Wednesday 13 May 2015

Jurnal PTK : Peningkatan Kedisiplinan Dan Hasil Belajar IPA Materi Klasifikasi Benda Melalui Discovery Learning Siswa Kelas VII G SMP Negeri 1 Weru Semester 1 Tahun 2014/2015


Peningkatan Kedisiplinan Dan Hasil Belajar IPA Materi Klasifikasi Benda Melalui Discovery Learning Siswa Kelas VII G SMP Negeri 1 Weru
Semester 1 Tahun 2014/2015

Oleh Jumadi
(Guru SMP Negeri 1 Weru, Kec. Weru, Kab. Sukoharjo)
----------------------------------------------------------------------------------------------------


ABSTRAK


Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi klasifikasi benda melalui discovery learning bagi siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015.
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VII G semester 1 tahun 2014/2015 SMP Negeri 1 Weru. Jumlah siswa yang diteliti adalah 30 siswa terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan, dimana peneliti sebagai guru IPA pada kelas tersebut. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan dari bulan Agustus 2014 sampai bulan Desember 2014.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan observasi dan tes. Hasil penelitian ini dianalisis dengan teknik deskriptif komparatif, yaitu membandingkan hasil kondisi awal dengan siklus I, membandingkan antara siklus I dengan siklus II dan membandingkan antara kondisi awal dengan siklus II.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara teoritik dan empirik melalui discovery learning dapat meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi klasifikasi benda bagi siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015. Peningkatan kedisiplinan belajar IPA yang mencapai nilai minimal baik yaitu pada kondisi awal sebanyak 10 siswa atau 33,33%, pada siklus I sebanyak 17 siswa atau 56,67% dan pada siklus II sebanyak 27 siswa atau 90,00%. Sedangkan peningkatan hasil belajar IPA yang mencapai batas tuntas yaitu pada kondisi awal sebanyak 11 siswa atau 36,67%, pada siklus I sebanyak 20 siswa atau 66,67% dan pada siklus II sebanyak 24 siswa atau 80%.

Kata Kunci : Kedisiplinan belajar IPA. Hasil belajar IPA. Discovery Learning.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 setelah pembelajaran IPA menunjukkan bahwa kondisi awal siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru menunjukkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi Objek IPA dan pengamatannya masih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari pembelajaran IPA yang dilakukan oleh peneliti. Dari 30 siswa kelas VII G yang terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan diperoleh nilai kedisiplinan 0 siswa memperoleh predikat sangat baik (SB) atau 0%, 10 siswa memperoleh predikat baik (B) atau 33,33%, 18 siswa memperoleh predikat cukup (C) atau 60,00% dan 2 siswa memperoleh predikat kurang (K) atau 6,67%. Hasil ini menunjukkan kalau kedisiplinan kelas VII G masih rendah karena siswa yang memperoleh predikat cukup (C) dan kurang (K) masih cukup banyak berjumlah 20 siswa atau 66,67%, sedangkan siswa yang memperoleh predikat sangat baik (SB) dan baik (B) berjumlah 10 siswa atau 33,33%. Sedangkan apabila dilihat hasil belajar IPA dari 30 siswa kelas VII G yang terdiri 20 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan diperoleh nilai skala 100 yaitu nilai rata-rata 64,53, nilai terendah 24 dan nilai tertinggi 94 atau jika dilihat dari nilai skala 4 yaitu nilai rata-rata 2,58, nilai terendah 0,96 dan nilai tertinggi 3,76. Sedangkan jika dilihat dari ketuntasannya dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) 71 untuk skala 100 atau 2,84 untuk skala 4 dari 30 siswa kelas VII G terdapat 11 siswa tuntas belajar atau 36,67% dan 19 siswa tidak tuntas belajar atau 63,33%. Apabila dilihat hasilnya tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar IPA juga masih rendah.
Kedisiplinan dan hasil belajar IPA siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 tersebut masih rendah, mungkin karena peneliti belum menggunakan model discovery learning dalam pembelajarannya. Sebelumnya peneliti masih menggunakan metode konvensional yaitu ceramah dan tanya jawab walaupun juga kadang-kadang sudah mencoba menggunakan metode eksperimen yang biasa diterapkan dalam model pembelajaran discovery learning, tetapi pembelajaran masih berpusat pada guru dan belum banyak melibatkan siswa dalam pembelajarannya. Sedangkan dilihat dari kondisi siswa, mungkin karena siswa belum banyak yang memiliki buku teks pegangan untuk pembelajaran, juga karena dimungkinkan perilaku siswa kelas VII G yang masih terbawa waktu pembelajaran di SD yang kurang pengarahan dalam kedisiplinan ketika berlangsungnya pembelajaran.
Harapan yang akan dicapai oleh peneliti setelah penelitian adalah meningkatnya kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi klasifikasi benda siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015, sebab jika tidak ditingkatkan maka banyak siswa tidak akan disiplin dan mengerjakan soal pun juga mengalami kesulitan, walaupun soalnya sebenarnya mudah.
Untuk meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi klasifikasi benda siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015, peneliti menggunakan model pembelajaran discovery learning. Dengan model pembelajaran discovery learning siswa akan terlibat dalam pembelajaran lebih banyak, sehingga pembelajaran lebih mengena dan bermakna. Di samping juga kediplinan siswa juga akan meningkat seiring dengan banyaknya siswa yang terlibat langsung dalam pembelajaran.
Dari uraian di atas dapat diperoleh bahwa kenyataannya kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi Objek IPA dan pengamatannya sebagai materi kondisi awal siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 masih rendah, sedangkan yang diharapkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 akan meningkat.
Dalam pembelajaran sebelumnya peneliti juga belum menggunakan model pembelajaran discovery learning, tetapi masih menggunakan pembelajaran konvensional, sedangkan harapannya peneliti sudah menggunakan model discovery learning dalam proses pembelajarannya.
Untuk menyelesaikan masalah kesenjangan antara kenyataan dengan harapan yaitu perlu adanya model discovery learning yang dilakukan sendiri oleh peneliti dengan tindakan pertama menggunakan model discovery learning kelompok besar dan tindakan kedua menggunakan model discovery learning kelompok kecil. Tindakan-tindakan tersebut dilakukan untuk meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi klasifikasi benda siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah apakah melalui discovery learning dapat meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi klasifikasi benda bagi siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah  untuk meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi klasifikasi benda melalui discovery learning bagi siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015.

KAJIAN TEORI
Kedisiplinan Belajar IPA
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru (2008:195), menyatakan bahwa disiplin adalah:
1).  Tata tertib (di sekolah, di kantor, kemiliteran, dan sebagainya).
2).  Ketaatan (kepatuhan) pada peraturan tata tertib.
3).  Bidang studi yang memiliki objek dan sistem tertentu.
Kedisiplinan dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas / latihan yang  dirancang karena dianggap perlu dilaksanakan untuk dapat mencapai sasaran tertentu  (Sukadji, 2000). Santoso (2004) menyatakan bahwa kedisiplinan adalah sesuatu yang teratur, misalnya disiplin dalam menyelesaikan pekerjaan berarti bekerja secara teratur. Kedisiplinan berkenaan dengan kepatuhan dan ketaatan seseorang atau kelompok orang terhadap norma-norma dan peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Berdasarkan berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah suatu sikap dan perilaku yang mencerminkan ketaatan dan ketepatan terhadap peraturan, tata tertib, norma-norma yang berlaku, baik tertulis maupun yang tidak tertulis.
Kedisiplinan belajar IPA yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masuk kelas tepat waktu, mengumpulkan tugas tepat waktu, memakai seragam sesuai tata tertib, mengerjakan tugas yang diberikan, tertib dalam mengikuti pembelajaran, membawa buku tulis sesuai mata pelajaran dan membawa buku teks mata pelajaran.
Hasil Belajar IPA
Di dalam istilah hasil belajar, terdapat dua unsur di dalamnya, yaitu unsur hasil dan unsur belajar. Hasil belajar merupakan sesuatu yang diadakan, dibuat, dijadikan dan sebagainya oleh usaha, pikiran pebelajar dalam kegiatan belajarnya, sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru, (2008:313). Dari pengertian ini, maka hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lajimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Belajar itu sebagai suatu proses perubahan tingkah laku, atau memaknai sesuatu yang diperoleh. Akan tetapi apabila kita bicara tentang hasil belajar, maka hal itu merupakan hasil yang telah dicapai oleh si pebelajar.
Hasil belajar IPA yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seberapa banyak materi pembelajaran IPA ranah kognitif yang berupa hasil tes ulangan.
Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA
Discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajaran tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. 
Discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru.
Dalam mengaplikasikan discovery learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.  Kondisi seperti ini ingin mengubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. 
Dalam discovery learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. 
Keuntungan model pembelajaran discovery yaitu : (1) membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif yang merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya; (2) pengetahuan yang diperoleh sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer; (3) menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil; (4) memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri; (5) menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri; (6) membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya; (7) berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan, bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi; (8) membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada  kebenaran yang final dan tertentu atau pasti; (9) siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik; (10) membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar  yang baru; (11) mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri; (12) mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri; (13) memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang; (14) proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia  seutuhnya; (15) meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa; (16) kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar; (17) dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
Kelemahan model pembelajaran discovery yaitu : (1) menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi; (2) tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya; (3) harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama; (4) lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian; (5) pada disiplin ilmu IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan  yang dikemukakan oleh para siswa; (6) tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru. 
Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas adalah sebagai berikut :
1). Perencanaan
     Perencanaan pada model ini meliputi hal-hal sebagai berikut.  
a).   Menentukan tujuan pembelajaran.
b).  Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya  belajar, dan sebagainya).
c).   Memilih materi pelajaran.
d).  Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa  secara  induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
e).  Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh- contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
f).  Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke  kompleks, dari yang  konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
g).   Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
2). Pelaksanaan
Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas yang harus dilaksanakan adalah sebagai berikut :
a).   Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).
Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Jadi seorang guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa dapat tercapai.
b).   Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Sesudah pemberian stimulasi guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
c).    Data collection (pengumpulan data)
Pada saat siswa melakukan eksperimen atau eksplorasi, guru memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Data dapat diperoleh melalui membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
d).    Data processing (pengolahan data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.
e).    Verification (pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan, dihubungkan dengan hasil data processing. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
f).    Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. (Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Ajaran 2014/2015 Mata Pelajaran IPA SMP/MTs).
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir dari penelitian tindakan kelas ini dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : melalui discovery learning dapat meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi klasifikasi benda bagi siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru Kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015.
 
METODOLOGI PENELITIAN
Setting dan Subjek Penelitian
Tempat dalam penelitian ini adalah SMP Negeri 1 Weru. Alamat SMP Negeri 1 Weru berada pada Jl. Kapten Pattimura No. 03, Desa Karangmojo, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo dan Propinsi Jawa Tengah Kode Pos 57562 dengan nomor telepon (0272) 3102450. Waktu dalam penelitian ini dilakukan mulai bulan Agustus 2014 sampai bulan Desember 2014. Kegiatan dalam waktu tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :  (a) bulan Agustus 2014  untuk menyusun proposal dan instrumen penelitian; (b) bulan September 2014 untuk mengumpulkan data : kondisi awal, siklus I dan siklus II. Kondisi awal pada minggu pertama dan sebagian minggu kedua, siklus I pada sebagian minggu kedua dan sebagian minggu ketiga, sedangkan siklus II pada sebagian minggu ketiga dan minggu keempat. Kegiatan ini  dilaksanakan peneliti dalam satu bulan karena tiap minggu terdapat 5 jam pelajaran, sehingga memungkinkan kondisi awal, siklus I dan siklus II dilaksanakan dalam satu bulan dengan rincian kondisi awal ada 5 jam pelajaran, siklus I ada 5 jam pelajaran dan siklus II ada 7 jam pelajaran; (c) bulan Oktober 2014 untuk kegiatan analisis data yang diperoleh dari kegiatan siklus I dan siklus II; (d) bulan Nopember 2014 untuk kegiatan pembahasan/diskusi dengan teman-teman sejawat untuk membahas kegiatan analisis yang telah dilakukan; dan (e) bulan Desember 2014 untuk menyusun laporan hasil penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah kelas VII G yang berjumlah 30 siswa terdiri 20 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan.
Teknik dan Alat Pengumpul Data
Teknik dan alat pengumpul data pada penelitian ini yaitu : data kedisiplinan belajar IPA kondisi awal dikumpulkan menggunakan teknik dokumentasi dengan alat/instrumen berupa dokumen catatan jurnal proses pembelajaran kondisi awal. Data hasil belajar IPA kondisi awal dikumpulkan menggunakan teknik dokumentasi alat/instrumen berupa dokumen catatan daftar nilai kondisi awal. Data kedisiplinan belajar IPA siklus I dikumpulkan menggunakan teknik observasi dengan alat/instrumen berupa lembar observasi kedisiplinan belajar IPA siklus I. Data hasil belajar IPA siklus I dikumpulkan menggunakan teknik tes tertulis uraian dengan alat/instrumen berupa butir soal tes uraian siklus I. Data kedisiplinan belajar IPA siklus II dikumpulkan menggunakan teknik observasi dengan alat/instrumen berupa lembar observasi kedisiplinan belajar IPA siklus II. Data hasil belajar IPA siklus II dikumpulkan menggunakan teknik tes tertulis uraian dengan alat/instrumen berupa butir soal tes uraian siklus II.
Validasi dan Analisis Data
Data kedisiplinan belajar IPA siklus I maupun data kedisiplinan belajar IPA siklus II diperoleh menggunakan teknik observasi dengan alat berupa lembar observasi. Supaya datanya valid perlu divalidasi dengan cara melibatkan observer teman sejawat yang dikenal dengan berkolaborasi. Data hasil belajar IPA siklus I maupun data hasil belajar IPA siklus II dikumpulkan menggunakan teknik tes tertulis dengan alat berupa butir soal tes uraian. Supaya datanya valid perlu divalidasi isinya dengan cara membuat kisi-kisi sebelum butir soal disusun. Supaya datanya valid perlu divalidasi isinya dengan cara membuat kisi-kisi sebelum butir soal disusun. Analisis data menggunakan teknik diskriptif komparatif yang dilanjutkan dengan refleksi. Diskriptif komparatif yaitu membandingkan data kondisi awal, data siklus I dan data siklus II yang dilanjutkan dengan refleksi. Refleksi yaitu membuat simpulan berdasarkan hasil diskriptif komparatif kemudian memberi ulasan atas simpulan tersebut untuk menentukan perlu tidaknya tindakan siklus berikutnya.
Prosedur Tindakan
Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode penelitian tindakan kelas. Tindakan yang dilakukan dalam penelitian yaitu discovery learning. Tindakan siklus I discovery learning kelompok besar dan tindakan siklus II discovery learning kelompok kecil. Tahapan-tahapan dalam tiap siklus yaitu : (1) membuat perencanaan tindakan (planning); (2) melakukan tindakan sesuai yang direncanakan (acting); (3) melakukan pengamatan terhadap tindakan yang dilakukan (observing); dan (4) melakukan analisis dengan diskriptif komparatif dilanjutkan refleksi terhadap data hasil pengamatan (reflecting).
HASIL TINDAKAN
Diskripsi Kondisi Awal
Pengamatan (observasi) kedisiplinan belajar IPA dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Kriteria kedisiplinan belajar IPA dari siswa adalah memperoleh nilai yaitu : (1) sangat baik (SB) apabila memperoleh skor  3,75 – 4,00 atau sama dengan 4,00; (2) baik (B) apabila memperoleh skor 2,75 – 3,75 atau sama dengan 3,75; (3) cukup (C) apabila memperoleh skor  1,75 – 2,75 atau sama dengan 2,75; dan (4) kurang (K) apabila memperoleh skor kurang dari atau sama dengan 1,75. Dari pengamatan kedisiplinan belajar IPA selama proses belajar mengajar diperoleh hasil pengamatan yaitu : (1) sangat baik (SB) sebanyak 0 siswa (0,00%); (2) baik (B) sebanyak 10 siswa (33,33%) terdiri dari 0 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan; (3) cukup (C) sebanyak 18 siswa (60,00%) terdiri dari 18 siswa laki-laki; dan (4) kurang (K) sebanyak 2 siswa (6,67%) terdiri dari 2 siswa laki-laki.
Dari hasil pengamatan tersebut siswa dikatakan berhasil jika nilainya mencapai minimal baik (B). Jadi ada 10 siswa yang berhasil mencapai batas minimal atau 33,33% dan ada 20 siswa yang belum mencapai batas minimal atau 66,67%. Karena yang mencapai nilai minimal baik (B) ada 10 siswa atau 33,33% berarti dapat disimpulkan untuk kedisiplinan belajar IPA pada kondisi awal masih rendah. Adapun data hasil belajar IPA  pada kondisi awal adalah sebagai berikut :  nilai rata-rata hasil belajar IPA adalah 64,53 dan ketuntasan belajar mencapai 36,67% atau ada 11 siswa dari 30 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi awal secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 71 hanya sebesar 36,67% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%.

Diskripsi Data Siklus I
Dari pengamatan kedisiplinan belajar IPA oleh observer teman sejawat selama proses belajar mengajar diperoleh hasil pengamatan yaitu : (1) sangat baik (SB) sebanyak 3 siswa (10,00%) terdiri dari 3 siswa perempuan; (2) baik (B) sebanyak 14 siswa (46,67%) terdiri dari 7 siswa perempuan dan 7 siswa laki-laki; (3) cukup (C) sebanyak 12 siswa (40,00%) terdiri dari 12 siswa laki-laki; dan (4) kurang (K) sebanyak 1 siswa (3,33%) terdiri dari 1 siswa laki-laki.
Dari hasil pengamatan tersebut siswa dikatakan berhasil jika nilainya mencapai minimal baik (B). Jadi ada 17 siswa yang berhasil mencapai batas minimal atau 56,67% dan ada 13 siswa yang belum mencapai batas minimal atau 43,33%. Karena yang mencapai nilai minimal baik (B) ada 17 siswa atau 56,67% berarti dapat disimpulkan untuk kedisiplinan belajar IPA pada siklus I agak tinggi.
. Adapun data hasil belajar IPA  pada siklus 1 adalah sebagai berikut : diperoleh nilai rata-rata hasil belajar IPA adalah 73.93 atau 2.96 dan ketuntasan belajar mencapai 66.67% atau ada 20 siswa dari 30 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus I secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 71 hanya sebesar 66.67% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hasil belajar IPA materi klasifikasi benda bagi siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 dari siklus I rata-rata prestasi 73.93 atau 2.96 ke siklus II rata-rata prestasi 79.67 atau 3.19 berarti ada peningkatan 5.74 atau 2.30 atau 7.76%.

Diskripsi Data Siklus II
Dari pengamatan kedisiplinan belajar IPA oleh observer teman sejawat selama proses belajar mengajar diperoleh hasil pengamatan yaitu : (1) sangat baik (SB) sebanyak 8 siswa (26,67%) terdiri dari 8 siswa perempuan; (2) baik (B) sebanyak 19 siswa (63,33%) terdiri dari 2 siswa perempuan dan 17 siswa laki-laki; (3) cukup (C) sebanyak 3 siswa (10,00%) terdiri dari 3 siswa laki-laki; dan (4) kurang (K) sebanyak 0 siswa (0,00%).
Dari hasil pengamatan tersebut siswa dikatakan berhasil jika nilainya mencapai minimal baik (B). Jadi ada 27 siswa yang berhasil mencapai batas minimal atau 90,00% dan ada 3 siswa yang belum mencapai batas minimal atau 10,00%. Karena yang mencapai nilai minimal baik (B) ada 27 siswa atau 90,00% berarti dapat disimpulkan untuk kedisiplinan belajar IPA pada siklus II tinggi.
 Adapun data hasil belajar IPA  pada siklus II adalah sebagai berikut : diperoleh nilai rata-rata hasil belajar IPA adalah 79.67 atau 3.19 dan ketuntasan belajar mencapai 80% atau ada 24 siswa  dari 30 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus II secara klasikal siswa sudah tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 71 sudah sebesar 80% meskipun belum mencapai persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hasil belajar IPA materi klasifikasi benda bagi siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 dari kondisi awal rata-rata prestasi 64.53 atau 2.58 ke siklus II rata-rata prestasi 79.67 atau 3.19 berarti ada peningkatan 15.14 atau 6.10 atau 23.46%.

PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan yang telah diperoleh serta dihubungkan dengan perumusan masalah dan pengajuan hipotesis yang diajukan dapat disimpulkan bahwa melalui discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi klasifikasi benda bagi siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 menunjukkan baik secara teoritik maupun empirik hasil belajar IPA meningkat, maka simpulan 3 hipotesis 3 discovery learning dapat meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi klasifikasi benda bagi siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 dan hasil tindakan 3 melalui discovery learning dapat meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi klasifikasi benda bagi siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 menunjukkan baik secara teoritik maupun empirik kedisiplinan belajar IPA meningkat.


Saran
Karena Karena melalui discovery learning dapat meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi klasifikasi benda bagi siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 maka disarankan kepada teman sejawat untuk pembelajaran perlu menggunakan discovery learning.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Aditya Media.

Aqib, Zainal. 2010. Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya: Insan Cendekia.

Badan PSDMPK-PMP. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Ajaran 2014/2015. Jakarta : Kemdikbud.

Herdian. 2010. Metode Pembelajaran Discovery. (http://herdy07.wordpress.com/ 2010/05/27/metode-pembelajaran-discovery-penemuan/ diunduh tanggal 2 Juli 2014 jam 08.25)

Sufanti, Main dan Sutama. 2011. Bahan Ajar PLPG Bidang Penelitian Tindakan Kelas dan Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP-UMS.

Sukidin; Basrowi dan Suranto. 2010. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Insan Cendekia.

Suwarto dan Djumadi. 2011. Bahan Ajar PLPG Paedagogik Khusus Bidang Studi IPA. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP-UMS.

Suyadi, 2010. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Diva Press.

Team Pustaka Phoenix. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Jakarta: Media Pustaka Phoenix.

Pengembangan Kompetensi Fitur Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah di Platform Merdeka Mengajar

  Pada tanggal 19 Desember 2023 GTK Kemdikbudristek telah merilis Fitur Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah di Platform Merdeka Meng...