamaan dan
perbedaan-perbedaan di antara dua pendekatan pada solusi sebuah masalah yang
diberikan (Filsaime. 2008: 66).
Misal,
setelah melakukan pengamatan yang berkaitan dengan IPA. Siswa mengidentifikasi
suatu data yang telah diperoleh dari pengamatan menjadi bagian yang lebih
terperinci.
4)
K4: Keterampilan Mensintesis
Keterampilan
mensintesis merupakan keterampilan menggabungkan atau menyusun kembali (reorganize) hal-hal yang spesifik agar
dapat mengembangkan suatu struktur baru (Arikunto. 2013: 133). Keterampilan
mensintesis adalah keterampilan membuat suatu pernyataan dari apa yang telah
dipelajari dari suatu percobaan atau pengamatan.
Misal,
setelah melakukan pengamatan yang berkaitan dengan IPA. Siswa membuat suatu
kesimpulan secara umum dengan cara mengkaitkan pengamatan yang telah dilakukan
dengan informasi yang telah diperoleh menjadi suatu ide-ide baru.
5)
K5: Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai
Keterampilan
mengevaluasi adalah keterampilan yang memberikan suatu keputusan tentang nilai
yang diukur dengan menggunakan kriteria yang ada. Pada tahap ini siswa mampu
mensinergikan aspek-aspek kognitif dalam menilai suatu fakta atau konsep.
Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang
nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu (Harjasujana, 1987: 44)
dalam Hadi (2009; 37).
Misal,
terdapat sebuah kasus berkaitan IPA. Siswa mampu memberikan keputusan terhadap
kasus tersebut berdasarkan kriteria-kriteria atau standar tertentu.
Tabel
2.1 Tabel Komponen Indikator Kemampuan
Berpikir Kritis dengan Keterampilan Proses Sains
No
|
Kemampuan Berpikir
Kritis
|
Keterampilan Proses
Sains
|
1
|
Keterampilan mengenal dan memecahkan
masalah
|
· Merumuskan masalah
· Menguji hipotesis
|
2
|
Keterampilan menginferensi
|
· Membuat kesimpulan sementara
|
3
|
Keterampilan menganalisis
|
· Menganalisis data hasil pengamatan
|
4
|
Keterampilan mensintesis
|
· Menyimpulkan
|
5
|
Keterampilan mengevaluasi atau menilai
|
· Menerapkan konsep
|
B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain:
1.
Penelitian yang telah
dilakukan oleh Reni et al (2013) yang
berjudul “Pengembangan Integrated
Assessment untuk Mengukur Penguasaan Materi Ajar Listrik Magnet dan
Keterampilan Proses Sains Siswa SMA”. Penelitian ini juga mengembangkan perangkat
penilaian terintegrasi yang mengukur penguasaan materi ajar listrik magnet dan
keterampilan proses sains siswa SMA. Hasil penelitian ini antara lain sebagai
berikut.
a.
Instrumen integrated assessment yang disusun dan dikembangkan
memilikikarakteristik soal berupa pilihan ganda disertai alasan memilih jawaban
dan setiap soal memiliki indikator penguasaan materi dan indikator keterampilan
proses sains. Instrumen integrated
assessment yang dihasilkan terdiri dari kisi-kisi penyusunan soal, soal
sebanyak 28 butir soal, dan kunci jawaban soal beserta rubriknya.
b.
Sesuai dengan hasil validasi,
instrumen integrated assessment yang
dihasilkan layak untuk mengukur penguasaan materi ajar listrik magnet dan
keterampilan proses sains siswa SMA.
c.
Tingkat keterpakaian integrated assessment untuk mengukur
penguasaan materi ajar listrik magnet dan keterampilan proses siswa SMA pada
materi listrik magnet adalah sebesar 84,5% dengan interpretasi sangat baik.
2.
Penelitian yang telah
dilakukan oleh Emi Rofifah (2013) yang berjudul “Penyusunan Instrumen Tes
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika pada Siswa SMP”. Penelitian ini
memiliki kesamaan karena mengembangkan instrumen kemampuan berpikir analitis
yang termasuk dalam kategori kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Berdasarkan penyusunan
instrumen tes kemampuan tingkat tinggi Fisika pada siswa SMP yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan instrumen tes yang disusun memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a.
Aspek kemampuan berpikir kritis terdiri dari
6 indikator yaitu siswa mampu mengajukan pertanyaan, merevisi konsep yang
salah, merencanakan strategi, mengevaluasi keputusan, mengkritik suatu
pernyataan, dan mampu mengevaluasi keputusan.
b.
Aspek kemampuan berpikir
kreatif terdiri dari 12 indikator yaitu siswa mampu memformulasikan persamaan,
membangun keterkaitan antarkonsep, mengusulkan ide baru, menyusun hubungan
konsep-konsep dalam bentuk skema,
menggambarkan ide, berani bereksperimen, mengorganisasi konsep, menghasilkan
sesuatu yang baru, mendesain percobaan, memodifikasi konsep dengan hal-hal yang
baru, mampu menggabungkan konsep yang koheren, dan mampu mengubah
persamaan.
c.
Aspek kemampuan pemecahan
masalah terdiri dari 11 indikator yaitu siswa mampu mengidentifikasi masalah,
menyatakan hubungan sebab-akibat, mampu menerapkan konsep yang sesuai dengan
masalah, memiliki rasa ingin tahu, mampu membuat chart atau gambar untuk
menyelesaikan sebuah masalah, menjelaskan beberapa kemungkinan sebagai solusi,
berpikiran terbuka, membuat keputusan, mampu bekerja secara teliti, berani
berspekulasi serta mampu merefleksi keefektifan proses pemecahan masalah.
d.
Berdasarkan analisis tingkat kesukaran, daya beda dan
efektifitas distraktor pada paket tes A diperoleh hasil akhir 20% item diterima, 73% item direvisi serta 7%
item ditolak. Pada paket tes B diperoleh hasil akhir 20% item diterima, 80%
item direvisi, dan tidak ada item yang ditolak.
C. Kerangka Berpikir
Penilaian yang dilakukan oleh mayoritas guru IPA SMP Negeri 1 Weru di kabupaten Sukoharjo belum
memadukan ketrampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis. Penilaian pada
peserta didik selama ini hanya didasarkan pada kemampuan kognitifnya saja,
tanpa memperhatikan keterampilan proses dan kemampuan berpikir kritis secara mendalam.
Berdasarkan uraian tersebut, perlu dikembangkan integrated assessment yang dapat
digunakan dalam penilaian keterampilan proses dan kemampuan berpikir kriitis peserta didik
secara mendalam. Bentuk instrument penilaian ini dikembangkan berupa soal
pilihan ganda yang disertai alasan. Integrated
assessment ini dapat digunakan untuk penilaian keterampilan proses dan
kemampuan berpikir kritis peserta didik secara mendalam karena butir soalnya
dikembangkan dari indikator ketercapaian KI dan KD. Pada setiap butir soal,
memiliki unsur terintegrasi antara keterampilan proses sains dan kemampuan
berpikir kritis
yang akan diukur.
Keterampilan proses sains yang akan diukur meliputi keterampilan
proses sains dasar dan keterampilan proses sains terintegrasi. Pembuatan tiap
butir soal mengacu pada jenis-jenis keterampilan proses sains dan kemampuan
berpikir kritis
yang dibuat dalam bentuk pertanyaan berupa kumpulan fakta, fenomena alam,
permasalahan, dan prosedur ilmiah. Penyajian butir soal dapat berupa pertanyaan
kata-kata, gambar, tabel, maupun grafik yang mencerminkan integrasi antara
keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis. Pembuatan butir soal mengacu pada kriteria
pembuatan soal yang baik, yaitu valid, reliabel, dan dapat ditentukan pula daya
beda dan taraf kesukarannya. Diharapkan dengan adanya penilaian ini dapat
mengukur ketercapaian keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis dalam kehidupan
sehari-hari siswa.
D. Pertanyaan Penelitian
1.
Seberapa perlu pengembangan integrated assessment untuk mengukur
keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir krlitis siswa SMP?
2.
Seberapa tinggi tingkat
kelayakan integrated assessment untuk
mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP ditinjau dari hasil
validasi pakar (ahli)?
3.
Seberapa tinggi tingkat
validitas empiris integrated assessment dapat
digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP?
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Model Pengembangan
Penelitian yang berjudul pengembangan integrated assessment untuk mengukur keterampilan
proses sains dan kemampuan berpikir kritis ini merupakan Research and Development (R&D) yang
diawali dengan need assessment
terlebih dahulu. Penelitian ini
bertujuan untuk mengembangkan instrument penilaian IPA secara terintegrasi
yang dapat mengukur ketercapaian keterampilan proses dan kemampuan berpikir kritis untuk siswa SMP. Bentuk dari integrated assessment ini berupa butir
soal pilihan ganda. Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah model pengembangan 4-D yang dikemukakan oleh Thiagarajan (1974), yaitu define, design, develop, and disseminate (Arifin,
2012: 128).
B. Prosedur Pengembangan
Penelitian ini merupakan Research
and Development (R&D) yang
menggunakan model pengembangan 4-D. Tujuan dari peneilitian ini adalah
mengembangkan instrument penilaian IPA secara terintegrasi yang dapat mengukur ketercapaian keterampilan
proses dan kemampuan berpikir kritis untuk siswa SMP.
Adapun prosedur pengembangan integrated assessment ini meliputi empat
tahap, yaitu (Arifin, 2012: 128):
1.
Define, yaitu tahap studi pendahuluan
secara teoritik dan empirik. Pada Tahapan ini dilakukan pemilihan dan penentuan
produk yang akan dikembangkan, yaitu integrated
assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis. Kemudian
dilakukan analisis kebutuhan dengan membagikan angket kepada guru-guru di 5 SMP. Selanjutnya dilakukan
analisis pada kompetensi inti dan kompetensi dasar yang akan dikembangkan.
2.
Design, yaitu tahap perancangan model
dan prosedur pengembangan. Pada tahapan ini dilakukan perancangan integrated assessment. Rancangan
tersebut meliputi format kriteria intrumen penilaian, pengumpulan referensi
materi, dan desain awal dari integrated
assessment.
3.
Develop, yaitu tahap pengembangan.
Setelah rancangan integrated assessment
dibuat, dilakukan beberapa tahap validasi oleh tim penilai, yang meliputi
validasi oleh peer reviewer (teman
sejawat), ahli materi, ahli evaluasi, dan guru sebagai pelaksana pembelajaran.
4.
Disseminate, yaitu tahap
penyebarluasan. Pada tahapan ini dilakukan penyebarluasan produk hasil akhir
pengembangan ke seluruh populasi. Tahapan ini merupakan bagian dari jangka
panjang penelitian pengembangan ini, sehingga tidak dilakukan.
C. Desain Uji Coba Produk
1. Desain Uji Coba
Pada penelitian ini dilakukan uji coba
produk yang dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu:
a.
Telaah butir soal
Telaah butir soal dilakukan oleh ahli
dalam bidang IPA dan ahli dalam evaluasi. Telaah butir soal merupakan proses
menentukan validitas tes berdasarkan materi/isi, konstruksi, dan bahasa. Hasil
dari perbaikan pada tahap ini akan diujikan pada peserta didik kelas VII SMP yang telah ditentukan.
b.
Uji Prapenelitian
Uji prapenelitian adalah suatu uji
yang dikenakan kepada sekelompok kecil sampel pada situasi yang sebenarnya. Uji
dilakukan dengan memberikan perangkat integrated
assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa. Setelah
dilakukan uji, kemudian dilakukan analisis terhadap lembar jawaban peserta
didik. Analisis jawaban pilihan ganda menggunakan program ITEMAN 3.00,
penggunaan program iteman dikarenakan sampel yang digunakan sedikit. Butir soal
yang baik pada tahap ini akan diujikan kembali pada uji berikutnya, sedangkan
butir soal yang kurang baik dilakukan perbaikan dan butir soal yang buruk akan
dihilangkan. Setelah itu diujicobakan dengan jumlah subjek uji coba yang lebih
banyak.
c.
Uji Penelitian
Uji penelitian adalah suatu uji yang
dilakukan pada sampel yang lebih banyak dari sebelumnya. Uji dilakukan dengan
memberikan soal integrated assessment untuk
mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa yang telah
direvisi. Setelah dilakukan uji, kemudian dilakukan analisis terhadap lembar
jawaban peserta didik. Analisis jawaban pilihan ganda menggunakan program
BILOG-MG 3.0. Penggunaan program BILOG dikarenakan sampel yang digunakan
banyak. Butir soal yang baik pada tahap ini akan disimpan, sedangkan butir soal
yang kurang baik dilakukan perbaikan dan butir soal yang buruk akan
dihilangkan.
Dalam pelaksanan penelitian dalam
tahap uji penelitian, guru memegang peran penting. Guru yang mengajarkan konsep
keterampilan proses sains sekaligus kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran
IPA. Selain
itu, guru yang bersangkutan pula yang melakukan uji instrument terhadap sampel.
Hal ini dilakukan karena untuk menjaga kemurnian data hasil penelitian,
sehingga harapannya hasil yang didapatkan lebih valid.
2. Subjek Coba
Subjek penelitian dari integrated assessment ini adalah peserta
didik SMP di Sukoharjo. Peserta didik
yang dijadikan subyek penelitian merupakan siswa kelas VII yang diambil menggunakan teknik purposive sampling dari keseluruhan sekolah menengah pertama di Sukoharjo. Sekolah yang diambil menggunakan teknik samping ini adalah sekolah
yang sudah menjalankan proses pembelajaran menggunakan kurikulum 2013 dan dalam
pembelajaran IPA menerapkan konsep keterampilan proses sains. Distribusi subyek
penelitian yang digunakan dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Subjek Penelitian
No.
|
SMA
|
Jumlah
Peserta Didik
|
1
|
SMP N A
|
V
|
2
|
SMP N B
|
W
|
3
|
SMP N C
|
X
|
4
|
SMP N D
|
Y
|
5
|
SMP N E
|
Z
|
Jumlah
|
XXX
|
3. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Penelitian ini menghasilkan data
berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif dalam penelitian
ini mengenai produk instrument penilaian terintegrasi yang didapat dari peer reviewer, ahli materi, ahli
evaluasi, dan guru sebagai pelaksana pembelajaran. Selain itu, data kualitatif
juga diperoleh dari uji coba instrument penilaian terintegrasi pada peserta
didik. Kemudian hasil data kualitatif dibuat dalam bentuk angka (scoring)
sehingga menjadi data kuantitatif yang digunakan dalam analisis data. Sedangkan
data kuantitatif pada penelitian ini didapatkan dari uji coba terbatas dan uji
coba lapangan pada intrumen penilaian terintegrasi ini.
Instrumen yang digunakan untuk
menilai produk pada penelitian ini dalam bentuk angket. Angket tersebut
berfungsi sebagai penilaian, komentar, dan masukan terhadap produk penelitian
yang telah dikembangkan yang diberikan kepada peer reviewer, ahli materi, ahli evaluasi, dan guru. Sedangkan
untuk peserta didik diberikan tes uji coba terhadap produk instrument penilaian
terintegrasi yang telah dikembangkan.
Angket kualitas ini digunakan untuk
mengevaluasi dan memvalidasi kualitas instrument penilaian terintegrasi yang
telah dikembangkan dari aspek materi dan evaluasi. Angket kualitas Produk ini
dikembangkan berdasarkan indikator kualitas angket yang diadaptasi dari
penelitian relevan dan pendapat ahli.
Berdasarkan angket kualitas yang
didapat dari penelitian relevan, disusunlah kisi-kisi angket kualitas yang
dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1.
Kisi-kisi Angket Kualitas Instrumen Penilaian
Terintegrasi
No.
|
Aspek yang ditelaah
|
Kriteria Penelaah
|
1.
|
Materi
|
Sesuai dengan indikator yang hendak diukur
|
Kunci jawaban dari setiap butir soal sudah benar
|
||
Pengecoh dari setiap butir soal sudah logis dan berfungsi
|
||
2
|
Konstruksi
|
Pokok soal dirumuskan dengan singkat, jelas, dan tegas
|
Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban merupakan pernyataan yang
diperlukan saja
|
||
Pokok soal tidak memberi petunjuk kunci jawaban
|
||
Pokok soal bebas dari pernyataan yang bersifat negative berganda
|
||
Gambar, grafik, table, diagram atau sejenisnya jelas dan berfungsi
|
||
Panjang pilihan jawaban relatif sama
|
||
Pilihan jawaban tidak menggunakan pernyataan “semua jawaban di atas
salah/benar” dan sejenisnya
|
||
Pilihan jawaban yang berbentuk angka/waktu disusun berdasarkan urutan
besar kecilnya angka dan kronologisnya
|
||
Butir soal tidak bergantung pada jawaban soal sebelumnya
|
||
3
|
Bahasa
|
Menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
|
Menggunakan bahasa yang komunikatif
|
||
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu
|
||
Pilihan jawaban tidak mengulang kata/kelompok kata yang sama, kecuali
merupakan satu kesatuan pengertian
|
Berdasarkan kisi-kisi tersebut,
dikembangkan butir soal angket kualitas yang sesuai dengan instrument penilaian
terintegrasi yang telah dikembangkan. Agar angket kualitas tersebut memenuhi
kaidah penilaian yang tepat, maka dikonsultasikan kepada dosen ahli materi dan
dosen ahli evaluasi.
4. Teknik Analisis Data
a.
Analisis Kualitatif
Hasil penilaian kualitas perangkat integrated assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan
kemampuan berpikir kritis oleh guru IPA SMP yang berupa huruf diubah menjadi nilai kualitatif dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
1)
Hasil penilaian dari 5 orang
guru IPA dan
xxx peserta didik SMP sebagai reviewer yang
masih dalam bentuk huruf diubah menjadi skor dengan ketentuan berikut
(Sugiyono, 2009).
Tabel 3.1.
Aturan pemberian skor
Keterangan
|
Skor
|
SK (sangat kurang)
|
1
|
K (kurang)
|
2
|
C (cukup)
|
3
|
B (baik)
|
4
|
SB (sangat baik)
|
5
|
Tabulasi semua data yang
diperoleh untuk setiap komponen, subkomponen dari butir penilaian yang tersedia
dalam instrumen penilaian.
2)
Setelah data terkumpul dari 5
orang guru IPA dan xxx peserta didik SMP/MTs sebagai reviewer,
kemudian menghitung skor rata-rata setiap subbab kriteria dihitung dengan rumus
sebagai berikut.
Keterangan:
= skor rata-rata
ΣX = jumlah skor
n = jumlah penilai
3)
Mengubah
skor rata-rata yang berupa data kuantitatif dari setiap
subbab menjadi nilai kualitatif sesuai dengan kriteria kategori penilaian
ideal. Adapun acuan
pengubahan skor menjadi skala lima tersebut menurut Sukardjo (2010: 100) adalah
sebagai berikut.
Tabel 2
Konversi skor aktual menjadi nilai skala 5
No
|
Rentang skor (i)
|
Nilai
|
Kategori
|
1.
|
X >+ 1,80 Sbi
|
A
|
Sangat baik
|
2.
|
+ 0,60 SBi<X ≤ + 1,80 SBi
|
B
|
Baik
|
3.
|
– 0,60 SBi<X ≤ + 0,60 SBi
|
C
|
Cukup baik
|
4.
|
– 1,80 SBi<X ≤ – 0,60 SBi
|
D
|
Kurang baik
|
5.
|
X ≤ – 1,80 Sbi
|
E
|
Sangat Kurang baik
|
Keterangan:
X =
skor aktual (skor yang dicapai)
= rerata skor ideal
= (1/2) (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal)
SBi = simpangan baku skor ideal
= (1/2) (1/3) (skor tertinggi ideal - skor terendah ideal)
Skor tertinggi ideal =
Σ butir kriteria × skor tertinggi
Skor terendah ideal =
Σ butir kriteria × skor terendah
4)
Menghitung nilai keseluruhan integrated assessment untuk mengukur
keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis dengan menghitung skor rata-rata seluruh
kriteria penilaian, kemudian diubah menjadi nilai kualitatif sesuai dengan
kriteria kategori penilaian ideal dalam Tabel 2 di atas.
b.
Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif atau sering disebut validitas empiris (empirical validity) adalah penelaahan
butir soal berdasarkan pada karakteristik internal tes melalui data yang
diperoleh secara empiris. Karakteristik internal yang dimaksud meliputi
validitas soal, reliabilitas soal, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan keberfungsian
pengecoh. Analisis kuantitatif ini dilakukan setelah soal diujikan.
DAFTAR PUSTAKA
Amanah Ayu Pratama, Sudirman, dan Nely Andriani.
2014. Studi Keterampilan Proses Sains
Pada Pembelajaran Fisika Materi Getaran Dan Gelombang Di Kelas VIII SMP Negeri
18 Palembang. Palembang: FKIP Unsri
Anas Sudijono. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Anderson Lorin W, dan David R. Krathwohl. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and
Assessing. New York.
Angelo, T. A. 1995. Beginning the dialogue: Thoughts on promoting critical thinking:
Classroom assessment for critical thinking. Teaching of Psychology,
22(1), 6-7.
Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran (Prinsip, Teknik, Prosedur). Bandung : Remaja
Rosdakarya Offset.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Conant, James B. 1955. On Understanding Science (An Historical Approach). The New American
Library.
Dahar, R.W. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Dimyati, R.W. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Endang Kurniawan & Endah Mutaqimah. (2009). Penilaian. Jakarta: Depdiknas.
Filsaime, Dennis K. 2008. Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Buku Guru Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTs
Kelas VIII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Mohammad Nur. 2011. Modul Keterampilan-keterampilan Proses Sains. Surabaya: PSMS UNS.
Oemar Hamalik. 2003. Proses belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Reni, et.al, (2013). Pengembangan Integrated Assessment untuk Mengukur
Penguasaan Materi Ajar Listrik Magnet dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA.
Reynolds, C.R., Livingston, R. B., & willson,
V. (1999). Measurement and assessment in
education (2nd ed.). USA: Pearson.
Rezba, R.J., Sparague, C.S., Fiel, R.L., Funk,H.J.,
Okey, J.R., & Jaus, H.H. 1995. Learning
and Assessing Science Process Skills. 3rd ed. Iowa: Kendall/Hunt Publishing
Company
Rustaman, N.Y. 2003. Strategi Belajar Mengajar Biologi.
Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FMFISIKA UPI.
Santoso, Hadi. 2009. Pengaruh Penggunaan Laboratorium Riil dan Laboratorium Virtuil pada
Pembelajaran Fisika Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Tesis. Tidak Dipublikasikan.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Belajar Mengajar . Bandung: Sinar Baru.
Sumaji, Soehakso, Mangun Wijaya, dkk. 1998. Pendidikan Sains yang Humanistis.
Yogyakarta: Kanisus.