Wednesday 1 July 2015

Penilaian Terpadu untuk Mengukur Keterampilan Proses Sains dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Dalam UU No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dari sini dapat dijelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang dilakukan melalui proses pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri manusia baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Dalam suatu pendidikan terdapat beberapa komponen meliputi tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, lingkungan pendidikan, dan media pendidikan yang menjadi satu kesatuan fungsional yang saling berinteraksi, bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan pendidikan, dimana salah satu caranya adalah melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam mempersiapkan kualitas sumber daya manusia yang handal dalam pembangunan. Sampai saat ini, sekolah dianggap sebagai lembaga pendidikan utama yang berfungsi sebagai pusat pengembangan kualitas sumber daya manusia dengan didukung oleh pendidikan keluarga dan masyarakat. Dengan demikian, hasil pendidikan di sekolah sangat diharapkan dapat membantu peserta didik dalam mempersiapkan kehidupannya. Untuk mendapatkan hasil pendidikan terdapat bagian penting yaitu proses belajar mengajar, yang di dalamnya terdapat guru sebagai pendidik dan pengajar, serta siswa sebagai peserta didik yang sedang belajar. Belajar merupakan kegiatan pokok dalam keseluruhan proses pembelajaran di sekolah. Keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah sangat dipengaruhi oleh proses belajar para siswa sebagai peserta didik.
IPA pada hakekatnya atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Proses pembelajaran IPA menekankan pada keterampilan proses yang dimiliki peserta didik karena pada umumnya IPA dipahami sebagai ilmu yang perkembangannya melewati langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan konsep dan teori.
Tujuan mempelajari IPA adalah memahami gejala – gejala alam dan bukan hanya mempelajari benda dan energi saja. Mata pelajaran IPA di sekolah-sekolah seringkali menjadi mata pelajaran yang menakutkan bagi para peserta didik. Hal ini mungkin  karena pada mata pelajaran IPA banyak terdapat  rumus-rumus maupun konsep-konsep sains yang harus dipahami oleh siswa.
IPA merupakan mata pelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mempelajari gejala dan peristiwa atau fenomena alam dengan cara berdiskusi, melakukan penyelidikan, dan bekerja sama untuk menemukan konsep, prinsip serta melatihkan keterampilan yang dimiliki yang dapat memungkinkan peserta didik tumbuh mandiri. Dengan pembelajaran melalui keterampilan proses IPA diharapkan akan lebih mengena. Keterampilan proses IPA merupakan seperangkat keterampilan yang digunakan dalam melakukan penyelidikan untuk menemukan suatu konsep/prinsip/teori. Keterampilan proses IPA dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu keterampilan proses dasar (basic skills) dan keterampilan proses terintegrasi (integrated skills). Keterampilan proses dasar terdiri atas mengamati, menggolongkan, mengukur, mengomunikasikan, menginterpretasi data, memprediksi, menggunakan alat, melakukan percobaan, dan menyimpulkan. Keterampilan proses terintegrasi meliputi merumuskan masalah, mengidentifikasi variabel, mendeskripsikan hubungan antarvariabel, mengendalikan variabel, mendefinisikan variabel secara operasional, memperoleh dan menyajikan data, menganalisis data, merumuskan hipotesis, merancang penelitian, dan melakukan penyelidikan/percobaan (Kemdikbud, 2013:6).
Salah satu indikator keberhasilan tujuan pembelajaran adalah hasil penilaian belajar. Hasil penilaian ini harus mengungkap informasi dengan lengkap dan sesuai dengan data yang diperlukan melalui instrumen penilaian yang tepat. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Amanah Ayu Pratama, Sudirman dan Nely Andriani di kelas VIII SMP Negeri 18 Palembang, menunjukkan masing-masing skor penilaian pada aspek keterampilan proses, siswa dikategorikan dapat melatihkan keterampilan proses yang mereka miliki dan mampu melakukan kegiatan pembelajaran dengan benar, hal ini dibuktikan dengan skor yang diperoleh yakni skor rata-rata untuk merumuskan masalah sebesar 3,55, merumuskan hipotesis sebesar 3,63, merancang percobaan sebesar 3,52, melakukan percobaan sebesar 3,48, mengolah data percobaan sebesar 3,34, mengomunikasikan sebesar 3,33, dan menarik kesimpulan sebesar 3,57, namun pada keterampilan menganalisis data percobaan skor yang diperoleh sebesar 3,22, hal ini menunjukkan bahwa siswa masih kurang benar dalam menganalisis data percobaan.
Sejalan hasil penelitian tersebut, hasil observasi awal pembelajaran IPA di kelas VIIA SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pembelajarannya sudah baik yakni menggunakan pendekatan keterampilan proses IPA  diperoleh data penilaian siswa, skor rata-rata melakukan pengamatan sebesar 3,62, merumuskan masalah/menanya sebesar 3,54, mengumpulkan data sebesar 3,34, menganalisis/mengolah data sebesar 3,12, mengomunikasikan sebesar 3,45, dan menarik kesimpulan sebesar 3,56, hal ini juga nampak bahwa siswa masih kurang benar dalam melakukan analisis suatu data.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka perlu pengembangan penilaian yang dapat mengukur keterampilan proses IPA dan kemampuan berpikir kritis siswa. Keterampilan proses IPA memang dapat dilakukan dengan pengamatan langsung saat pembelajaran, tetapi dapat juga dilakukan dengan cara tes tertulis. Sehingga untuk melihat hasil belajar siswa dan mencapai dua sasaran sekaligus (keterampilan proses IPA dan kemampuan berpikir kritis), diperlukan sebuah penilaian yang terpadu, sehingga dapat mengukur keterampilan proses IPA dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.
Pada kurikulum 2013 mata pelajaran IPA SMP terdiri dari berbagai macam materi yang sudah tersusun secara terstruktur dalam KI dan KD. Pada materi-materi tersebut dalam pembelajarannya memerlukan keterampilan proses IPA dan juga membutuhkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Angelo (1995: 6) berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi kemampuan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menginferensi, dan mengevaluasi. Apabila siswa terbiasa dengan berpikir kritis maka siswa akan menyadari dan lebih memperhatikan tentang pengetahuan, dan proses dalam pencapaian tujuan belajar, sehingga siswa akan benar-benar memahami dan mengerti tentang materi pembelajaran. Kemampuan berpikir kritis merupakan suatu tuntutan kebutuhan yang harus dimiliki siswa untuk memecahkan masalah secara sistematis, inovatif, dan mendesain solusi yang mendasar dalam menghadapi tantangan di masa depan, seperti yang tercantum pada standar kompetensi lulusan SMP yakni memiliki (melalui mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta) kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: 33).. Mengingat pentingnya keterampilan proses IPA dan kebutuhan kemampuan berpikir kritis dalam memahami mata pelajaran IPA, maka sangat diperlukan perpaduan kedua hal tersebut.
Berdasarkan pengamatan awal yang telah dilakukan pada guru-guru IPA SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo, ternyata para guru menyatakan jarang menggunakan penilaian terpadu. Dari 6 guru IPA di SMP Negeri 1 Weru yang sudah melakukan penilaian keterampilan proses IPA ada 4 guru atau 66,67% sedangkan 2 guru atau 33,33% belum melakukan penilaian proses IPA. Dari 4 guru yang sudah melakukan penilaian proses IPA ternyata belum ada yang melakukan penilaian dalam bentuk soal untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Padahal kemampuan berpikir kritis sebenarnya sangat hubungannya dengan proses pembelajaran keterampilan proses IPA, sehingga selayaknya guru juga melakukan penilaian keterampilan proses IPA dan sekaligus juga melakukan penilaian yang dapat mengukur kemampuan berpikir kritis siswa atau dengan kata lain guru melakukan penilaian yang terpadu antara penilaian keterampilan proses IPA dan penilaian kemampuan berpikir kritis siswa, sehingga sangat diperlukan penilaian yang dapat mengukur kedua variabel tersebut. Minimnya guru menggunakan penilaian terpadu (integrated assessment) disebabkan karena kurangnya panduan penyusunan dan contoh soal IPA yang terpadu antara keterampilan proses IPA dan kemampuan berpikir kritis. Selain itu guru juga merasa kesulitan untuk mengukur keterampilan proses secara utuh kepada seluruh siswa dari proses awal pembelajaran hingga akhir. Dari beberapa fakta ini, memperkuat dilakukannya pengembangan penilaian terpadu (integrated assessment) yang dapat mengukur keterampilan proses IPA dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.

B.       Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.        Guru IPA masih merasa kesulitan dalam mengukur keterampilan proses secara utuh.
2.        Sampai saat ini belum banyak dikembangkan instrument penilaian IPA yang mengintegrasikan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis sehingga banyak guru IPA yang bingung dalam menilai kedua variable tersebut.
3.        Banyak guru IPA yang belum menggunakan integrated assessment. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya panduan penyusunan dan contoh soal IPA yang menggambarkan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis.

C.    Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka dapat dilakukan pembatasan masalah. Pembatasan masalah ini diawali dari pemikiran bahwa  sampai saat ini belum banyak dikembangkan instrument penilaian IPA yang mengintegrasikan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis sehingga banyak guru IPA yang bingung dalam menilai kedua variable tersebut. Oleh karena itu, perlu dikembangkan integrated assessment yang dapat mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.

D.      Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.             Seberapa penting  pengembangan penilaian terpadu (integrated assessment) untuk mengukur keterampilan proses IPA dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP?
2.             Seberapa tinggi tingkat kelayakan penilaian terpadu (integrated assessment) untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP?
3.             Seberapa tinggi tingkat validitas empiris penilaian terpadu (integrated assessment) untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP?

E.       Tujuan Pengembangan

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka dapat diketahui tujuan pengembangan dari penelitian ini adalah:
1.        Mengetahui pentingnya pengembangan integrated assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.
2.        Mengukur tingkat kelayakan integrated assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.
3.        Mengukur seberapa tinggi tingkat validitas empiris integrated assessment sehingga dapat digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.

F.       Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Spesifikasi produk yang diharapkan pada pengembangan integrated assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP ini adalah:
1.        Integrated assessment ini dibuat dengan program Microsoft Word 2010.
2.        Integrated assessment ini dicetak dengan kertas berukuran A4.
3.        Integrated assessment yang dikembangkan berupa tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda yang disertai alasan.

G.      Manfaat Pengembangan

Manfaat penelitian pengembangan integrated assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP ini adalah:
1.        Menurut Arifin (2009: 69), instrumen penilaian dapat dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Sehingga secara teoretis, integrated assessment dapat digunakan sebagai instrument penilaian alternatif mata pelajaran IPA SMP.
2.        Bagi Guru,
Sebagai instrument penilaian alternatif yang memudahkan guru dalam pengukuran keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA.
3.        Bagi siswa,
Memudahkan siswa dalam mengerjakan soal IPA, karena mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa secara bersamaan.
4.        Bagi peneliti,
Sebagai penambah wawasan, pengetahuan, dan keterampilan dalam merancang instrument penilaian.

H.      Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

    Asumsi penelitian pengembangan integrated assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP ini adalah:
1.        Integrated assessment dapat menjadi salah satu instrumen penilaian alternatif bagi guru dalam mengukur keterampilan proses dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.
2.        Sampai saat ini, integrated assessment belum banyak dikembangkan.
3.        Integrated assessment ini diharapkan dapat dipergunakan di sekolah tempat penelitian ini dilaksanakan.
Keterbatasan penelitian pengembangan integrated assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP ini adalah:
1.        Integrated assessment ini hanya ditinjau oleh teman sejawat, satu dosen pembimbing, satu dosen ahli materi, dan satu dosen ahli evaluasi untuk memberikan masukan.
2.        Uji validasi integrated assessment ini hanya dilakukan oleh lima orang guru IPA SMP di Sukoharjo.
3.        Integrated assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP ini diimplementasikan pada salah satu SMP di Sukoharjo.
4.        Penggunaan model pengembangan 4 D (define, design, develop and disseminate) tanpa disertai langkah disseminate atau penyebarluasan produk.












 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA


A.     Kajian Teori

1.      Ilmu IPA
a.      Definisi Ilmu IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: 212).
Hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu:
1.          Sikap yakni rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended.
2.          Proses yakni prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
3.          Produk yakni berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum.
4.          Aplikasi yakni penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru.
Kurikulum IPA tahun 2013 dinyatakan bahwa “Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah” (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: 213).

b.      Karakteristik Mata Pelajaran IPA
 Ilmu Pengatahuan Alam (sains) dapat ditinjau dan dipahami melalui hakikat sains. Beberapa saintis mencoba mendefinisikan sains sebagai berikut. Menurut Conant (1955), sains adalah bangunan atau deretan konsep dan skema konseptual (conceptual schemes) yang saling berhubungan sebagai hasil dari eksperimentasi dan observasi, yang berguna dan bernilai untuk eksperimentasi serta observasi selanjutnya. Menurut Bube dalam (Sumaji dkk, 1998: 161), sains adalah pengetahuan tentang alam yang diperoleh melalui interaksi dengannya, sedangkan menurut Dawson dalam Sumaji (dkk, 1998: 161), sains adalah aktivitas pemecahan masalah oleh manusia yang termotivasi oleh keingintahuan akan alam di sekelilingnya dan keinginan untuk memahami, menguasai, dan mengolahnya demi memenuhi kebutuhan.
Dua aspek yang penting dari sains menurut definisi-definisi tersebut adalah proses sains dan produk sains. Proses sains menurut Sund adalah eksperimen yang meliputi penemuan masalah dan perumusannya, perumusan hipotesis, merancang percobaan, melakukan pengukuran, manganalisis data, dan menarik kesimpulan, sementara produk sains menurut Dawson berupa bangunan sistematis pengetahuan (body of knowledge) sebagai hasil dari proses yang dilakukan oleh para saintis (Sumaji dkk, 1998: 161). Oleh karena itu, kedua hal tersebut perlu dijadikan pertimbangan oleh guru dalam memilih strategi mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan agar proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan efektif dan efisien..

c.       Pembelajaran IPA
Belajar pada dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Perubahan tingkah laku menurut Witherington meliputi perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman, dan apresiasi. Sedangkan yang dimaksud dengan pengalaman dalam proses belajar tidak lain adalah interaksi antara individu dengan lingkungannya (Nana Sudjana, 1989:5-6). Jadi, belajar tidak hanya meliputi perolehan ilmu pengetahuan, tetapi juga pengalaman dalam belajar. Bila terjadi proses belajar, maka bersama dengan itu terjadi pula proses mengajar. Menurut Oemar Hamalik (2003: 58), mengajar adalah aktivitas mengorganisasikan atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya sehingga menciptakan kesempatan bagi anak untuk melakukan proses belajar secara efektif. Usaha menciptakan belajar tersebut menjadi tanggung jawab guru. Menurut Nana Sudjana (1989: 7), mengajar berarti menyampaikan ilmu pengetahuan (bahan pelajaran) siswa atau anak didik.
Orlich (Sumaji dkk, 1998: 117), berpendapat suatu ciri pendidikan sains adalah bahwa sains lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta. Menurut Sund & Trowbridge, sains merupakan kumpulan pengetahuan dan juga kumpulan proses. Di dalam belajar, selain untuk memperoleh ilmu pengetahuan, siswa juga belajar memecahkan masalah dengan cara yang tepat.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran IPA merupakan serangkaian kegiatan belajar mengajar yang melibatkan guru IPA sebagai pengajar dan siswa sebagai peserta didik yang menuntut adanya perubahan dalam hal keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman, dan apresiasi, agar proses itu dapat berlangsung dengan efektif dan efisien. Dan karena para siswa dituntut untuk menguasai konsep-konsep IPA serta keterkaitannya, para guru IPA harus mempertimbangkan strategi pembelajaran yang sesuai untuk menunjang proses belajar mengajar tersebut. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA adalah penggunaan peta konsep. Hal ini dikarenakan dalam penggunaan peta konsep, siswa diarahkan untuk mempelajari dan memahami hubungan antar konsep dari materi yang diajarkan dengan terlebih dahulu mengkorelasikan konsep-konsep yang sudah ada pada siswa dengan konsep-konsep baru. Penggunaan peta konsep ini dapat membantu siswa menguasai konsep IPA sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.

2.      Assessment
 Griffin dan Nix dalam Endang Kurniawan & Endah Mutaqimah (2009: 3) mengatakan bahwa penilaian adalah suatu pernyataan yang didasarkan pada sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu. Menurut Reynolds, Livingston & Willson (1993) menyatakan bahwa penilaian atau assessment ialah beberapa prosesdur yang bersifat sistematis untuk mengumpulkan informasi dan digunakan dalam membuat kesimpulan mengenai karakteristik seseorang atau objek. Sedangkan menurut Anas Sudijono (2011: 4-5), penilaian berarti menilai sesuatu dan menilai berarti mengambil keputusan atas suatu hal yang berdasar akan baik atau buruk, pandai atau bodoh, dan lain sebagainya. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat diketahui bahwa penilaian dalam bidang pendidikan dapat diartikan sebagai semua aktifitas yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik untuk menilai diri mereka sendiri, yang memberikan informasi sebagai umpan balik untuk memodifikasi aktifitas belajar dan mengajar yang lebih baik.
Tes merupakan bagian dari suatu penilaian yang merupakan bentuk khusus dari penilaian tersebut. Dengan kata lain, bahwa semua tes adalah penilaian, sedangkan tidak semua penilaian berbentuk tes. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa proses penilaian adalah melakukan pengamatan yang bisa dilakukan dengan tes untuk mengumpulkan informasi tentang tujuan yang ingin dicapai.
Integrated assessment merupakan sebuah penilaian terintegrasi yang mengintegrasikan penilaian keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis. Dalam integrated assessment ini, setiap soal memiliki dua indikator yaitu indikator keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis. Integrated assessment dirancang sebagai upaya untuk mengukur keterampilan proses sains serta kemampuan berpikir kritis yang dimiliki peserta didik.

3.      Instrumen Penilaian
Menurut Sukardjo (2008: 9), instrumen penilaian hasil belajar disebut juga instrumen pengukuran atau instrumen evaluasi hasil belajar, instrumen penilaian dapat berbentuk soal (tes) untuk teknik ujian, yang dapat berbentuk soal uraian dan objektif, nonsoal (nontes) untuk teknik non-ujian, yang dapat berbentuk pedoman observasi, dan daftar cek atau skala lajuan, pedoman wawancara, lembar angket atau sikap, dan tugas untuk teknik penilaian alternatif.
Arifin (2009) mengatakan ada dua teknik penilaian, yakni teknik penilaian tes dan teknik penilaian nontes. Teknik tes adalah tes tertulis diberikan kepada seorang atau sekelompok murid pada waktu, tempat, dan untuk soal tertentu. Tes tertulis ada yang bersifat formal dan ada pula yang bersifat nonformal. Tes yang bersifat formal meliputi jumlah testi yang cukup besar yang diselenggarakan oleh suatu panitia resmi yang diangkat oleh pemerintah. Tes formal mempunyai tujuan yang lebih luas dan didasarkan atas standar tertentu yang berlaku umum. Sedangkan tes nonformal berlaku untuk tujuan tertentu dan lingkungan terbatas yang diselenggarakan langsung oleh pihak pelaksana dalam situasi setengah resmi tanpa melalui institusi resmi.

4.      Keterampilan Proses Sains
Menurut Rustaman (2003), keterampilan proses adalah keterampilan yang melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial. Keterampilan kognitif terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Keterampilan sosial juga terlibat dalam keterampilan proses karena mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan. Keterampilan proses perlu dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman langsung sebagai pengalaman belajar. Melalui pengalaman langsung, seseorang dapat labih menghayati proses atau kegiatan yang sedang dilakukan.
Keterampilan proses sains adalah perangkat kemampuan kompleks yang biasa digunakan oleh para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah ke dalam rangkaian proses pembelajaran. Menurut Dahar (1996), keterampilan proses sains adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. Keterampilan prose sains sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.
Menurut Dimyati (2006), kelebihan keterampilan proses sains adalah:
1.        Keterampilan proses sains dapat memberikan rangsangan ilmu pengetahuan, sehingga siswa dapat memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan dengan baik.
2.        Memberikan kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Hal ini menyebabkan siswa menjadi lebih aktif.
3.        Keterampilan proses sains membuat siswa menjadi belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus.
Keterampilan proses sendiri terdiri dari beberapa karakteristik sebagaimana disampaikan Funk (Dimyati, 2006: 140) keterampilan proses dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu keterampilan proses tingkat dasar (basic science process skill) dan keterampilan proses terpadu (integrated science process skill). Keterampilan proses tingkat dasar meliputi: mengobservasi, mengklarifikasi, memprediksi, mengukur, menginferensi, dan mengkomunikasikan. Keterampilan proses terpadu meliputi mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian, dan melaksanakan eksperimen.
Penjabaran keenam keterampilan proses dasar tersebut sebagai berikut:
a.    Observasi/pengamatan
Mengamati adalah keterampilan proses sains yang paling awal. Kita mengamati benda-benda dan peristiwa menggunakan semua panca indera kita, yang berarti kita belajar tentang dunia disekitar kita. Kemampuan untuk membuat pengamatan yang baik sangat penting untuk perkembangan keterampilan proses sains lainnya. Hal demikian senada dengan yang disampaikan Rezba (1995:3) bahwa: By observing we learn about the fantastic world around us. We observe objects and natural phenomena through our five sense: sight, smell, thouch, taste, and hearing. The information we gain leads to curiosity, question, interpretations about our environment, and further investigation. Ability to observe is the most basic skill in science and is essential to development of other science process skills such as inferring, communicating, predicting, measuring, and classifying.
Mengamati memiliki dua sifat utama, yakni sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Pengamatan kualitatif apabila dalam pelaksanaanya hanya menggunakan panca indera untuk memperoleh informasi. Pengamatan yang melibatkan angka atau kuantitas adalah pengamatan kuantitatif, misalnya: massa
b.  Pengelompokan/ klasifikasi
Mohammad Nur (2011, 15) mengartikan klasifikasi sebagai kegiatan mengorganisasikan benda-benda dan kejadian-kejadian ke dalam kelompok-kelompok sesuai dengan suatu sistem, atau ide pengorganisasian. Pengelompokan obyek atau peristiwa adalah cara memilah objek berdasarkan kesamaan, perbedaan, dan hubungan. Beberapa perilaku siswa dalam melakukan klasifikasi antara lain: 1) pengidentifikasian suatu sifat umum, dan 2) memilah-milahkan dengan menggunakan dua sifat atau lebih.
c.  Inferensi
Rezba (1995: 71) mengartikan penginferensian bahwa an inference is an explanation or interpretation of an observation. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa inferensi atau menyimpulkan merupakan penjelasan atau interpretasi dari hasil pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya. Beberpa perilaku yang dikerjakan siswa pada saat penginferensian antara lain: 1) mengaitkan pengamatan dengan pengalaman atau pengetahuan terdahulu, dan 2) mengajukan penjelasan-penjelasan untuk pengamatan-pengamatan.
d.  Prediksi
Membuat ramalan atau prediksi adalah membuat dugaan secara logis tentang hasil dari kejadian masa depan. Ramalan ini didasarkan pada pengamatan yang baik dan kesimpulan yang dibuat tentang kejadian kejadian yang diamati. Beberapa perilaku siswa dalam meramalkan antara lain: 1) Penggunaan data dan pengamatan yang sesuai, 2) penafsiran generalisaisi tentang pola-pola, dan 3) Pengujian kebenaran dari ramalan-ramalan yang sesuai.
e.  Pengukuran
Mengukur dapat diartikan sebagai kegiatan membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebuah informasi hasil pengukuran berisi dua bagian yaitu angka untuk memberitahu berapa banyak, dan nama satuan untuk memberitahu kita berapa banyak dengan dengan rujukan apa. Beberapa perilaku siswa dalam melakukan pengukuran antara lain: 1) pengukuran panjang, volume, massa, temepratur, dan waktu dalam satuan yang sesuai, serta 2) memilih alat dan satuan yang sesuai untuk tugas pengukuran tertentu tersebut.
f.  Komunikasi
Pengkomunikasian adalah mengatakan apa yang diketahui dengan ucapan kata-kata, tulisan, gambar, demonstrasi, atau grafik. Siswa harus berkomunikasi dalam rangka membagikan hasil pengamatan kepada orang lain, dan komunikasi harus jelas dan efektif agar orang lain dapat memahami informasi tersebut. Salah satu kunci untuk berkomunikasi efektif adalah dengan menggunakan rujukan (referensi). Beberapa perilaku yang dikerjakan siswa pada saat melakukan komunikasi antara lain: 1) pemaparan pengamatan atau dengan menggunakan perbendaharaan kata yang sesuai, 2) pengembangan grafik atau gambar untuk menyajikan pengamatan dan peragaan data, dan 3) perancangan poster atau diagram untuk menyajikan data untuk meyakinkan orang lain.

5.      Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir adalah suatu proses untuk mengolah pengetahuan yang kita terima melalui panca indera, dan ditujukan untuk mencapai suatu kebenaran. Menurut Halpen (1996) dalam Hadi (2009: 30) berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses berpikir tersebut dilalui setelah mengetahui dan menentukan tujuan, mengacu langsung kepada sasaran yang merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, menganalisis masalah, mengumpulkan berbagai kemungkinan, merumuskan kesimpulan apakah sudah sesuai dengan teori atau tidak.
Selanjutnya, Ennis (1985) dalam Santoso (2009: 34), mengidentifikasi 12 indikator berpikir kritis, yang dikelompokkannya dalam lima besar aktivitas diantaranya adalah:
1)        Memberikan penjelasan sederhana meliputi, memusatkan pertanyaan, menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan.
2)        Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan sumber yang relevan atau tidak dan mengamati, serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
3)        Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil deduksi, meninduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan.
4)        Memberikan penjelasan lebih lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-istilah dan mendefinisikan pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi.
5)        Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan berinteraksi dengan orang lain.
Indikator-indikator tersebut dalam prakteknya dapat menjadi suatu kesatuan yang padu membentuk sebuah kegiatan atau terpisah-pisah menjadi hanya beberapa indikator saja. Penemuan indikator keterampilan berpikir kritis dapat diungkapkan melalui aspek-aspek perilaku yang terungkap pada definisi berpikir kritis.
Untuk mengetahui kemampuan berpikir siswa, dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi sesuai dengan ranah kognitif menurut taksonomi Bloom. Para ahli penilaian membagi penilaian kognitif siswa menjadi enam unsur, yakni 1) mengingat (remembering), 2) memahami (understanding), 3) menerapkan (applying), 4) menganalisis (analyzing), 5) mengevaluasi (evaluating), dan 6) mengkreasi (creating) (Anderson and Krathwohl. 2001; 66).
Bagi Bloom, 1956 (dalam Filsaime, 2008) berpikir kritis memiliki arti yang sama dengan tingkat berpikir yang lebih tinggi, terutama menganalisis dan mengevaluasi (taksonomi Bloom pada versi lama).
1.          Menganalisis
Pada tingkat menganalisis, siswa dituntut mampu menganalisis informasi yang masuk dan menguraikan keterkaitan hubungan dari satu bagian ke bagian yang lain. Proses kategori kognitif yakni membedakan (differentiating), mengatur (organizing), dan melengkapi (attributing) (Anderson and Krathwohl. 2001: 79). Perbedaan terjadi ketika seorang siswa mampu membedakan informasi yang penting dengan informasi yang kurang relevan. Mengatur melibatkan pengidentifikasian elemen-elemen komunikasi atau situasi dan mengenali keterkaitan hubungan yang jelas.  Melengkapi terjadi ketika seorang siswa dapat mengetahui sudut pandang, bias, nilai, atau kebutuhan yang mendasari komunikasi (Anderson and Krathwohl. 2001: 82).
2.          Mengevaluasi
Menurut Anderson and Krathwohl (2001: 83) mengevaluasi adalah mendefinisikan sebagai pembuat keputusan yang didasarkan pada standar dan kriteria. Kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, keefektifan, keakuratan, dan kekonsistenan.
Menurut Screven dan Paul (1996) dan Angelo (1995) dalam Filsaime (2008: 56) memandang berpikir kritis sebagai proses disiplin cerdas dari konseptualisasi, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi aktif, dan berketerampilan yang dikumpulkan dari, observasi, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi sebagai sebuah penuntun menuju kepercayaan dan aksi.
Menurut Angelo (1995: 6) karakteristik berpikir kritis meliputi, menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menginferensi dan mengevaluasi.






 









Pembagian indikator berpikir kritis menurut Angelo dipandang sesuai dengan kemampuan berpikir seperti yang terdapat di dalam Taksonomi Bloom yang memiliki kesamaan yakni pada menganalisis, dan mengevaluasi.
Berdasarkan uraian di atas, indikator keterampilan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1)        K1: Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah
Siswa yang berpikir kritis akan mampu mengetahui masalah yang dihadapi, memahami penyebab dari masalah tersebut, dan mampu membangun konsep secara mandiri untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru (Walker, 2001) dalam Hadi (2009; 36).
Misal dalam menyelesaikan suatu kasus yang berkaitan dengan IPA. Siswa akan memahami dan mengetahui inti pokok permasalahan pada kasus tersebut, sehingga siswa dapat membuat pola-pola suatu konsep.
2)        K2: Keterampilan Menginferensi
Keterampilan menginferensi adalah keterampilan menjelaskan suatu pengamatan atau pernyataan. Inferensi dapat masuk akal (logis) atau tidak masuk akal. Inferensi masuk akal adalah inferensi yang dapat diterima atau dimengerti oleh orang yang mengetahui topik permasalahannya, sedangkan inferensi yang tidak masuk akal adalah membuat kesimpulan yang terlalu jauh dari bukti yang ada (Nur. 2011: 5).
Misal pada saat melakukan pengamatan yang berkaitan dengan IPA. Siswa akan membuat suatu kesimpulan sementara berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
3)        K3: Keterampilan Menganalisis
Menurut Filsaime (2008; 66) Analisis adalah mengidentifikasi hubungan-hubungan inferensial yang dimaksud dan aktual antara pernyataan-pernyataan, pertanyaan-pertanyaan, konsep-konsep, deskripsi-deskripsi atau bentuk representasi lainnya untuk mengekspresikan kepercayaan-kepercayaan, penilaian, pengalaman-pengalaman, alasan-alasan, informasi atau opini.
Keterampilan menganalisis adalah keterampilan mengidentifikasi persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan di antara dua pendekatan pada solusi sebuah masalah yang diberikan (Filsaime. 2008: 66).
Misal, setelah melakukan pengamatan yang berkaitan dengan IPA. Siswa mengidentifikasi suatu data yang telah diperoleh dari pengamatan menjadi bagian yang lebih terperinci.
4)        K4: Keterampilan Mensintesis
Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan menggabungkan atau menyusun kembali (reorganize) hal-hal yang spesifik agar dapat mengembangkan suatu struktur baru (Arikunto. 2013: 133). Keterampilan mensintesis adalah keterampilan membuat suatu pernyataan dari apa yang telah dipelajari dari suatu percobaan atau pengamatan.
Misal, setelah melakukan pengamatan yang berkaitan dengan IPA. Siswa membuat suatu kesimpulan secara umum dengan cara mengkaitkan pengamatan yang telah dilakukan dengan informasi yang telah diperoleh menjadi suatu ide-ide baru.
5)        K5: Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai
Keterampilan mengevaluasi adalah keterampilan yang memberikan suatu keputusan tentang nilai yang diukur dengan menggunakan kriteria yang ada. Pada tahap ini siswa mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif dalam menilai suatu fakta atau konsep. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu (Harjasujana, 1987: 44) dalam Hadi (2009; 37).
Misal, terdapat sebuah kasus berkaitan IPA. Siswa mampu memberikan keputusan terhadap kasus tersebut berdasarkan kriteria-kriteria atau standar tertentu.
Tabel 2.1  Tabel Komponen Indikator Kemampuan Berpikir Kritis dengan Keterampilan Proses Sains
No
Kemampuan Berpikir Kritis
Keterampilan Proses Sains
1
Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah
·   Merumuskan masalah
·   Menguji hipotesis
2
Keterampilan menginferensi
·   Membuat kesimpulan sementara
3
Keterampilan menganalisis
·   Menganalisis data hasil pengamatan
4
Keterampilan mensintesis
·   Menyimpulkan
5
Keterampilan mengevaluasi atau menilai
·   Menerapkan konsep


B.     Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain:
1.        Penelitian yang telah dilakukan oleh Reni et al (2013) yang berjudul “Pengembangan Integrated Assessment untuk Mengukur Penguasaan Materi Ajar Listrik Magnet dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA”. Penelitian ini juga mengembangkan perangkat penilaian terintegrasi yang mengukur penguasaan materi ajar listrik magnet dan keterampilan proses sains siswa SMA. Hasil penelitian ini antara lain sebagai berikut.
a.     Instrumen integrated assessment yang disusun dan dikembangkan memilikikarakteristik soal berupa pilihan ganda disertai alasan memilih jawaban dan setiap soal memiliki indikator penguasaan materi dan indikator keterampilan proses sains. Instrumen integrated assessment yang dihasilkan terdiri dari kisi-kisi penyusunan soal, soal sebanyak 28 butir soal, dan kunci jawaban soal beserta rubriknya. 
b.    Sesuai dengan hasil validasi, instrumen integrated assessment yang dihasilkan layak untuk mengukur penguasaan materi ajar listrik magnet dan keterampilan proses sains siswa SMA. 
c.     Tingkat keterpakaian integrated assessment untuk mengukur penguasaan materi ajar listrik magnet dan keterampilan proses siswa SMA pada materi listrik magnet adalah sebesar 84,5% dengan interpretasi sangat baik.
2.        Penelitian yang telah dilakukan oleh Emi Rofifah (2013) yang berjudul “Penyusunan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika pada Siswa SMP”. Penelitian ini memiliki kesamaan karena mengembangkan instrumen kemampuan berpikir analitis yang termasuk dalam kategori kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Berdasarkan penyusunan instrumen tes kemampuan tingkat tinggi Fisika pada siswa SMP yang telah dilakukan, dapat disimpulkan instrumen tes yang disusun memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.       Aspek kemampuan berpikir kritis terdiri dari 6 indikator yaitu siswa mampu mengajukan pertanyaan, merevisi konsep yang salah, merencanakan strategi, mengevaluasi keputusan, mengkritik suatu pernyataan, dan mampu mengevaluasi keputusan. 
b.    Aspek kemampuan berpikir kreatif terdiri dari 12 indikator yaitu siswa mampu memformulasikan persamaan, membangun keterkaitan antarkonsep, mengusulkan ide baru, menyusun hubungan konsep-konsep dalam bentuk  skema, menggambarkan ide, berani bereksperimen, mengorganisasi konsep, menghasilkan sesuatu yang baru, mendesain percobaan, memodifikasi konsep dengan hal-hal yang baru, mampu menggabungkan konsep yang koheren, dan mampu mengubah persamaan. 
c.     Aspek kemampuan pemecahan masalah terdiri dari 11 indikator yaitu siswa mampu mengidentifikasi masalah, menyatakan hubungan sebab-akibat, mampu menerapkan konsep yang sesuai dengan masalah, memiliki rasa ingin tahu, mampu membuat chart atau gambar untuk menyelesaikan sebuah masalah, menjelaskan beberapa kemungkinan sebagai solusi, berpikiran terbuka, membuat keputusan, mampu bekerja secara teliti, berani berspekulasi serta mampu merefleksi keefektifan proses pemecahan masalah.
d.    Berdasarkan  analisis tingkat kesukaran, daya beda dan efektifitas distraktor pada paket tes A diperoleh hasil akhir  20% item diterima, 73% item direvisi serta 7% item ditolak. Pada paket tes B diperoleh hasil akhir 20% item diterima, 80% item direvisi, dan tidak ada item yang ditolak.

C.    Kerangka Berpikir

Penilaian yang dilakukan oleh mayoritas guru IPA SMP Negeri 1 Weru di kabupaten Sukoharjo belum memadukan ketrampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis. Penilaian pada peserta didik selama ini hanya didasarkan pada kemampuan kognitifnya saja, tanpa memperhatikan keterampilan proses dan kemampuan berpikir kritis secara mendalam.
Berdasarkan uraian tersebut, perlu dikembangkan integrated assessment yang dapat digunakan dalam penilaian keterampilan proses dan kemampuan berpikir kriitis peserta didik secara mendalam. Bentuk instrument penilaian ini dikembangkan berupa soal pilihan ganda yang disertai alasan. Integrated assessment ini dapat digunakan untuk penilaian keterampilan proses dan kemampuan berpikir kritis peserta didik secara mendalam karena butir soalnya dikembangkan dari indikator ketercapaian KI dan KD. Pada setiap butir soal, memiliki unsur terintegrasi antara keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis yang akan diukur.
Keterampilan proses sains yang akan diukur meliputi keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses sains terintegrasi. Pembuatan tiap butir soal mengacu pada jenis-jenis keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis yang dibuat dalam bentuk pertanyaan berupa kumpulan fakta, fenomena alam, permasalahan, dan prosedur ilmiah. Penyajian butir soal dapat berupa pertanyaan kata-kata, gambar, tabel, maupun grafik yang mencerminkan integrasi antara keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis. Pembuatan butir soal mengacu pada kriteria pembuatan soal yang baik, yaitu valid, reliabel, dan dapat ditentukan pula daya beda dan taraf kesukarannya. Diharapkan dengan adanya penilaian ini dapat mengukur ketercapaian keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis dalam kehidupan sehari-hari siswa.

D.    Pertanyaan Penelitian

1.        Seberapa perlu pengembangan integrated assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir krlitis siswa SMP?
2.        Seberapa tinggi tingkat kelayakan integrated assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP ditinjau dari hasil validasi pakar (ahli)?
3.        Seberapa tinggi tingkat validitas empiris integrated assessment dapat digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMP?




























BAB III

METODE PENELITIAN


A.       Model Pengembangan

Penelitian yang berjudul pengembangan integrated assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis ini merupakan Research and Development (R&D) yang diawali dengan need assessment terlebih dahulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan instrument penilaian IPA secara terintegrasi yang dapat mengukur ketercapaian keterampilan proses dan kemampuan berpikir kritis untuk siswa SMP. Bentuk dari integrated assessment ini berupa butir soal pilihan ganda. Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pengembangan 4-D yang dikemukakan oleh Thiagarajan (1974), yaitu define, design, develop, and disseminate (Arifin, 2012: 128).

B.       Prosedur Pengembangan

Penelitian ini merupakan Research and Development (R&D) yang menggunakan model pengembangan 4-D. Tujuan dari peneilitian ini adalah mengembangkan instrument penilaian IPA secara terintegrasi yang dapat mengukur ketercapaian keterampilan proses dan kemampuan berpikir kritis untuk siswa SMP.
Adapun prosedur pengembangan integrated assessment ini meliputi empat tahap, yaitu (Arifin, 2012: 128):
1.      Define, yaitu tahap studi pendahuluan secara teoritik dan empirik. Pada Tahapan ini dilakukan pemilihan dan penentuan produk yang akan dikembangkan, yaitu integrated assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis. Kemudian dilakukan analisis kebutuhan dengan membagikan angket kepada guru-guru di 5 SMP. Selanjutnya dilakukan analisis pada kompetensi inti dan kompetensi dasar yang akan dikembangkan.
2.      Design, yaitu tahap perancangan model dan prosedur pengembangan. Pada tahapan ini dilakukan perancangan integrated assessment. Rancangan tersebut meliputi format kriteria intrumen penilaian, pengumpulan referensi materi, dan desain awal dari integrated assessment.
3.      Develop, yaitu tahap pengembangan. Setelah rancangan integrated assessment dibuat, dilakukan beberapa tahap validasi oleh tim penilai, yang meliputi validasi oleh peer reviewer (teman sejawat), ahli materi, ahli evaluasi, dan guru sebagai pelaksana pembelajaran.
4.      Disseminate, yaitu tahap penyebarluasan. Pada tahapan ini dilakukan penyebarluasan produk hasil akhir pengembangan ke seluruh populasi. Tahapan ini merupakan bagian dari jangka panjang penelitian pengembangan ini, sehingga tidak dilakukan.

C.       Desain Uji Coba Produk

1.      Desain Uji Coba

Pada penelitian ini dilakukan uji coba produk yang dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu:
a.       Telaah butir soal
Telaah butir soal dilakukan oleh ahli dalam bidang IPA dan ahli dalam evaluasi. Telaah butir soal merupakan proses menentukan validitas tes berdasarkan materi/isi, konstruksi, dan bahasa. Hasil dari perbaikan pada tahap ini akan diujikan pada peserta didik kelas VII SMP yang telah ditentukan.
b.      Uji Prapenelitian
Uji prapenelitian adalah suatu uji yang dikenakan kepada sekelompok kecil sampel pada situasi yang sebenarnya. Uji dilakukan dengan memberikan perangkat integrated assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa. Setelah dilakukan uji, kemudian dilakukan analisis terhadap lembar jawaban peserta didik. Analisis jawaban pilihan ganda menggunakan program ITEMAN 3.00, penggunaan program iteman dikarenakan sampel yang digunakan sedikit. Butir soal yang baik pada tahap ini akan diujikan kembali pada uji berikutnya, sedangkan butir soal yang kurang baik dilakukan perbaikan dan butir soal yang buruk akan dihilangkan. Setelah itu diujicobakan dengan jumlah subjek uji coba yang lebih banyak.
c.       Uji Penelitian
Uji penelitian adalah suatu uji yang dilakukan pada sampel yang lebih banyak dari sebelumnya. Uji dilakukan dengan memberikan soal integrated assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa yang telah direvisi. Setelah dilakukan uji, kemudian dilakukan analisis terhadap lembar jawaban peserta didik. Analisis jawaban pilihan ganda menggunakan program BILOG-MG 3.0. Penggunaan program BILOG dikarenakan sampel yang digunakan banyak. Butir soal yang baik pada tahap ini akan disimpan, sedangkan butir soal yang kurang baik dilakukan perbaikan dan butir soal yang buruk akan dihilangkan.
Dalam pelaksanan penelitian dalam tahap uji penelitian, guru memegang peran penting. Guru yang mengajarkan konsep keterampilan proses sains sekaligus kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran IPA. Selain itu, guru yang bersangkutan pula yang melakukan uji instrument terhadap sampel. Hal ini dilakukan karena untuk menjaga kemurnian data hasil penelitian, sehingga harapannya hasil yang didapatkan lebih valid.

2.      Subjek Coba

Subjek penelitian dari integrated assessment ini adalah peserta didik SMP di Sukoharjo. Peserta didik yang dijadikan subyek penelitian merupakan siswa kelas VII yang diambil menggunakan teknik purposive sampling dari keseluruhan sekolah menengah pertama di Sukoharjo. Sekolah yang diambil menggunakan teknik samping ini adalah sekolah yang sudah menjalankan proses pembelajaran menggunakan kurikulum 2013 dan dalam pembelajaran IPA menerapkan konsep keterampilan proses sains. Distribusi subyek penelitian yang digunakan dapat dilihat dalam Tabel 1.


Tabel 1. Distribusi Subjek Penelitian
No.
SMA
Jumlah Peserta Didik
1
SMP N A
V
2
SMP N B
W
3
SMP N C
X
4
SMP N D
Y
5
SMP N E
Z
Jumlah
XXX

3.      Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Penelitian ini menghasilkan data berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif dalam penelitian ini mengenai produk instrument penilaian terintegrasi yang didapat dari peer reviewer, ahli materi, ahli evaluasi, dan guru sebagai pelaksana pembelajaran. Selain itu, data kualitatif juga diperoleh dari uji coba instrument penilaian terintegrasi pada peserta didik. Kemudian hasil data kualitatif dibuat dalam bentuk angka (scoring) sehingga menjadi data kuantitatif yang digunakan dalam analisis data. Sedangkan data kuantitatif pada penelitian ini didapatkan dari uji coba terbatas dan uji coba lapangan pada intrumen penilaian terintegrasi ini.
Instrumen yang digunakan untuk menilai produk pada penelitian ini dalam bentuk angket. Angket tersebut berfungsi sebagai penilaian, komentar, dan masukan terhadap produk penelitian yang telah dikembangkan yang diberikan kepada peer reviewer, ahli materi, ahli evaluasi, dan guru. Sedangkan untuk peserta didik diberikan tes uji coba terhadap produk instrument penilaian terintegrasi yang telah dikembangkan.
Angket kualitas ini digunakan untuk mengevaluasi dan memvalidasi kualitas instrument penilaian terintegrasi yang telah dikembangkan dari aspek materi dan evaluasi. Angket kualitas Produk ini dikembangkan berdasarkan indikator kualitas angket yang diadaptasi dari penelitian relevan dan pendapat ahli.
Berdasarkan angket kualitas yang didapat dari penelitian relevan, disusunlah kisi-kisi angket kualitas yang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1.
Kisi-kisi Angket Kualitas Instrumen Penilaian Terintegrasi
No.
Aspek yang ditelaah
Kriteria Penelaah
1.
Materi
Sesuai dengan indikator yang hendak diukur
Kunci jawaban dari setiap butir soal sudah benar
Pengecoh dari setiap butir soal sudah logis dan berfungsi
2
Konstruksi
Pokok soal dirumuskan dengan singkat, jelas, dan tegas
Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban merupakan pernyataan yang diperlukan saja
Pokok soal tidak memberi petunjuk kunci jawaban
Pokok soal bebas dari pernyataan yang bersifat negative berganda
Gambar, grafik, table, diagram atau sejenisnya jelas dan berfungsi
Panjang pilihan jawaban relatif sama
Pilihan jawaban tidak menggunakan pernyataan “semua jawaban di atas salah/benar” dan sejenisnya
Pilihan jawaban yang berbentuk angka/waktu disusun berdasarkan urutan besar kecilnya angka dan kronologisnya
Butir soal tidak bergantung pada jawaban soal sebelumnya
3
Bahasa
Menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
Menggunakan bahasa yang komunikatif
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu
Pilihan jawaban tidak mengulang kata/kelompok kata yang sama, kecuali merupakan satu kesatuan pengertian

Berdasarkan kisi-kisi tersebut, dikembangkan butir soal angket kualitas yang sesuai dengan instrument penilaian terintegrasi yang telah dikembangkan. Agar angket kualitas tersebut memenuhi kaidah penilaian yang tepat, maka dikonsultasikan kepada dosen ahli materi dan dosen ahli evaluasi.

4.      Teknik Analisis Data

a.    Analisis Kualitatif
Hasil penilaian kualitas perangkat integrated assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis oleh guru IPA SMP yang berupa huruf diubah menjadi nilai kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1)        Hasil penilaian dari 5 orang guru IPA dan xxx peserta didik SMP sebagai reviewer yang masih dalam bentuk huruf diubah menjadi skor dengan ketentuan berikut (Sugiyono, 2009).
Tabel 3.1.
Aturan pemberian skor
Keterangan
Skor
SK (sangat kurang)
1
K (kurang)
2
C (cukup)
3
B (baik)
4
SB (sangat baik)
5
Tabulasi semua data yang diperoleh untuk setiap komponen, subkomponen dari butir penilaian yang tersedia dalam instrumen penilaian.
2)        Setelah data terkumpul dari 5 orang guru IPA dan xxx peserta didik SMP/MTs sebagai reviewer, kemudian menghitung skor rata-rata setiap subbab kriteria dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Keterangan:  
            = skor rata-rata
                            ΣX   = jumlah skor
 n              = jumlah penilai
3)        Mengubah skor rata-rata yang berupa data kuantitatif dari setiap subbab menjadi nilai kualitatif sesuai dengan kriteria kategori penilaian ideal. Adapun acuan pengubahan skor menjadi skala lima tersebut menurut Sukardjo (2010: 100) adalah sebagai berikut.
Tabel 2
Konversi skor aktual menjadi nilai skala 5
No
Rentang skor (i)
Nilai
Kategori
1.
X >+ 1,80 Sbi
A
Sangat baik
2.
 + 0,60 SBi<X + 1,80 SBi
B
Baik
3.
– 0,60 SBi<X + 0,60 SBi
C
Cukup baik
4.
– 1,80 SBi<X  – 0,60 SBi
D
Kurang baik
5.
X  – 1,80 Sbi
E
Sangat Kurang baik
Keterangan:
X       = skor aktual (skor yang dicapai)
       = rerata skor ideal
          = (1/2) (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal)
SBi    = simpangan baku skor ideal
          = (1/2) (1/3)  (skor tertinggi ideal - skor terendah ideal)
Skor tertinggi ideal           =  Σ butir kriteria × skor tertinggi
Skor terendah ideal          =  Σ butir kriteria × skor terendah
4)        Menghitung nilai keseluruhan integrated assessment untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis dengan menghitung skor rata-rata seluruh kriteria penilaian, kemudian diubah menjadi nilai kualitatif sesuai dengan kriteria kategori penilaian ideal dalam Tabel 2 di atas.
b.   Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif atau sering disebut validitas empiris (empirical validity) adalah penelaahan butir soal berdasarkan pada karakteristik internal tes melalui data yang diperoleh secara empiris. Karakteristik internal yang dimaksud meliputi validitas soal, reliabilitas soal, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan keberfungsian pengecoh. Analisis kuantitatif ini dilakukan setelah soal diujikan.




























DAFTAR PUSTAKA

Amanah Ayu Pratama, Sudirman, dan Nely Andriani. 2014. Studi Keterampilan Proses Sains Pada Pembelajaran Fisika Materi Getaran Dan Gelombang Di Kelas VIII SMP Negeri 18 Palembang. Palembang: FKIP Unsri

Anas Sudijono. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Anderson Lorin W, dan David R. Krathwohl. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing. New York.

Angelo, T. A. 1995. Beginning the dialogue: Thoughts on promoting critical thinking: Classroom assessment for critical thinking. Teaching of Psychology, 22(1), 6-7.

Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran (Prinsip, Teknik, Prosedur). Bandung : Remaja Rosdakarya Offset.

Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.

Conant, James B. 1955. On Understanding Science (An Historical Approach). The New American Library.

Dahar, R.W. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dimyati, R.W. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Endang Kurniawan & Endah Mutaqimah. (2009). Penilaian. Jakarta: Depdiknas.

Filsaime, Dennis K. 2008. Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Buku Guru Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Mohammad Nur. 2011. Modul Keterampilan-keterampilan Proses Sains.  Surabaya: PSMS UNS.

Oemar Hamalik. 2003. Proses belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Reni, et.al, (2013). Pengembangan Integrated Assessment untuk Mengukur Penguasaan Materi Ajar Listrik Magnet dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA.

Reynolds, C.R., Livingston, R. B., & willson, V. (1999). Measurement and assessment in education (2nd ed.). USA: Pearson.

Rezba, R.J., Sparague, C.S., Fiel, R.L., Funk,H.J., Okey, J.R., & Jaus, H.H. 1995. Learning and Assessing Science Process Skills. 3rd ed. Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company

Rustaman, N.Y. 2003. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FMFISIKA UPI.

Santoso, Hadi. 2009. Pengaruh Penggunaan Laboratorium Riil dan Laboratorium Virtuil pada Pembelajaran Fisika Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Belajar Mengajar . Bandung: Sinar Baru.

Sumaji, Soehakso, Mangun Wijaya, dkk. 1998. Pendidikan Sains yang Humanistis. Yogyakarta: Kanisus.







Pengembangan Kompetensi Fitur Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah di Platform Merdeka Mengajar

  Pada tanggal 19 Desember 2023 GTK Kemdikbudristek telah merilis Fitur Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah di Platform Merdeka Meng...