ABSTRAK
Siti Margiyati, S.Pd. NIP.197312082000032003. PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING BAGI
PESERTA DIDIK KELAS VIII-D SMP NEGERI 1 WERU SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 2016/2017. Penelitian Tindakan
Kelas. Juni. 2017.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) meningkatkan aktivitas belajar
peserta didik dalam pembelajaran
IPA; 2) meningkatkan hasil
belajar peserta
didik
dalam pembelajaran IPA; dan 3) meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran IPA bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo Semester 2 tahun 2016/2017 melalui penerapan metode inkuiri terbimbing.
Jenis penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas. Penelitian dilaksanakan di kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru
Sukoharjo semester 2 tahun 2016/2017. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan, yaitu bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2017. Model tindakan dalam penelitian ini mengacu pada
model Kemmis dan
Taggart
dengan dua siklus tindakan masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting).. Pengumpulan data
dilakukan dengan teknik observasi dan tes. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan model alur yang intinya mengidentifikasi perkembangan dan perubahan
subjek setelah subjek sampel diberi perlakuan khusus atau dikondisikan pada
situasi tertentu dengan pembelajaran tindakan dalam kurun waktu tertentu dan
berulang-ulang sampai program dinyatakan berhasil. Hasil penelitian ini dianalisis
dengan teknik deskriptif komparatif, yaitu membandingkan hasil kondisi awal
dengan siklus I, membandingkan antara siklus I dengan siklus II dan
membandingkan antara kondisi awal dengan siklus II.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: 1) Penggunaan metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan
aktivitas belajar dalam pembelajaran IPA. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya aktivitas
belajar peserta
didik dengan aktivitas belajar minimal baik pada kondisi awal adalah
sebanyak 16 peserta
didik atau 53,33%, meningkat menjadi 21 peserta didik atau 70.00% pada tindakan Siklus I, dan
meningkat menjadi 28
peserta didik atau 93.33% pada tindakan Siklus
II.; 2) Penggunaan metode inkuiri
terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran IPA. Hal ini
ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar, yaitu dari 70.27 pada tahap awal menjadi 78.20 pada akhir tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 82.80 pada akhir tindakan Siklus II. Ditinjau dari tingkat
ketuntasan belajar peserta didik mengalami peningkatan, yaitu dari 60,00% pada kondisi awal menjadi 73,33% pada akhir tindakan
siklus I, dan meningkat menjadi 90,00%
pada akhir tindakan Siklus II. Penggunaan metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA pada
setiap siklus tindakan yang dilakukan. Disarankan metode inkuiri terbimbing dapat digunakan
untuk perbaikan proses pembelajaran.
Kata Kunci : aktivitas belajar. hasil belajar. pembelajaran IPA. inkuiri terbimbing.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
IPA pada hakekatnya merupakan produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Proses pembelajaran IPA
menekankan pada proses sains yang
dimiliki peserta didik karena pada umumnya IPA dipahami sebagai ilmu yang
perkembangannya melewati langkah-langkah observasi, perumusan masalah,
penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan
kesimpulan, serta penemuan konsep dan teori. Maka penguasaan sains melalui pembelajaran secara teoritis sangat
ditentukan oleh kemampuan dan kreativitas peserta didik dalam menguasai proses
sains. Pada pembelajaran sains, peserta didik dituntut aktif. Peserta didik
tidak hanya diam menerima secara teori yang diberikan oleh guru tanpa
mengetahui proses yang dilakukan dalam menemukan suatu konsep (Prasetyo, 2011:
3).
Penerapan Kurikulum 2013 di semua jenjang pendidikan dapat meningkatkan
mutu pendidikan. Pada kurikulum ini, tidak lagi menggunakan pendekatan yang
dalam pembelajarannya didominasi oleh guru (teacher centered), tetapi guru lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai subjek didik, sehingga
kurikulum ini menuntut pembelajaran yang lebih berpusat pada peserta didik (student
centered). Guru diharapkan mampu membawa peserta didik untuk aktif dan kritis dalam pembelajaran, baik
berupa belajar mandiri, belajar kelompok maupun belajar dengan melakukan
percobaan, melibatkan peserta didik berperan
dalam kegiatan pembelajaran, berarti peserta didik dapat
mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimiliki peserta didik secara penuh, maka peserta didik dapat
memperoleh hasil belajar yang baik. Dalam hal ini menurut Slameto (2010: 2) ”Proses pembelajaran yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali
baik sifat maupun jenisnya agar memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan”.
Kenyataan di lapangan
mengindikasikan bahwa metode pembelajaran yang dilakukan selama ini, yaitu
metode ceramah dan diskusi, yang dikemas menjadi tiga langkah kegiatan
yaitu kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup kurang efektif.
Hal ini berdampak pada kurang optimalnya penguasaan materi oleh peserta didik.
Hal yang sama terjadi
pula di SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo, khususnya pada peserta didik di kelas VIII-D Semester 2 tahun pelajaran 2016/2017. Kondisi awal menunjukkan
aktivitas dan hasil belajar IPA yang masih rendah. Dari 30 peserta didik
diperoleh skor aktivitas belajar IPA sebagai berikut : 3 peserta didik
memperoleh predikat sangat baik (A) atau 10,00%, 13 peserta didik memperoleh
predikat baik (B) atau 43,33%, 13 peserta didik memperoleh predikat cukup (C)
atau 43,33% dan 1 peserta didik memperoleh predikat kurang (D) atau 3,33%.
Hasil ini menunjukkan kalau aktivitas belajar IPA kelas VIII-D masih rendah
karena peserta didik yang memperoleh predikat minimal baik baru berjumlah 16
peserta didik atau 53,33%. Hasil belajar IPA kelas VIII-D diperoleh nilai
rata-rata 70,27, nilai terendah 44 dan nilai tertinggi 92. Dilihat
ketuntasannya dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) 71 dari 30 peserta didik
kelas VIII-D terdapat 18 peserta didik tuntas belajar atau 60,00% dan 12
peserta didik tidak tuntas belajar atau 40,00%. masih menunjukkan hasil belajar
IPA juga masih rendah.
Aktivitas dan hasil belajar IPA
peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru semester 2 tahun pelajaran
2016/2017 masih rendah, kemungkinan karena kurang optimalnya penguasaan materi pada peserta didik ditengarai disebabkan karena penyajian materi
dari guru IPA dilakukan dengan cara yang kurang komunikatif,
kreatif dan inovatif. Dengan kata lain, kemampuan kognitif, afektif,
psikomotor, penalaran dan produktif peserta didik belum terlatihkan dalam
pembelajaran. Kurang bervariasinya penggunaan
metode pembelajaran, jarangnya digunakan alat bantu yang dapat memperjelas
gambaran peserta didik tentang materi yang dipelajari,
dalam menyampaikan materi kurang memperhatikan proporsi materi dan sistematika
penyampaian, serta kurang menekankan pada konsep dasar sehingga terasa sulit
untuk peserta didik, serta pengantar atau prakondisi
pembelajaran IPA yang kurang menarik minat dan
motivasi belajar peserta didik, juga faktor penyebab kurang
optimalnya penguasaan materi. Peneliti
masih sering menggunakan metode konvensional yaitu ceramah dan tanya jawab,
pembelajaran masih berpusat pada guru dan belum banyak melibatkan peserta didik
untuk meningkatkan aktivitasnya. Guru lebih banyak melaksanakan pembelajaran IPA sebagai produk dengan mendorong peserta didik untuk
menghafal. Peserta didik tidak didorong untuk terlibat aktif
dalam pembelajaran, hal ini berdampak pada rendahnya daya serap pada peserta didik.
Kondisi tersebut perlu
segera diatasi, karena apabila dibiarkan terus tentunya akan berdampak negatif
terhadap kualitas pembelajaran IPA. Sedangkan materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk
hidup merupakan salah
satu materi yang penting dalam pembelajaran IPA. Harapan yang akan dicapai oleh peneliti setelah
penelitian adalah meningkatnya aktivitas dan hasil belajar IPA materi indera
pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP
Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017,
sebab jika tidak ditingkatkan peserta didik diberi soal yang berbedapun sudah
tidak mampu mengerjakan.
Berangkat dari kondisi
tersebut maka perlu diupayakan adanya perbaikan dalam pembelajaran. Salah satu
upaya yang dilakukan adalah menerapkan metode pembelajaran inkuiri terbimbing. Suryosubroto (2009 : 185)
menjelaskan bahwa salah satu keunggulan dari pembelajaran inkuiri adalah
membantu peserta didik mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan
penguasaan keterampilan dan proses kognitif peserta didik. Melalui metode pembelajaran ini diharapkan peserta didik aktif
terlibat dalam mengkonstruksi pengetahuan mereka berdasarkan pengetahuan yang
sudah mereka miliki sehingga pada gilirannya penguasaan konsep akan semakin
meningkat yang selanjutnya dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar IPA materi indera pendengaran
dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1
Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017, diharapkan
peneliti menggunakan metode inkuiri terbimbing. Dengan metode inkuiri
terbimbing diharapkan peserta didik akan terlibat dalam pembelajaran IPA lebih
banyak, sehingga pembelajaran IPA lebih mengena dan bermakna. Adapun
pertimbangan penggunaan metode inkuiri terbimbing adalah sebagai berikut: (1) Metode
pembelajaran inkuiri terbimbing sangat ideal untuk mata pelajaran IPA dan dalam
beberapa hasil penelitian telah terbukti dapat meningkatkan hasil belajar peserta
didik (Sabahiyah et al. 2013 dan Ali Abdi.2014); (2) Metode pembelajaran
inkuiri terbimbing memiliki
prosedur dan langkah-langkah yang sistematis sehingga mudah diterapkan (Gulo,
2004); (3) Metode pembelajaran
inkuiri terbimbing dirancang dengan memadukan ketepatan strategi
pembelajaran dengan cara otak bekerja selama proses
pembelajaran (Made Wena, 2008 dalam Yudi Martana. 2015). Penelitian
relevan yang memperkuat bahwa pembelajaran inkuiri efektif dari
Ika Nurkhasanah et all (2016) yang menyimpulkan bahwa
pembelajaran inkuiri mampu meningkatkan hasil belajar siswa (kategori baik).
Penelitian lain dari Yulian Putri et all (2015) yang menyimpulkan pembelajaran
inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta
didik.
Materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup sangat sesuai
untuk diberikan pada peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru dengan
menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing. Peserta didik dibimbing guru dengan sintak-sintak
pembelajaran inkuiri terbimbing.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian adalah Apakah melalui metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar IPA materi indera pendengaran dan sistem sonar
makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten
Sukoharjo semester 2 tahun pelajaran 2016/2017?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar IPA materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup melalui
metode inkuiri terbimbing bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru
kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017.
KAJIAN TEORI
Aktivitas Belajar
Sardiman (2008:102) mengemukakan aktivitas
belajar pada dasarnya merupakan proses perubahan tingkah laku berkat adanya
pengalaman belajar. Perubahan tingkah laku yang dimaksud meliputi perubahan
pemahaman, pengetahuan, sikap, keterampilan, kebiasaan dan apresiasi. Sedangkan
pengalaman itu sendiri dalam proses belajar adalah terjadinya interaksi antara
individu dengan lingkungannya.
Sedangkan Rohani (2004:6) mengemukakan
belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas
fisik maupin psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat-aktif dengan
anggota badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja. Aktivitas psikis
(kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya berfungsi dalam
proses belajar. Ia mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, menguraikan,
dan sebagainya.
Dari uraian tentang aktivitas belajar di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah kegiatan yang dilakukan
seseorang melalui proses interaksi (guru dan peserta didik) yang melibatkan kegiatan fisik dan mentalnya untuk
mencapai tujuan belajar.
Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah
pada peserta didik, sebab dengan adanya aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran terciptalah
situasi belajar aktif. Belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang
menekankan keaktifan peserta didik secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh
hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Paul B. Diedrich (Sardiman, 2008:101) mengemukakan
beberapa macam aktivitas peserta didik digolongkan sebagai berikut: (1) Visual
activities, misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan,
pekerjaan orang lain (2) Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan,
bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi
(3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan,
diskusi, musik, pidato (4) Writing activities, seperti misalnya menulis cerita,
karangan, laporan, angket (5) Drawing activities, misalnya menggambar, membuat
grafik, peta, diagram (6) Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara
lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, bermain, berkebun, beternak (7)
Mental activities, misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis,
melihat hubungan, mengambil keputusan (8) Emotional activities, misalnya minat,
merasa bosan, gembira, bersemangat, berani, tenang, gugup.
Aktivitas-aktivitas tersebut tidak
terpisah satu sama lain. Sebagai contoh dalam aktivitas motoris terkandung aktivitas
mental disertai oleh perasaan tertentu dan seterusnya. Jadi dengan klasifikasi
aktivitas seperti diuraikan di atas, menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah
cukup kompleks dan bervariasi. Kalau berbagai macam aktivitas tersebut dapat
diciptakan di sekolah, tentu sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak
membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar.
Dalam proses pembelajaran modern
sekarang ini yang lebih dipentingkan adalah bagaimana mengaktifkan keterlibatan
peserta didik dalam proses pembelajaran secara mandiri. Menurut Uno (2008:49)
ciri/kadar dari proses pembelajaran yang lebih mengaktifkan peserta didik,
antara lain: (1) peserta didik aktif mencari atau memberikan informasi,
bertanya bahkan dalam membuat kesimpulan (2) adanya interaksi aktif secara
terstruktur dengan peserta didik (3) adanya kesempatan bagi peserta didik untuk
menilai hasil karyanya sendiri (4) adanya pemanfaatan sumber belajar secara
optimal.
Jika konsep ini diterapkan dengan baik
oleh guru, maka pembelajaran yang mendorong keaktifan peserta didik tersebut
dapat memberikan hasil secara optimal sebagai berikut: (1) peserta didik dapat
mentransfer kemampuannya kembali (kognitif, afektif dan psikomotor) (2) adanya
tindak lanjut berupa keinginan mencari bahan yang telah dan akan dipelajari (3)
tercapainya tujuan belajar minimal 80%.
Dari pemaparan diatas, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik hendaknya
dapat membuat peserta didik aktif sepenuhnya dalam proses belajar. Peserta didik yang lebih banyak melakukan kegiatan sedangkan guru lebih banyak
membimbing dan mengarahkan.
Yang dimaksud aktivitas belajar dalam
penelitian ini adalah memperhatikan
apa yang disampaikan guru, menjawab pertanyaan dari guru, mengerjakan LKS yang diberikan guru, kerjasama dengan
teman satu kelompok, berdiskusi terhadap masalah yang
dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar, mempresentasikan jawaban di depan kelas, dan merespons jawaban teman.
Hasil Belajar IPA
Di dalam istilah hasil belajar, terdapat dua unsur di
dalamnya, yaitu unsur hasil dan unsur belajar. Hasil belajar merupakan sesuatu yang diadakan, dibuat, dijadikan dan sebagainya oleh
usaha, pikiran pebelajar dalam kegiatan belajarnya,
sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru, (2008:313).
Dari pengertian ini, maka hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lajimnya ditunjukkan dengan
nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Belajar itu sebagai suatu proses perubahan tingkah laku,
atau memaknai sesuatu yang diperoleh. Akan tetapi apabila kita bicara tentang
hasil belajar, maka hal itu merupakan hasil yang telah dicapai oleh si
pebelajar.
Istilah hasil belajar mempunyai hubungan yang erat
kaitannya dengan prestasi belajar. Sesungguhnya sangat sulit untuk membedakan
pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar. Ada yang berpendapat bahwa pengertian hasil
belajar dianggap sama dengan pengertian prestasi belajar. Akan tetapi lebih
dahulu sebaiknya kita simak pendapat yang mengatakan bahwa hasil belajar
berbeda secara prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil belajar menunjukkan
kualitas jangka waktu yang lebih panjang, misalnya tengah semester, satu semester
dan sebagainya. Sedangkan prestasi belajar menunjukkan kualitas yang lebih
pendek, misalnya satu pokok bahasan, satu kali ulangan harian dan sebagainya.
Hasil belajar IPA yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah seberapa banyak materi pembelajaran IPA
ranah kognitif yang ditetapkan dalam kurikulum telah dikuasai oleh peserta
didik SMP yang berupa tes ulangan
harian.
Cara memperoleh hasil belajar yang baik, antara lain :
1). Mengetahui cara belajar yang efektif dan efisien, 2). Belajar secara
kontinyu, 3). Motivasi belajar, 4). Membentuk Kelompok Belajar, 5). Gemar
membaca, dan 6). Mengetahui cara meringkas/merangkum.
Wujud hasil belajar apabila : 1) Menunjukkan hasil
belajar yang baik/tinggi, 2) Hasil yang dicapai seimbang dengan usaha yang
dilakukan, 3) Cepat dalam mengerjakan tugas belajar, dan 4) Menunjukkan sikap
yang wajar.
Agar kegiatan belajar dapat
berhasil, perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ada dua
faktor yang mempengaruhi hasil belajar individu, sebagaimana dikemukakan oleh
Sudjana (2002) bahwa, hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik dipengaruhi
oleh dua faktor utama yaitu; faktor dari dalam diri peserta didik itu sendiri
dan faktor yang datang dari luar diri peserta didik atau faktor lingkungan.
1) Faktor dari dalam diri peserta didik.
Faktor yang berasal dari dalam
diri peserta didik bisa disebut faktor internal atau endogen. Faktor ini
meliputi kondisi individu si pelajar atau kondisi fisiologis, kondisi panca
indera dan kondisi psikologis. Kondisi fisiologis meliputi keadaan jasmani pada
umumnya, misalnya anak yang badannya segar berbeda dengan anak yang dalam
keadaan lelah, anak yang terpenuhi gizinya berbeda dengan anak yang kekurangan
gizi dan sebagainya. Kondisi panca indera terutama
penglihatan dan pendengaran, jika hal ini terganggu maka akan berpengaruh
terhadap aktivitas belajarnya. Kondisi psikologis terutama berhubungan dengan
minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif peserta didik.
Bagi anak yang minatnya besar
terhadap suatu pelajaran akan mencapai hasil belajar yang lebih baik
dibandingkan dengan anak yang tidak berminat. Anak yang memiliki minat yang
tinggi berarti mempunyai perhatian yang tinggi terhadap bahan yang dipelajari.
Sebaliknya anak yang kurang minatnya akan kurang pula perhatiannya terhadap
bahan pelajaran.
Mengenai kecerdasan telah
diteliti oleh para ahli yang berkesimpulan bahwa kecerdasan atau inteligensi
berkorelasi terhadap hasil belajar seseorang. Dalam proses belajar, fungsi
utama kecerdasan ini adalah pertama mencamkan, kemudian menyimpan lalu
mereproduksikan kesan (bahan) yang telah dipelajarinya. Pemberian pelajaran yang bahannya disesuaikan dengan bakat anak diduga akan
mudah diterima oleh peserta didik, sehingga memudahkan untuk memperoleh hasil
belajar yang baik pula. Selain itu, motivasi dalam belajar penting sekali peranannya,
karena motivasi atau dapat menimbulkan hasrat seseorang untuk melakukan
kegiatan belajar. Kemampuan kognitif terutama berperan dalam proses belajar
yaitu persepsi, ingatan dan berpikir.
2)
Faktor yang datang dari luar
diri peserta didik.
Faktor ini disebut juga faktor eksternal atau faktor
eksogen. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor lingkungan
dan faktor instrumen atau alat. Mengenai faktor-faktor lingkungan telah diakui
oleh para ahli pendidikan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberhasilan
seseorang di dalam mempelajari sesuatu.
Demikian gambaran mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor-faktor
tersebut cukup banyak. Dalam penelitian ini penulis menekankan faktor
lingkungan khususnya lingkungan sosial, lebih khusus lagi adalah lingkungan
sekolah atau kelas.
Inkuiri Terbimbing dalam Pembelajaran IPA
Menurut Keller (1992) dalam Yudi
Martana (2015), inkuiri terbimbing adalah metode pembelajaran yang menekankan
pada peserta didik yang memecahkan masalah dari guru atau buku teks melalui
cara-cara ilmiah, melalui pustaka dan melalui pertanyaan dan guru membimbing peserta
didik dalam menentukan proses pemecahan dan identifikasi solusi sementara dari
masalah tersebut. Sedangkan menurut Jerome Bruner dalam Tanto
(2008), inkuiri terbimbing adalah suatu metode yang menekankan pada proses,
suatu cara dalam mendeteksi permasalahan bukan hanya suatu produk atau item
pengetahuan tertentu. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum melalui
latihan pemecahan masalah dan praktek membentuk dan menguji hipotesis. Belajar
dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan sehingga seorang peserta didik dihadapkan dengan suatu masalah
atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga peserta didik dapat mencari jalan pemecahan. Dari uraian beberapa pendapat tentang inkuiri terbimbing dapat
disimpulkan bahwa guru mempunyai peran aktif dalam
menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya di dalam inkuiri
terbimbing karena peserta didik yang
memecahkan masalah dengan
bimbingan guru.
Berdasarkan pengertian dan uraian di atas, peneliti memilih metode inkuiri terbimbing yang akan digunakan dalam penelitian.
Pemilihan peneliti dilakukan dengan pertimbangan bahwa penelitian yang akan dilakukan terhadap peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru semester 2 tahun pelajaran
2016/2017, karena tingkat perkembangan kognitif peserta didik masih pada tahap peralihan dari operasi konkrit ke operasi formal, dan peserta didik masih belum berpengalaman belajar
dengan pembelajaran inkuiri serta karena peserta didik juga masih dalam taraf belajar proses ilmiah,
sehingga peneliti beranggapan pembelajaran inkuiri
terbimbing lebih cocok untuk diterapkan. Karena dalam proses pembelajaran IPA, materi yang diajarkan sudah ditetapkan, sehingga peserta didik tidak perlu mencari atau menetapkan sendiri
permasalahan yang akan dipelajari.
Menurut
Gulo (2004) dalam Yudi Martana (2015) mengemukakan langkah-langkah inkuiri
terbimbing sebagai berikut : Langkah pertama yaitu merumuskan masalah, guru
menyajikan masalah kemudian peserta didik mengajukan pertanyaan-pertanyaan dari
masalah yang disajikan guru, selanjutnya
peserta didik merumuskan masalah
dari pertanyaan pertanyaan yang timbul setelah berdiskusi dalam kelompok,
kemudian peserta didik memikirkan sendiri jawabannya untuk memecahkan masalah.
Langkah kedua yaitu peserta didik melakukan observasi, untuk mendapatkan
keterangan atau data untuk menyusun hipotesis, Langkah ketiga yaitu mengajukan
hipotesis, guru membimbing peserta didik menemukan jawaban sementara atas
masalah yang ditemukan. Langkah keempat mengumpulkan data, peserta didik melakukan percobaan. Langkah kelima, menguji data
berdasarkan data yang ditemukan, peserta
didik menganalisis
hasil percobaan dengan fakta-fakta dan teori yang terkait. Langkah keenam membuat kesimpulan, hal ini dilakukan peserta didik berdasarkan data
yang diperoleh dalam eksperimen. Untuk menyusun kesimpulan peserta didik
berdiskusi. Langkah ketujuh peserta didik mempresentasikan hasil percobaan.
Keunggulan
pembelajaran inkuiri
terbimbing menurut
Sahrul (2009: 54) dalam Yudi Martana
(2015:35) adalah: 1) membantu peserta didik untuk
mengembangkan kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif; 2) peserta didik memperoleh
pengetahuan secara individual sehingga dapat dimengerti dan mengendap dalam
pikirannya; 3) dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar peserta didik untuk
belajar lebih giat lagi; 4) memberikan peluang untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan
dan minat masing-masing; 5) memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses
menemukan sendiri karena pembelajaran berpusat pada peserta didik dengan peran guru
yang sangat terbatas.
Selain
keunggulan, pada pembelajaran inkuiri terbimbing mempunyai kelemahan yang dihadapi pada proses pembelajaran baik secara
konsep maupun teknis, kelemahan pembelajaran inkuiri terbimbing menurut
Prambudi (2010: 43) dalam Yudi Martana (2015:35) adalah 1) inkuiri sulit dalam
merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan peserta didik dalam
belajar; 2) kadang-kadang dalam
mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru
sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan; 3) selama kriteria
keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan peserta didik menguasai materi pelajaran, maka
startegi ini akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.
Teori
Belajar yang Mendukung Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Teori belajar yang mendukung pembelajaran inkuiri terbimbing antara lain:
1.
Teori belajar konstruktivisme
Teori belajar konstrutivisme menyatakan bahwa belajar
merupakan proses aktif peserta didik mengkonstruksi arti suatu konsep yakni peserta
didik diberikan tempat yang lebih dalam proses pembelajaran daripada guru atau
instruktur. Peserta didik yang berinteraksi dengan berbagai macam objek dan
peristiwa, sehingga akan memperoleh dan memahami penanganan terhadap objek dan
peristiwa (Asrori, 2008:28) dalam Yudi Martana (2015:34). Belajar menurut
teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses
mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.
Teori konstruktivisme relevan dengan inkuiri
terbimbing. Pembelajaran inkuiri terbimbing menuntut peserta didik untuk
merumuskan masalah, berhipotesis, merancang percobaan, melakukan percobaan, dan
menyimpulkan hasil percobaan. Serangkaian kegiatan tersebut menunjukkan bahwa peserta
didik mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Peserta didik harus membangun
pengetahuan di benaknya. Guru dapat
memberikan kesempatan peserta didik untuk menemukan atau menerapkan ide-ide
mereka sendiri, dan mengajar peserta didik menjadi sadar dan secara sadar
menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar (Trianto,2009 : 28) dalam Yudi Martana (2015:35).
2.
Teori Belajar Penemuan Bruner
Menurut Bruner belajar merupakan proses kognitif
yang melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan yaitu (1) memperoleh informasi baru; (2) transformasi informasi; (3) menguji
relevansi dan ketepatan pengetahuan. Ini berarti dalam belajar Bruner menekankan
pada apa yang dilakukan peserta didik terhadap informasi yang diterimanya dan
apa yang dilakukan setelah memperoleh informasi yang diskrit itu, untuk
mendapatkan pemahaman yang memberikan kemampuan pada diri peserta didik
tersebut. Bruner (dalam Dahar, 2011:77)
Belajar penemuan menurut Bruner sesuai dengan
pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya akan
memberikan hasil yang terbaik. Di dalam proses belajar diperlukan partisipasi aktif
dari tiap peserta didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Peserta
didik sebaiknya berusaha sendiri untuk memecahkan
masalah, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna dan berpartisipasi aktif dalam memperoleh
pengetahuan dari pengalaman dan eksperimen.
Teori
belajar Brunner relevan dengan inkuiri terbimbing. Pembelajaran inkuiri
terbimbing menekankan pada proses penemuan jawaban dari suatu permasalahan yang
mendorong peserta didik untuk memecahkan masalah dan menemukan sendiri
jawabannya melalui serangkaian kegiatan mulai dari perumusan masalah,
berhipotesis, melaksanakan percobaan, dan menarik kesimpulan sehingga
memperoleh pengetahuan baru sebagai sebuah konsep. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsep yang diperoleh
merupakan hasil penemuan peserta didik sendiri sehingga sesuai dengan Teori
belajar penemuan Bruner.
3.
Teori Belajar Bermakna Ausubel
Menurut Ausubel (dalam Dahar, 2011) menyatakan bahwa belajar bermakna
merupakan suatu proses pengkaitan informasi baru dengan konsep-konsep yang
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Belajar bermakna
memiliki tiga kelebihan yaitu: a) informasi yang dipelajari secara bermakna
lebih lama diingat; b) memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi
pelajaran yang mirip; c) memudahkan belajar hal-hal mirip meskipun telah
terjadi lupa.
Dengan demikian agar terjadi belajar bermakna,
konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif peserta didik dalam menanamkan pengetahuan baru
dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki peserta
didik yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari sehingga jika dikaitkan
dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, dimana peserta didik mampu mengerjakan permasalah yang
autentik sangat memerlukan konsep awal yang sudah dimiliki peserta didik
sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.
Teori Ausubel relevan dengan inkuiri terbimbing. Pembelajaran inkuiri
terbimbing menekankan peserta didik mengumpulkan informasi yang sesuai,
melakukan penyelidikan, mencari penjelasan dan solusi untuk membuktikan
hipotesis. Penyelidikan tersebut dapat dibuktikan dengan serangkaian kegiatan
ilmiah melalui observasi maupun eksperimen. Kegiatan tersebut dialami sendiri
oleh peserta didik melalui pengalaman nyata sehingga peserta didik lebih mudah
dalam memahami konsep atau materi pelajaran karena pengetahuan yang diperoleh peserta
didik menjadi lebih bermakna. Oleh karena itu, teori belajar bermakna Ausubel
relevan dengan model inkuiri terbimbing.
4.
Teori Belajar Vygotsky
Teori
Vygotsky menekankan pada hakikat sosiokultural dalam pembelajaran yang mengkonstruksian
pengetahuan oleh peserta didik terjadi tidak hanya melalui interaksi dengan
obyek-obyek fisik, tetapi juga melalui suatu interaksi sosial yang memungkinkan peserta didik menyerap
percakapan orang lain dan kemudian digunakan oleh peserta didik untuk membantu
diri sendiri memecahkan masalah (Slavin, 2008:60) dalam Yudi Martana (2015:37). Vygotsy (dalam Arends, 2001: 354) menyatakan bahwa interaksi sosial
dengan yang lainnya memacu atau mendorong konstruksi ide-ide atau
gagasan-gagasan baru dan mempertinggi
perkembangan intelektual peserta didik.
Teori
Vygotsky relevan dengan inkuiri terbimbing. Pembelajaran inkuiri terbimbing
dilakukan dengan membentuk kelompok secara heterogen sehingga terjadi interaksi
kerja sama antar anggota kelompok dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda.
Pembentukan kelompok akan mempermudah peserta didik dalam memecahkan
permasalahan karena terjadi interaksi pertukaran gagasan/ide antara peserta
didik satu dengan peserta didik yang lain sehingga terjalin kerjasama dalam
pemahaman konsep materi pelajaran.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan
kajian teori dan kerangka berpikir dari penelitian tindakan kelas ini dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut : melalui metode inkuiri terbimbing dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA materi materi indera pendengaran
dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1
Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017.
METODOLOGI PENELITIAN
Setting dan Subjek Penelitian
Tempat dalam penelitian ini adalah SMP
Negeri 1 Weru. Alamat SMP Negeri 1 Weru berada pada Jl. Kapten Pattimura No.
03, Desa Karangmojo, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo dan Propinsi Jawa
Tengah Kode Pos 57562 dengan nomor telepon (0272) 3102450. Waktu dalam
penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai bulan Juni 2017. Kegiatan
dalam waktu tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: (a) bulan Maret 2017 minggu
I dan II untuk menyusun proposal dan instrumen penelitian; (b) bulan Maret 2017
minggu III dan IV untuk mengumpulkan data kondisi awal; (c) bulan April 2017
untuk mengumpulkan data siklus I dan siklus II, menganalisis data yang
diperoleh dari kegiatan siklus I dan siklus II; (c) bulan Mei 2017 untuk
kegiatan pembahasan dengan teman-teman sejawat untuk membahas kegiatan analisis
yang telah dilakukan; dan (d) bulan Juni 2017 untuk kegiatan menyusun laporan
hasil penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII-D
yang berjumlah 30 peserta didik terdiri 16 laki-laki dan 14 perempuan.
Teknik
dan Alat Pengumpul Data
Teknik dan alat pengumpul data pada
penelitian ini yaitu : data motivasi belajar IPA kondisi awal dikumpulkan
menggunakan teknik dokumentasi dengan alat/instrumen berupa dokumen catatan
jurnal proses pembelajaran kondisi awal. Dan data hasil belajar IPA kondisi
awal dikumpulkan menggunakan teknik dokumentasi alat/instrumen berupa dokumen
catatan daftar nilai kondisi awal. Moleong (2014) mengatakan
bahwa analisis
dokumen digunakan karena
merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong serta
dokumentasi bersifat alamiah sesuai dengan konteks lahiriyah tersebut.
Pengumpulan data melalui teknik ini digunakan untuk melengkapi data yang
diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Menurut
Sugiyono (2011) dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan,
ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Data aktivitas belajar IPA siklus I dan II dikumpulkan menggunakan teknik
observasi dengan alat/instrumen berupa lembar observasi aktivitas belajar IPA. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi
langsung (Sutopo, 2006) baik secara formal maupun informal untuk mengamati
tempat atau lokasi sekolah dan berbagai sarana yang dapat digunakan sebagai
media penunjang kegiatan pembelajaran IPA materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup. Aktivitas peserta didik dalam
pembelajaran diamati berdasarkan tujuh
aspek pengamatan, yaitu : 1) memperhatikan apa yang
disampaikan guru; 2) menjawab pertanyaan dari guru; 3) mengerjakan LKS yang diberikan guru; 4) kerjasama
dengan teman satu kelompok; 5) mendiskusikan masalah yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar; 6) mempresentasikan jawaban
di depan kelas; dan 7) merespon jawaban teman. Lembar obervasi digunakan untuk mengamati
keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran. Kriteria penilaian instrumen aktifitas belajar
peserta didik
adalah skor 1 untuk aktivitas
kategori Kurang, skor 2 untuk
aktivitas kategori Cukup, skor
3 untuk aktivitas kategori Aktif,
dan skor 4 untuk aktivitas kategori Sangat Aktif. Data
hasil belajar IPA siklus I dan II dikumpulkan menggunakan teknik tes tertulis pilihan
ganda dan uraian dengan alat/instrumen berupa butir soal tes peilihan ganda dan
uraian. Predikat aktivitas belajar dan hasil belajar mengacu pada panduan
penilaian (2015:43) yaitu sangat baik (A) : 86 - 100, baik (B) : 71 - 85, cukup
(C) : 56 - 70 dan kurang (D) : < 55.
Validasi
dan Analisis Data
Data aktivitas belajar IPA siklus I
maupun II diperoleh menggunakan teknik observasi dengan alat berupa lembar observasi.
Supaya datanya valid perlu divalidasi dengan cara melibatkan observer teman
sejawat yang dikenal dengan berkolaborasi. Data hasil belajar IPA siklus I
maupun II dikumpulkan menggunakan teknik tes tertulis dengan alat berupa butir
soal tes pilihan ganda dan uraian. Supaya datanya valid perlu divalidasi isinya
dengan cara membuat kisi-kisi sebelum butir soal disusun. Analisis data menggunakan
teknik diskriptif komparatif yang dilanjutkan dengan refleksi. Diskriptif
komparatif yaitu membandingkan data kondisi awal, data siklus I dan data siklus
II yang dilanjutkan dengan refleksi. Refleksi yaitu membuat simpulan
berdasarkan hasil diskriptif komparatif kemudian memberi ulasan atas simpulan
tersebut untuk menentukan perlu tidaknya tindakan siklus berikutnya.
Prosedur analisis data menggunakan model alur dari Kemmis dan
Taggart (Wiriaatmadja,
2012) yang intinya mengidentifikasi perkembangan dan
perubahan subjek setelah subjek sampel diberi perlakuan khusus atau
dikondisikan pada situasi tertentu dengan pembelajaran tindakan dalam kurun
waktu tertentu dan berulang-ulang sampai program dinyatakan berhasil.
Prosedur
Tindakan
Metode yang digunakan dalam penelitian
yaitu metode penelitian tindakan kelas. Tindakan yang dilakukan dalam
penelitian yaitu metode inkuiri terbimbing. Desain penelitian tindakan kelas yang dinilai akurat dalam
mencapai tujuan tersebut adalah model desain alur dari Kemmis dan Taggart
(Wiriaatmadja, 2012) yang memiliki ciri khas menggunakan model siklus. Setiap
siklus terdiri dari dua atau tiga tindakan pembelajaran. Tindakan siklus I metode inkuiri terbimbing kelompok besar dan tindakan
siklus II metode inkuiri terbimbing kelompok kecil. Tahapan-tahapan dalam tiap
siklus yaitu : (1) membuat perencanaan tindakan (planning); (2) melakukan tindakan sesuai yang direncanakan (acting); (3) melakukan pengamatan
terhadap tindakan yang dilakukan (observing);
dan (4) melakukan analisis dengan diskriptif komparatif dilanjutkan refleksi
terhadap data hasil pengamatan (reflecting).
1. Tahap
Perencanaan
Rancangan-rancangan
yang dilakukan pada tahapan ini adalah:
a. Membuat
lembar observasi untuk melihat suasana pembelajaran, aktivitas guru dan aktivitas peserta
didik selama proses belajar mengajar dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing.
b. Membuat
analisa hasil ulangan harian setiap siklus, untuk melihat apakah peserta didik
kelas VIII-D dalam proses belajar
mengajar ada peningkatan penguasaan materi menyimpulkan materi pembelajaran.
2. Tahap
Pelaksanaan / Tindakan
Guru melaksanakan tindakan kelas
dengan metode inkuiri terbimbing. Guru sebagai fasilitator yang memberi penguat dan simpulan untuk
kejelasan materi menyimpulkan materi pembelajaran.
3. Pemantauan / observing
Pada tahap
pemantauan dikumpulkan data dan informasi dari beberapa sumber untuk mengetahui
seberapa jauh efektifitas dari tindakan yang dilakukan. Data tentang penguasaan
materi dari nilai ulangan harian. Data tentang aktivitas peserta didik dalam
pembelajaran diperoleh melalui observasi selama proses belajar mengajar oleh
guru selaku fasilitator atau sebagai mitra belajar.
4. Refleksi
Refleksi adalah
kegiatan yang mengulas secara kritis (reflective) tentang perubahan yang
terjadi pada peserta didik, suasana kelas dan guru untuk ditindak lanjuti
dengan langkah-langkah program berikutnya yang berupa penyempurnaan dan
pengembangan.
Rencana tindakan penelitian dilaksanakan atau disusun
terperinci setiap siklusnya, sesuai jadwal dan alokasi waktu berdasarkan
rancangan penelitian.
HASIL
TINDAKAN
Diskripsi
Kondisi Awal
Pengamatan aktivitas
belajar IPA dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Dari pengamatan aktivitas belajar IPA selama
proses belajar mengajar diperoleh hasil pengamatan yaitu : (1) sangat baik (A sebanyak 3 peserta
didik (10,00%); (2) baik (B) sebanyak 13 peserta
didik (43,33%); (3) cukup (C) sebanyak 13
peserta didik (43,33%); dan (4) kurang (D) sebanyak 1 peserta didik (3,33%). Hasil ini menunjukkan kalau aktivitas belajar IPA
kelas VIII-D masih rendah karena peserta didik yang memperoleh predikat minimal
baik baru berjumlah 16 peserta didik atau 53,33%. Sedangkan jika diamati hasil belajar IPA dari
30 peserta didik kelas VIII-D diperoleh nilai rata-rata 70,27, nilai terendah
44 dan nilai tertinggi 92. Dilihat dari ketuntasannya dengan kriteria ketuntasan
minimal (KKM) 71 dari 30 peserta didik kelas VIII-D terdapat 18 peserta didik
tuntas belajar atau 60,00% dan 12 peserta didik tidak tuntas belajar atau
40,00%. Kalau dilihat hasilnya memang yang tuntas belajar lebih banyak dari
pada yang tidak tuntas belajar, tetapi jika dilihat jumlah peserta didik yang
tuntas belajar hanya 18 peserta didik dari 30 peserta didik atau 60,00% ini
masih menunjukkan kalau hasil belajar IPA juga masih rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi awal secara klasikal
peserta didik
belum tuntas belajar, karena peserta
didik yang memperoleh nilai ≥ 71 hanya sebesar 60,00% lebih kecil dari
persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 86%.
Tabel 4.1. Hasil Belajar IPA Kondisi Awal
No
|
Uraian
|
Prestasi
|
1
|
Nilai
terendah
|
44
|
2
|
Nilai
tertinggi
|
92
|
3
|
Nilai
rerata
|
70,27
|
4
|
Rentang
nilai
|
48
|
5
|
Jumlah
peserta didik yang tuntas belajar
|
18
|
6
|
Prosentase peserta didik yang tuntas belajar
|
60,00%
|
Diskripsi
Data Siklus I
Tahap Rencana
Rencana tindakan awal dalam
pembelajaran adalah penjelasan prosedur inkuiri terbimbing, penjelasan materi pelajaran,
pemberian contoh penyelesaian soal dengan prosedur inkuiri terbimbing, dan
pemberian tugas atau latihan mandiri. Tugas-tugas akan diselesaikan secara kelompok,
agar aktivitas dan hasil belajar meningkat.
Tahap Tindakan
Pada siklus I diterapkan topik
gelombang. Guru menawarkan metode inkuiri terbimbing pada peserta didik sebagai
metode belajar mengajar di kelas. Peserta didik setuju menggunakan metode ini.
Agar terjadi interaksi belajar sesama peserta didik perlu dibentuk kelompok
belajar. Pembentukan kelompok diserahkan kepada peserta didik untuk memilih
anggota kelompoknya masing-masing. Tiap kelompok dibatasi hanya terdiri dari lima
peserta didik. Pada subjek penelitian terbentuk enam kelompok.
Tahap Observasi
Penjelasan prosedur inkuiri terbimbing,
secara teoretik, sudah benar. Langkah awal prosedur ini adalah memahami
masalah. Dalam memberikan contoh aplikasi inkuiri terbimbing tampaknya sudah
memenuhi tuntutan prosedur.
Dari pengamatan aktivitas belajar IPA
selama proses belajar mengajar diperoleh hasil pengamatan yaitu : (1) sangat
baik (A sebanyak 5 peserta
didik (16,67%); (2) baik (B) sebanyak 16 peserta
didik (53,33%); (3) cukup (C) sebanyak 9 peserta didik (30,00%); dan (4) kurang (D) sebanyak 0 peserta didik (0,00%).
Dari hasil pengamatan tersebut peserta didik dikatakan
berhasil jika nilainya mencapai minimal baik (B). Jadi ada 21 peserta didik yang
berhasil mencapai batas minimal atau 70,00% dan ada 9 peserta didik yang belum mencapai batas minimal
atau 30,00%. Karena yang mencapai nilai minimal baik (B) ada 21
peserta didik atau 70,00% berarti dapat disimpulkan untuk aktivitas belajar IPA
pada siklus I agak tinggi.
. Adapun data
hasil belajar IPA pada siklus I adalah sebagai berikut : diperoleh nilai rata-rata hasil belajar IPA adalah 78,20 dan ketuntasan
belajar mencapai 73,33% atau ada 22 peserta didik dari 30 peserta
didik sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa pada siklus I secara klasikal peserta
didik belum tuntas belajar, karena peserta didik yang memperoleh
nilai ≥ 71
hanya sebesar 73,33% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu
sebesar 86%. Hasil belajar IPA peserta
didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun
pelajaran 2016/2017 dari kondisi awal rata-rata prestasi 70,27 ke siklus I
rata-rata prestasi 78,20 berarti ada peningkatan 7,93 atau 11,29%.
Tabel 4.2. Hasil Belajar IPA Siklus I
No
|
Uraian
|
Prestasi
|
1
|
Nilai
terendah
|
56
|
2
|
Nilai
tertinggi
|
96
|
3
|
Nilai
rerata
|
78,20
|
4
|
Rentang
nilai
|
40
|
5
|
Jumlah
peserta didik yang tuntas belajar
|
22
|
6
|
Prosentase peserta didik yang tuntas belajar
|
73,33%
|
Tahap Refleksi
Aktivitas belajar IPA materi indera
pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP
Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017
dari kondisi awal aktivitas belajar yang mencapai batas minimal baik (B) ada 16
peserta didik atau 53,33% ke siklus I aktivitas belajar yang mencapai batas
minimal baik (B) ada 21 peserta didik atau 70,00% berarti ada peningkatan 5
peserta didik atau 16,67%.
Hasil belajar IPA materi indera
pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP
Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017
dari kondisi awal yang tuntas belajar 18 peserta didik atau 60% ke siklus I
yang tuntas belajar 22 peserta didik atau 73.33% berarti ada peningkatan 4
peserta didik atau 13,33%. Karena pencapaian aktivitas dan hasil belajar IPA
belum mencapai 86,00% maka pembelajaran dilanjutkan siklus II.
Diskripsi
Data Siklus II
Tahap Rencana
Rencana tindakan awal dalam
pembelajaran adalah penjelasan prosedur inkuiri terbimbing, penjelasan materi pelajaran,
pemberian contoh penyelesaian soal dengan prosedur inkuiri terbimbing, dan
pemberian tugas atau latihan mandiri. Tugas-tugas akan diselesaikan secara kelompok,
agar aktivitas dan hasil belajar meningkat.
Tahap Tindakan
Pada siklus II ini diterapkan topik
indera pendengaran, guru menerapkan metode inkuiri terbimbing pada peserta
didik sebagai metode belajar mengajar di kelas. Agar terjadi interaksi belajar
sesama peserta didik perlu dibentuk kelompok belajar. Pembentukan kelompok
diserahkan kepada peserta didik untuk memilih anggota kelompoknya
masing-masing. Tiap kelompok dibatasi hanya terdiri dari tiga orang. Pada
subjek penelitian terbentuk sepuluh kelompok.
Tahap Observasi
Pelaksanaan pembelajaran inkuiri
terbimbing sudah lebih baik, meskipun awalnya banyak yang mengalami kesulitan. Pada
akhir tatap muka sudah menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Dari pengamatan aktivitas belajar IPA
selama proses belajar mengajar diperoleh hasil pengamatan yaitu : (1) sangat
baik (A) sebanyak 12 peserta
didik (40,00%); (2) baik (B) sebanyak 16 peserta
didik (53,33%); (3) cukup (C) sebanyak 2 peserta
didik (6,67%); dan (4) kurang (D) sebanyak 0 peserta didik (0,00%). Dari hasil pengamatan tersebut peserta didik dikatakan berhasil jika nilainya mencapai minimal baik (B). Jadi terdapat 28 peserta didik yang
berhasil mencapai batas minimal atau 93,33%, berarti dapat
disimpulkan untuk aktivitas belajar IPA pada siklus II tinggi.
Data hasil belajar IPA siklus II adalah
sebagai berikut : diperoleh nilai rata-rata hasil belajar IPA adalah 82,80 dan ketuntasan belajar mencapai 90,00% atau ada 27 peserta
didik dari 30
peserta didik sudah
tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus II secara klasikal peserta didik sudah tuntas
belajar, karena peserta didik yang memperoleh nilai ≥ 71 sudah sebesar 90,00% lebih besar dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu
sebesar 86%.
Tabel 4.3. Hasil Belajar IPA Siklus II
No
|
Uraian
|
Prestasi
|
1
|
Nilai
terendah
|
70
|
2
|
Nilai
tertinggi
|
96
|
3
|
Nilai
rerata
|
82,80
|
4
|
Rentang
nilai
|
26
|
5
|
Jumlah
peserta didik yang tuntas belajar
|
27
|
6
|
Prosentase
peserta didik yang tuntas belajar
|
90,00%
|
Tahap Refleksi
Aktivitas belajar IPA materi indera
pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP
Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017
dari siklus I aktivitas belajar yang mencapai batas minimal baik (B) ada 21
peserta didik atau 70,00% ke siklus II aktivitas belajar yang mencapai batas
minimal baik (B) ada 28 peserta didik atau 93,33% berarti ada peningkatan 7
peserta didik atau 23,33%.
Hasil belajar IPA materi indera
pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP
Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017
dari siklus I yang tuntas belajar 22 peserta didik atau 77,33% ke siklus II
yang tuntas belajar 27 peserta didik atau 90.00% berarti ada peningkatan 5
peserta didik atau 16,67%. Karena pencapaian aktivitas dan hasil belajar IPA
sudah mencapai 86,00% maka pembelajaran tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan
yang telah diperoleh serta dihubungkan dengan perumusan masalah dan pengajuan
hipotesis yang diajukan dapat disimpulkan bahwa melalui metode inkuiri
terbimbing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA materi indera
pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP
Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017.
Saran
Karena melalui metode inkuiri
terbimbing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA materi indera pendengaran
dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1
Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017 maka
disarankan kepada teman sejawat untuk pembelajaran perlu menggunakan metode
inkuiri terbimbing.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Rohani. 2004. Pengelolaan
Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Ali Abdi.2014. The Effect of Inquiry-based Learning Method on Students’ Academic
Achievement in Science Course. Universal Journal of Educational Research 2(1): 37-41, 2014:
10.13189/ujer.2014.020104
A.M. Sardiman, 2008. Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada,
Arends. (2001). Learning to
Teach-Belajar untuk Mengajar, Pustaka Belajar, Yogyakarta. (penerjemah
Soetjipto, dkk).
Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Aditya
Media.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah 2015. Panduan
Penilaian Untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jakarta
: Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan
Gulo. W. 2004. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia Widiasarana.
Ika Nurkhasanah, Trapsilo Prihandono, Bambang
Supriadi. 2016. Pengaruh Model Inkuiri
Terbimbing (Guided Inquiry)
Disertai Metode Mencongak Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran IPA
(Fisika) Kelas VII di SMP Al-Maliki
Sukodono – Lumajang. Jurnal
Pembelajaran Fisika, Vol. 5 No. 1, Juni 2016. Laporan Penelitian.
Program Studi Pendidikan Fisika. UJ.
Keller, 1992. Journal of Motivation
Disossiation and Analysis Student in Class/Development and Use of The ARCS
Model of Instructional Design. Journal
of Instructional Development (Line), http://www.scrb.journal/motivation.go.id.
Moleong, Lexy J, 2014.Metodologi Penelitian Kuantitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung ,.
Nana Sudjana. 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Prasetyo, Z. K.,
Senam, Wilujeng, I., et. al,.
2011. Pengembangan perangkat pembelajaran sains terpadu untuk meningkatkan
kognitif, keterampilan proses, kreativitas serta menerapkan konsep ilmiah
peserta didik SMP. Laporan Penelitian. UNY.
Ratna Wilis Dahar. 2011. Teori-Teori Belajar. Jakarta:
Erlangga
Sabahiyah, A.A.I.N. Marhaeni, I. W. Suastra. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Keerampilan
Proses Sains dan Penguasaan Konsep IPA siswa kelas V gugus 03 Wanasaba Lombok
Timur.
Slameto. 2010. Belajar
dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sudjana. 2002. Dasar-dasar Proses
belajar mengajar. Bandung : Sinar baru.
Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Sutopo. 2006. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS.
Suryosubroto. 2009. Proses
Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineksa Cipta.
Tanto, T. 2008. Efektivitas Penerapan Metode Inkuiri pada Pembelajaran
Ekonomi untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri I Garum-Blitar. Skripsi
tidak diterbitkan. Malang: FE UM
Team Pustaka Phoenix. 2008. Kamus
Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Jakarta: Media Pustaka Phoenix.
Uno, Hamzah B., 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di
Bidang Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta.
Wiriaatmadja, Rochiati. 2012. Metode
Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yudi
Martana. 2015. Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis Inkuiri Terbimbing
Dengan Tema Alat Pendengaran Manusia Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses
Sains Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Sambungmacan. Tesis.
Prodi Magister P Sains. UNS.
Yulian
Putri M, Suratno, Iis Nur Asyiah. 2015. Pengaruh
Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided
Inquiry) Dengan Menggunakan Metode Eksperimen Terhadap Aktivitas Dan
Hasil Belajar Ipa-Biologi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Maesan Bondowoso.
Laporan penelitian. Jurnal Pendidikan Biologi ©Pancaran, Vol. 4, No. 2, hal
163-172, Mei 2015. Program Studi Pendidikan Biologi. UJ