I.
Tujuan Percobaan
1.
Mahaiswa
mengetahui prinsip kerja AAS
2.
Mahasiswa
dapat melakukan preparasi sampel logam untuk analisis dengan AAS
3.
Mahasiswa
dapat menentukan kandungan Fe dalam sampel air
II.
Dasar Teori
Elektron-elektron
pada tingkat energi dasar dalam suatu atom dapat mengalami eksitasi ke tingkat
energi yang lebih tinggi (eksitasi) dengan menyerap energi yang sesuai
perbedaan tingkat energi elektron dari tiap atom adalah khas. Besarnya nilai
absorbansi suatu energi sinar oleh atom sebanding dengan jumlah atom yang ada
seperti yang diberikan oleh persamaan Lambert-Beer :
Log I/Io = A = έ.b.c
Keterangan
:
Io = Intensitas sumber sinar awal
sebelum melewati sampel
I =
Intensitas sinar yang diteruskan setelah melewati sampel
έ =
absorptivitas
molar
b = tebal medium penyerap (kuvet)
c = konsentrasi sampel
A =
absorbansi sampel
Pada analisis dengan metode AAS, sampel yang dianalisis
harus dalam bentuk atom-atom netral yang masih berada pada keadaan grounstate.
Atom-atom tersebut harus terdispersi sedemikian rupa tepat pada berkas/lintasan
sinar lampu katode cekung. Pembentukan atom dilakukan dengan mengabutkan larutan
dengan nebulizer dan memanaskannya dengan nyala api. Jenis dan komposisi gas
pembakar akan menentukan suhu yang dihasilkan. Untuk beberapa senyawa
dibutuhkan metode lain untuk membuat atom, seperti dengan hibrida maupun graphit furnace.
Analisis dapat dilakukan dengan 2 metode :
1.
Metode standard kalibrasi
2.
Metode standard adisi
III.
Alat dan
Bahan
1.
Spektrofotometer
AAS
2.
Lampu (Hollow
Cathode Lamp) untuk unsur Fe
3.
Botol kaca
volume 25 ml 6 buah
4.
Labu ukur 25
ml 2 buah
5.
Pipet ukur 1
ml 1 buah
6.
Pipet ukur 5
ml 1 buah
7.
Beaker glass
100 ml 1 buah
8.
Drugball 1
buah
9.
Pipet tetes 1
buah
10. Larutan standar Fe 10 ppm
11. Akuades
12. Sampel
13. Larutan pengencer HNO3 0,05 M :
larutkan 3,5 mL HNO3 pekat ke dalam 1000 mL air bebas mineral dalam
gelas piala.
IV.
Prosedur Kerja
1.
Persiapan alat AAS
Alat
AAS perlu dihidupkan terlebih dahulu dan dibiarkan selama 15 menit sebelum
digunakan untuk analisa agar listrik stabil
2.
Persiapan sampel
a.
Persiapan Contoh Uji besi terlarut
Siapkan contoh uji
yang telah disaring dengan membrane berpori 0,45 µm dan diawetkan. Contoh uji
siap diukur.
b.
Persiapan Contoh Uji besi total
Siapkan contoh uji
untuk pengujian besi total, dengan tahapan sebagai berikut :
1)
Homogenkan
contoh uji, pipet 50 mL contoh uji dan dimasukkan ke dalam gelas piala 100 mL
atau Erlenmeyer 100 mL;
2)
Tambahkan 5
mL asam nitrat, bila menggunakan gelas piala, tutup dengan kaca arloji dan bila
dengan Erlenmeyer gunakan corong sebagai penutup;
3)
Panaskan
perlahan-lahan sampai sisa volumenya 15-20 mL;
4)
Jika
destruksi belum sempurna (tidak jernih), maka tambahkan lagi 5 mL HNO3
pekat, kemudian tutup gelas piala dengan kaca arloji atau tutup erlenmeyer
dengan corong dan panaskan lagi (tidak mendidih). Lakukan proses ini berulang
sampai semua logam larut, yang terlihat dari warna endapan dalam contoh uji
menjadi agak putih atau menjadi jernih;
5)
Bilas kaca
arloji dan masukkan air bilasan ke dalam gelas piala;
6)
Pindahkan
contoh uji ke dalam labu ukur 50 mL (saring bila perlu) dan tambahkan air bebas
mineral sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan;
7)
Contoh uji
siap diukur absorbansinya.
3.
Pembuatan larutan standar dan pengukuran sampel
Buat
deret larutan standar Fe 0 ; 0,2 ; 0,4 ; 0,8 ; 1 dan 2 ppm menggunakan labu
ukur 25 mL dengan cara mengencerkan larutan Fe 10 ppm dengan larutan pengencer.
Ukur absorbansi masing-masing larutan standar catat dan buat kurva kalibrasi
antara absorbansi dengan konsentrasi Fe. Ukur juga absorbansi sampel (absorban
sampel harus berada pada pada rentang kurva kalibrasi standar). Hitung
konsentrasi Fe dalam sampel.
V.
Data Percobaan dan Pembahasan
Data Percobaan :
Data
Analisis dari Spektrofotometer AAS Larutan Standar:
Larutan
|
Konsentrasi (C)
|
Absorbansi (A)
|
1
|
0,01 ppm
|
0,0015
|
2
|
0,02 ppm
|
0,0063
|
3
|
0,05 ppm
|
0,0161
|
4
|
0,10 ppm
|
0,0329
|
5
|
0,20 ppm
|
0,0449
|
Gambar.
Foto Larutan Standar :
Data Analisis dari Spektrofotometer
AAS Larutan Sampel :
Stasiun
|
Konsentrasi (C)
|
Absorbansi (A)
|
I
|
1,0489 ppm
|
0,0226
|
II
|
1,0364 ppm
|
0,0328
|
III
|
1,0029 ppm
|
0,0325
|
IV
|
1,0127 ppm
|
0,0319
|
Pembahasan
Larutan Standar
Analisis dengan metode standard
kalibrasi Fe dengan Hukum Lambert Beer
Tabel larutan standar
Absorbansi (A)
|
Tebal kuvet (b)
|
Konsentrasi (C)
|
Absortivity molar (
|
Slope (k)
|
0,0015
|
1 cm
|
0,01 ppm
|
0.150
|
0.150
|
0,0063
|
1 cm
|
0,02 ppm
|
0,315
|
0,315
|
0,0161
|
1 cm
|
0,05 ppm
|
0,322
|
0,322
|
0,0329
|
1 cm
|
0,10 ppm
|
0,329
|
0,329
|
0,0449
|
1 cm
|
0,20 ppm
|
0,225
|
0,225
|
Rata-rata
|
0,268
|
0,268
|
Grafik Larutan Standar dioalah
Microsoft Excel
Diperoleh persamaan :
y
= 0,2275x + 0,0031
di mana : m = 0,2275
R2
= 0,9377
R
= 0,9683
Dari 2 perhitungan
tersebut diperoleh
m = 0,2275
έ = 0,2680
karena nilai m
mendekati nilai έ, berarti ada hubungan antara hukum Lambert Beer dengan metode
grafik.
Larutan Sampel
Perhitungan kadar Fe
masing-masing stasiun :
Persamaan : y = 0,2275x + 0,0031
y = mx +c
m = 0,2275
c = 0,0031
untuk mencari kadar
Fe masing-masing stasiun :
x = (y – c)/m
Stasiun
|
Absorban (y)
|
Slope (m)
|
Konstanta (c)
|
Kadar Fe
(x)
|
I
|
0,0328
|
0,2275
|
0,0031
|
0,0297
|
II
|
0,0325
|
0,2275
|
0,0031
|
0,0294
|
III
|
0,0317
|
0,2275
|
0,0031
|
0,0286
|
IV
|
0,0319
|
0,2275
|
0,0031
|
0,0288
|
Baku mutu kadar Fe = 0,3 mg/L
(berdasarkan lampiran PP No. 82 tahun 2001)
Diagram batang kadar Fe dengan absorban masing-masing stasiun
Yang diolah dengan Microsoft Excel adalah sebagai berikut
Dari keempat stasiun yang memiliki kadar
Fe paling banyak pada stasiun I disusul stasiun II, lalu stasiun IV dan stasiun
III.
Stasiun I memiliki
kadar Fe paling banyak karena masih berada di luar rawa dan berada di aliran
sungai yang masuk ke rawa (inlet). Di aliran sungai dimungkinkan ada
bahan-bahan pencemar yang larut dalam air sungai baik yang organik maupun
anorganik yang cukup banyak baik dari limbah rumah tangga atau lainnya.
Sedangkan pada stasiun II dan III yang berada di badan rawa memiliki penurunan kadar
Fe karena dimungkinkan karena banyaknya
tanaman enceng gondok dan vegetasi lain yang menyerap bahan-bahan tercemar,
sehingga tanaman-tanaman di sini berperan sebagai fitoremediasi. Penyebab lain menurunnya kadar Fe yang umum yaitu air teroksidasi. Air terjadi banyak kontak dengan udara (aerasi). sehingga air Rowo Jombor kadar
Fe turun,
maka layak juga untuk
dikonsumsi.
Sedangkan di stasiun
IV (outlet) agak bertambah kadar Fe nya dimungkinkan karena sebelum air keluar
ada penambahan bahan-bahan pencemar rumah tangga atau yang lain sebelum keluar,
meskipun sebagian besar terserap juga oleh tanaman enceng gondok.
Meskipun demikian jika
dibandingkan dengan baku mutu Fe dalam lampiran PP No. 82 tahun 2001 sebesar 0,3
mg/L, maka dapat dikatakan air Rowo Jombor masih memilki kualitas air yang
baik, karena kadar Fe masih jauh di bawah batas dalam baku mutu Fe tersebut.
Jika dibandingkan
dengan standar peraturan menteri kesehatan tentang kadar maksimal kandungan Fe
dalam air konsumsi juga tidak berbeda yakni 0,3 mg/L. Kadar maksimal kandungan Fe (ferum/zat besi)
pada air minum, menurut persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No 416/Menkes/Per/IX/1990, maksimal 0,3 mg per liter. Zat besi (Fe)
adalah salah satu kandungan mineral yang terdapat dalam air. Kadar Fe dalam
jumlah sedikit memang diperlukan oleh tubuh untuk pembentukan sel darah merah. Tetapi, kalau terlalu tinggi dapat
berdampak buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan, seperti munculnya warna
coklat pada air. Fe2+ dapat larut, sehingga berapapun tidak akan
menimbulkan kekeruhan. Tapi, kalau sudah kontak dengan udara akan terjadi
oksidasi menjadi Fe3+. Endapannya akan menimbulkan warna
kekuning-kuningan pada air.
Jika air
yang dikonsumsi manusia mempunyai kadar Fe berlebihan, bisa menimbulkan
kerusakan pada syaraf, gangguan pada ginjal dan lain sebagainya.
Air pada Rowo Jombor juga tidak menunjukkan warna kecoklatan, jadi kadar Fe
nya tergolong rendah.
Beban pencemaran kadar
Fe untuk stasiun I dan IV :
Dari data debit air stasiun I dan IV
Titik
Sampel
|
Luas penampang (A)
|
Kecepatan aliran air (V)
|
Debit air (Q)
|
Inlet (I)
|
1,6110 m2
|
0,1818 m/s
|
0,2929 m3/s
|
Outlet (IV)
|
1,5255 m2
|
0,2262 m/s
|
0,3451 m/s
|
Dan konsentrasi Fe di stasiun I dan IV :
0,0297 mg/L dan 0,0288 mg/L
Beban pencemaran = Debit x kadar Fe
Inlet (I) Beban pencemaran = 0,2929 x 0,0297 = 0,0087
mg/detik
Outlet (IV) Beban pencemaran
= 0,3451 x 0,0288 = 0,0099 mg/detik
Diagram batang
antara debit air dengan stasiun I (inlet) dan stasiun IV (outlet) diolah dengan
microsoft excell
Dari diagram
tersebut nampak baik pada stasiun I dan stasiun IV ada perbedaan yang jauh
antara debit air dengan beban pencemaran Fe, dengan demikian air Rowo Jombor
ditinjau dari sini juga masih mempunyai kualitas yang baik.
VI.
Kesimpulan
1. Kandungan Fe stasiun I = 0,0297 mg/L, stasiun II =
0,0294 mg/L, stasiun III = 0,0284 mg/L dan stasiun IV = 0,0288 mg/L masih
dibawah baku mutu Fe sebesar 0,3 mg/L. Sehingga kualitas air Rowo Jombor masih
tergolong baik.
2. Beban pencemaran di stasiun I (inlet) dan stasiun
IV (outlet) sebesar 0,0087 mg/detik dan 0,0099 mg/detik. Sehingga beban
pencemaran masih tergolong rendah, jadi kualitas air Rowo Jombor masih
tergolong baik
Daftar Putaka
Arum Darastha
Nilna Putri, Yudhi Utomo dan Irma K. Kusumaningrum. Analis Kandungan Besi di Badan Air dan Sedimen Sungai Surabaya.
Jurusan Kimia FMIPA UNM Malang
https://nabilaamandasari.wordpress.com/2012/06/14/analisa-kadar-fe-pada-sampel-air-sumur-metode-aas/ 14 Juni 2012.
Lambock V
Nahattans (Deputi Sek Kab Bidang Hukum dan Undang-undang). 2001. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air. Lampiran PP No. 82 Tahun 2001 Tanggal 14 Desember 2001,
Jakarta.
Tri Martini dan
Retno Hartati. 2015. Petunjuk Praktikum IPA
Terpadu. Sub Lab Kimia UPT Lab Pusat MIPA UNS Surakarta.
Lampiran