Peningkatan
Kedisiplinan Dan Hasil Belajar IPA Materi Klasifikasi Benda Melalui Discovery
Learning Siswa Kelas VII G SMP Negeri 1 Weru
Semester 1
Tahun 2014/2015
Oleh
Jumadi
(Guru SMP Negeri 1 Weru,
Kec. Weru, Kab. Sukoharjo)
----------------------------------------------------------------------------------------------------
ABSTRAK
Tujuan
penelitian ini adalah untuk meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA
materi klasifikasi benda melalui discovery learning bagi siswa kelas VII G SMP
Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015.
Penelitian ini dilakukan
pada siswa kelas VII G semester 1 tahun 2014/2015 SMP Negeri 1 Weru. Jumlah
siswa yang diteliti adalah 30 siswa terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 10
siswa perempuan, dimana peneliti sebagai guru IPA pada kelas tersebut.
Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan dari bulan Agustus 2014 sampai bulan
Desember 2014.
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas yang terdiri dari
dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan
(planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting).
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan observasi dan tes. Hasil
penelitian ini dianalisis dengan teknik deskriptif komparatif, yaitu
membandingkan hasil kondisi awal dengan siklus I, membandingkan antara siklus I
dengan siklus II dan membandingkan antara kondisi awal dengan siklus II.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara teoritik dan empirik melalui discovery learning dapat meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA
materi klasifikasi benda bagi siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten
Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015. Peningkatan kedisiplinan
belajar IPA yang mencapai nilai minimal baik yaitu pada kondisi awal sebanyak
10 siswa atau 33,33%, pada siklus I sebanyak 17 siswa atau 56,67% dan pada
siklus II sebanyak 27 siswa atau 90,00%. Sedangkan peningkatan hasil belajar
IPA yang mencapai batas tuntas yaitu pada kondisi awal sebanyak 11 siswa atau
36,67%, pada siklus I sebanyak 20 siswa atau 66,67% dan pada siklus II sebanyak
24 siswa atau 80%.
Kata
Kunci : Kedisiplinan belajar IPA. Hasil belajar IPA.
Discovery Learning.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pada semester 1 tahun pelajaran
2014/2015 setelah pembelajaran IPA menunjukkan bahwa kondisi awal siswa kelas
VII G SMP Negeri 1 Weru menunjukkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA
materi Objek IPA dan pengamatannya masih rendah. Hal tersebut dapat dilihat
dari pembelajaran IPA yang dilakukan oleh peneliti. Dari 30 siswa kelas VII G
yang terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan diperoleh nilai
kedisiplinan 0 siswa memperoleh predikat sangat baik (SB) atau 0%, 10 siswa
memperoleh predikat baik (B) atau 33,33%, 18 siswa memperoleh predikat cukup
(C) atau 60,00% dan 2 siswa memperoleh predikat kurang (K) atau 6,67%. Hasil
ini menunjukkan kalau kedisiplinan kelas VII G masih rendah karena siswa yang
memperoleh predikat cukup (C) dan kurang (K) masih cukup banyak berjumlah 20
siswa atau 66,67%, sedangkan siswa yang memperoleh predikat sangat baik (SB)
dan baik (B) berjumlah 10 siswa atau 33,33%. Sedangkan apabila dilihat hasil
belajar IPA dari 30 siswa kelas VII G yang terdiri 20 siswa laki-laki dan 10
siswa perempuan diperoleh nilai skala 100 yaitu nilai rata-rata 64,53, nilai
terendah 24 dan nilai tertinggi 94 atau jika dilihat dari nilai skala 4 yaitu
nilai rata-rata 2,58, nilai terendah 0,96 dan nilai tertinggi 3,76. Sedangkan
jika dilihat dari ketuntasannya dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) 71
untuk skala 100 atau 2,84 untuk skala 4 dari 30 siswa kelas VII G terdapat 11
siswa tuntas belajar atau 36,67% dan 19 siswa tidak tuntas belajar atau 63,33%.
Apabila dilihat hasilnya tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar IPA juga
masih rendah.
Kedisiplinan dan hasil belajar IPA
siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru semester 1 tahun pelajaran 2014/2015
tersebut masih rendah, mungkin karena peneliti belum menggunakan model
discovery learning dalam pembelajarannya. Sebelumnya peneliti masih menggunakan
metode konvensional yaitu ceramah dan tanya jawab walaupun juga kadang-kadang
sudah mencoba menggunakan metode eksperimen yang biasa diterapkan dalam model
pembelajaran discovery learning, tetapi pembelajaran masih berpusat pada guru
dan belum banyak melibatkan siswa dalam pembelajarannya. Sedangkan dilihat dari
kondisi siswa, mungkin karena siswa belum banyak yang memiliki buku teks
pegangan untuk pembelajaran, juga karena dimungkinkan perilaku siswa kelas VII
G yang masih terbawa waktu pembelajaran di SD yang kurang pengarahan dalam
kedisiplinan ketika berlangsungnya pembelajaran.
Harapan yang akan dicapai oleh
peneliti setelah penelitian adalah meningkatnya kedisiplinan dan hasil belajar
IPA materi klasifikasi benda siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten
Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015, sebab jika tidak
ditingkatkan maka banyak siswa tidak akan disiplin dan mengerjakan soal pun
juga mengalami kesulitan, walaupun soalnya sebenarnya mudah.
Untuk meningkatkan kedisiplinan dan
hasil belajar IPA materi klasifikasi benda siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru
kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015, peneliti
menggunakan model pembelajaran discovery learning. Dengan model pembelajaran
discovery learning siswa akan terlibat dalam pembelajaran lebih banyak,
sehingga pembelajaran lebih mengena dan bermakna. Di samping juga kediplinan
siswa juga akan meningkat seiring dengan banyaknya siswa yang terlibat langsung
dalam pembelajaran.
Dari uraian di atas dapat diperoleh
bahwa kenyataannya kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi Objek IPA dan
pengamatannya sebagai materi kondisi awal siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru
kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 masih rendah,
sedangkan yang diharapkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA siswa kelas VII G
SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015
akan meningkat.
Dalam pembelajaran sebelumnya peneliti
juga belum menggunakan model pembelajaran discovery learning, tetapi masih
menggunakan pembelajaran konvensional, sedangkan harapannya peneliti sudah
menggunakan model discovery learning dalam proses pembelajarannya.
Untuk menyelesaikan masalah
kesenjangan antara kenyataan dengan harapan yaitu perlu adanya model discovery
learning yang dilakukan sendiri oleh peneliti dengan tindakan pertama
menggunakan model discovery learning kelompok besar dan tindakan kedua
menggunakan model discovery learning kelompok kecil. Tindakan-tindakan tersebut
dilakukan untuk meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi
klasifikasi benda siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada
semester 1 tahun pelajaran 2014/2015.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian adalah apakah melalui discovery learning dapat meningkatkan
kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi klasifikasi benda bagi siswa kelas
VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran
2014/2015?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kedisiplinan dan hasil
belajar IPA materi klasifikasi benda melalui discovery learning bagi siswa
kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun
pelajaran 2014/2015.
KAJIAN TEORI
Kedisiplinan Belajar IPA
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi Baru (2008:195), menyatakan bahwa disiplin adalah:
1). Tata tertib (di sekolah, di kantor, kemiliteran, dan sebagainya).
2). Ketaatan (kepatuhan) pada peraturan tata tertib.
3). Bidang studi yang memiliki objek dan sistem tertentu.
Kedisiplinan dapat
diartikan sebagai serangkaian aktivitas / latihan yang dirancang karena dianggap perlu dilaksanakan untuk dapat mencapai sasaran
tertentu (Sukadji, 2000). Santoso (2004) menyatakan bahwa kedisiplinan adalah sesuatu yang teratur, misalnya disiplin
dalam menyelesaikan pekerjaan berarti bekerja secara teratur. Kedisiplinan
berkenaan dengan kepatuhan dan ketaatan seseorang atau kelompok orang terhadap norma-norma dan
peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23401/4/Chapter%20II.pdf. WNA Rambe tanggal 2 Juli 2014 Jam 8.40)
Berdasarkan berbagai
pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah suatu sikap dan perilaku yang mencerminkan ketaatan dan
ketepatan terhadap peraturan, tata tertib, norma-norma yang berlaku, baik tertulis maupun yang tidak
tertulis.
Kedisiplinan
belajar IPA yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masuk kelas tepat waktu,
mengumpulkan tugas tepat waktu, memakai seragam sesuai tata tertib, mengerjakan
tugas yang diberikan, tertib dalam mengikuti pembelajaran, membawa buku tulis
sesuai mata pelajaran dan membawa buku teks mata pelajaran.
Hasil Belajar IPA
Di dalam istilah hasil belajar, terdapat dua unsur di
dalamnya, yaitu unsur hasil dan unsur belajar. Hasil belajar merupakan sesuatu yang diadakan, dibuat, dijadikan dan sebagainya oleh
usaha, pikiran pebelajar dalam kegiatan belajarnya,
sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru, (2008:313). Dari pengertian ini, maka hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lajimnya ditunjukkan dengan
nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Belajar itu sebagai suatu proses perubahan tingkah laku,
atau memaknai sesuatu yang diperoleh. Akan tetapi apabila kita bicara tentang
hasil belajar, maka hal itu merupakan hasil yang telah dicapai oleh si
pebelajar.
Hasil belajar IPA yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah seberapa banyak materi pembelajaran IPA
ranah kognitif yang berupa hasil tes
ulangan.
Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA
Discovery learning
adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang
terjadi bila pelajaran tidak disajikan
dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi
sendiri.
Discovery learning
mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving. Tidak
ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada discovery learning
lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak
diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah
yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru.
Dalam mengaplikasikan
discovery learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru
harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan
tujuan. Kondisi seperti ini ingin mengubah kegiatan belajar mengajar yang
teacher oriented menjadi student oriented.
Dalam discovery learning,
hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang
problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Bahan ajar
tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan
berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan,
menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat
kesimpulan-kesimpulan.
Keuntungan model pembelajaran discovery yaitu : (1) membantu siswa untuk
memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses
kognitif yang merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana
cara belajarnya; (2) pengetahuan yang diperoleh sangat pribadi dan ampuh karena
menguatkan pengertian, ingatan dan transfer; (3) menimbulkan rasa senang pada
siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil; (4) memungkinkan siswa
berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri; (5) menyebabkan
siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan
motivasi sendiri; (6) membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya; (7) berpusat pada
siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan, bahkan
gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi
diskusi; (8) membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena
mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti; (9) siswa
akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik; (10) membantu dan
mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang
baru; (11) mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri; (12) mendorong
siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri; (13) memberikan
keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih
terangsang; (14) proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada
pembentukan manusia seutuhnya; (15) meningkatkan tingkat penghargaan pada
siswa; (16) kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber
belajar; (17) dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
Kelemahan model pembelajaran discovery yaitu : (1) menimbulkan asumsi bahwa ada
kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami
kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara
konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi; (2) tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak,
karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau
pemecahan masalah lainnya; (3) harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan
dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama;
(4) lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek
konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian;
(5) pada disiplin ilmu IPA kurang fasilitas
untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa; (6) tidak menyediakan
kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena
telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di
kelas adalah sebagai berikut :
1).
Perencanaan
Perencanaan pada model ini meliputi
hal-hal sebagai berikut.
a). Menentukan tujuan pembelajaran.
b). Melakukan identifikasi karakteristik
siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
c). Memilih materi pelajaran.
d). Menentukan topik-topik yang harus
dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh
generalisasi).
e). Mengembangkan
bahan-bahan belajar yang berupa contoh- contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya
untuk dipelajari siswa.
f). Mengatur topik-topik pelajaran dari
yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari
tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
g). Melakukan penilaian proses dan hasil
belajar siswa.
2). Pelaksanaan
Menurut Syah
(2004:244) dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas yang harus
dilaksanakan adalah sebagai berikut :
a). Stimulation (stimulasi/pemberian
rangsangan).
Pada tahap ini
siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya dan timbul
keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai kegiatan pembelajaran
dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku dan aktivitas belajar
lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Pada tahap ini
berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan
dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Jadi seorang guru harus
menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan
mengaktifkan siswa dapat tercapai.
b). Problem statement (pernyataan/identifikasi
masalah)
Sesudah
pemberian stimulasi guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah
satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah).
c). Data collection (pengumpulan data)
Pada saat
siswa melakukan eksperimen atau eksplorasi, guru memberi kesempatan kepada para
siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Data dapat diperoleh melalui membaca
literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba
sendiri dan sebagainya.
d). Data processing (pengolahan data)
Pengolahan
data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para
siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.
e). Verification (pembuktian)
Pada tahap ini
siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang telah ditetapkan, dihubungkan dengan hasil data processing.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan
atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu kemudian dicek, apakah terjawab
atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
f). Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap
generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang
dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang
sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka
dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. (Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Ajaran
2014/2015 Mata Pelajaran IPA SMP/MTs).
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan
kajian teori dan kerangka berpikir dari penelitian tindakan kelas ini dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut : melalui discovery learning dapat meningkatkan kedisiplinan dan hasil
belajar IPA materi klasifikasi benda bagi siswa kelas VII
G SMP Negeri 1 Weru Kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015.
METODOLOGI PENELITIAN
Setting dan Subjek Penelitian
Tempat dalam penelitian ini adalah SMP
Negeri 1 Weru. Alamat SMP Negeri 1 Weru berada pada Jl. Kapten Pattimura No.
03, Desa Karangmojo, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo dan Propinsi Jawa
Tengah Kode Pos 57562 dengan nomor telepon (0272) 3102450. Waktu dalam
penelitian ini dilakukan mulai bulan Agustus 2014 sampai bulan Desember 2014.
Kegiatan dalam waktu tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : (a) bulan Agustus 2014 untuk menyusun proposal dan instrumen
penelitian; (b) bulan September 2014 untuk mengumpulkan data : kondisi awal,
siklus I dan siklus II. Kondisi awal pada minggu pertama dan sebagian minggu
kedua, siklus I pada sebagian minggu kedua dan sebagian minggu ketiga,
sedangkan siklus II pada sebagian minggu ketiga dan minggu keempat. Kegiatan
ini dilaksanakan peneliti dalam satu
bulan karena tiap minggu terdapat 5 jam pelajaran, sehingga memungkinkan
kondisi awal, siklus I dan siklus II dilaksanakan dalam satu bulan dengan
rincian kondisi awal ada 5 jam pelajaran, siklus I ada 5 jam pelajaran dan
siklus II ada 7 jam pelajaran; (c) bulan Oktober 2014 untuk kegiatan analisis
data yang diperoleh dari kegiatan siklus I dan siklus II; (d) bulan Nopember
2014 untuk kegiatan pembahasan/diskusi dengan teman-teman sejawat untuk
membahas kegiatan analisis yang telah dilakukan; dan (e) bulan Desember 2014
untuk menyusun laporan hasil penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah kelas
VII G yang berjumlah 30 siswa terdiri 20 siswa laki-laki dan 10 siswa
perempuan.
Teknik
dan Alat Pengumpul Data
Teknik dan alat pengumpul data pada penelitian ini
yaitu : data kedisiplinan belajar IPA kondisi awal dikumpulkan menggunakan
teknik dokumentasi dengan alat/instrumen berupa dokumen catatan jurnal proses
pembelajaran kondisi awal. Data hasil belajar IPA kondisi awal dikumpulkan
menggunakan teknik dokumentasi alat/instrumen berupa dokumen catatan daftar
nilai kondisi awal. Data kedisiplinan belajar IPA siklus I dikumpulkan
menggunakan teknik observasi dengan alat/instrumen berupa lembar observasi
kedisiplinan belajar IPA siklus I. Data hasil belajar IPA siklus I dikumpulkan
menggunakan teknik tes tertulis uraian dengan alat/instrumen berupa butir soal
tes uraian siklus I. Data kedisiplinan belajar IPA siklus II dikumpulkan
menggunakan teknik observasi dengan alat/instrumen berupa lembar observasi
kedisiplinan belajar IPA siklus II. Data hasil belajar IPA siklus II
dikumpulkan menggunakan teknik tes tertulis uraian dengan alat/instrumen berupa
butir soal tes uraian siklus II.
Validasi
dan Analisis Data
Data kedisiplinan belajar IPA siklus I
maupun data kedisiplinan belajar IPA siklus II diperoleh menggunakan teknik
observasi dengan alat berupa lembar observasi. Supaya datanya valid perlu
divalidasi dengan cara melibatkan observer teman sejawat yang dikenal dengan
berkolaborasi. Data hasil belajar IPA siklus I maupun data hasil belajar IPA
siklus II dikumpulkan menggunakan teknik tes tertulis dengan alat berupa butir
soal tes uraian. Supaya datanya valid perlu divalidasi isinya dengan cara
membuat kisi-kisi sebelum butir soal disusun. Supaya datanya valid perlu
divalidasi isinya dengan cara membuat kisi-kisi sebelum butir soal disusun.
Analisis data menggunakan teknik diskriptif komparatif yang dilanjutkan dengan
refleksi. Diskriptif komparatif yaitu membandingkan data kondisi awal, data siklus
I dan data siklus II yang dilanjutkan dengan refleksi. Refleksi yaitu membuat
simpulan berdasarkan hasil diskriptif komparatif kemudian memberi ulasan atas
simpulan tersebut untuk menentukan perlu tidaknya tindakan siklus berikutnya.
Prosedur
Tindakan
Metode yang digunakan dalam penelitian
yaitu metode penelitian tindakan kelas. Tindakan yang dilakukan dalam
penelitian yaitu discovery learning. Tindakan siklus I discovery learning kelompok
besar dan tindakan siklus II discovery learning kelompok kecil. Tahapan-tahapan
dalam tiap siklus yaitu : (1) membuat perencanaan tindakan (planning); (2)
melakukan tindakan sesuai yang direncanakan (acting); (3) melakukan pengamatan
terhadap tindakan yang dilakukan (observing); dan (4) melakukan analisis dengan
diskriptif komparatif dilanjutkan refleksi terhadap data hasil pengamatan
(reflecting).
HASIL
TINDAKAN
Diskripsi
Kondisi Awal
Pengamatan (observasi) kedisiplinan belajar IPA dilaksanakan bersamaan
dengan pelaksanaan belajar mengajar. Kriteria
kedisiplinan belajar IPA dari siswa adalah memperoleh nilai yaitu : (1) sangat baik (SB) apabila memperoleh skor 3,75 – 4,00 atau sama dengan 4,00; (2) baik
(B) apabila memperoleh skor 2,75 – 3,75 atau sama dengan 3,75; (3) cukup (C)
apabila memperoleh skor 1,75 – 2,75 atau
sama dengan 2,75; dan (4) kurang (K) apabila memperoleh skor kurang dari atau
sama dengan 1,75. Dari pengamatan kedisiplinan belajar IPA selama proses
belajar mengajar diperoleh hasil pengamatan yaitu : (1) sangat baik (SB) sebanyak 0 siswa (0,00%); (2) baik (B)
sebanyak 10 siswa (33,33%) terdiri dari 0 siswa laki-laki dan 10 siswa
perempuan; (3) cukup (C) sebanyak 18 siswa (60,00%) terdiri dari 18 siswa
laki-laki; dan (4) kurang (K) sebanyak 2 siswa (6,67%) terdiri dari 2 siswa
laki-laki.
Dari hasil pengamatan tersebut siswa dikatakan berhasil jika nilainya mencapai minimal baik (B). Jadi
ada 10 siswa yang
berhasil mencapai batas minimal atau 33,33% dan ada 20 siswa yang belum mencapai
batas minimal atau 66,67%. Karena yang mencapai
nilai minimal baik (B) ada 10 siswa atau 33,33% berarti dapat disimpulkan untuk
kedisiplinan belajar IPA pada kondisi awal masih rendah. Adapun data hasil belajar
IPA pada kondisi awal adalah sebagai
berikut : nilai rata-rata hasil belajar IPA
adalah 64,53 dan ketuntasan belajar mencapai 36,67% atau ada 11 siswa dari 30
siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi awal
secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai
≥ 71 hanya sebesar 36,67% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang
dikehendaki yaitu sebesar 85%.
Diskripsi
Data Siklus I
Dari pengamatan kedisiplinan belajar
IPA oleh observer teman sejawat selama proses belajar mengajar diperoleh hasil
pengamatan yaitu : (1) sangat baik
(SB) sebanyak 3 siswa (10,00%) terdiri dari 3 siswa perempuan; (2) baik (B)
sebanyak 14 siswa (46,67%) terdiri dari 7 siswa perempuan dan 7 siswa
laki-laki; (3) cukup (C) sebanyak 12 siswa (40,00%) terdiri dari 12 siswa
laki-laki; dan (4) kurang (K) sebanyak 1 siswa (3,33%) terdiri dari 1 siswa
laki-laki.
Dari hasil pengamatan tersebut siswa dikatakan berhasil jika nilainya mencapai minimal baik (B). Jadi
ada 17 siswa
yang berhasil mencapai batas minimal atau 56,67% dan ada 13 siswa
yang belum mencapai batas minimal atau 43,33%. Karena yang mencapai
nilai minimal baik (B) ada 17 siswa atau 56,67% berarti dapat disimpulkan untuk
kedisiplinan belajar IPA pada siklus I agak tinggi.
. Adapun data hasil belajar IPA pada siklus 1 adalah sebagai berikut : diperoleh
nilai rata-rata hasil belajar IPA adalah 73.93 atau 2.96 dan ketuntasan belajar
mencapai 66.67% atau ada 20 siswa dari 30 siswa sudah tuntas belajar. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa pada siklus I secara klasikal siswa belum tuntas
belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 71 hanya sebesar 66.67% lebih
kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hasil
belajar IPA materi klasifikasi benda bagi siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru
kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 dari siklus I
rata-rata prestasi 73.93 atau 2.96 ke siklus II rata-rata prestasi 79.67 atau
3.19 berarti ada peningkatan 5.74 atau 2.30 atau 7.76%.
Diskripsi
Data Siklus II
Dari pengamatan kedisiplinan belajar
IPA oleh observer teman sejawat selama proses belajar mengajar diperoleh hasil
pengamatan yaitu : (1) sangat baik
(SB) sebanyak 8 siswa (26,67%) terdiri dari 8 siswa perempuan; (2) baik (B)
sebanyak 19 siswa (63,33%) terdiri dari 2 siswa perempuan dan 17 siswa
laki-laki; (3) cukup (C) sebanyak 3 siswa (10,00%) terdiri dari 3 siswa
laki-laki; dan (4) kurang (K) sebanyak 0 siswa (0,00%).
Dari hasil pengamatan tersebut siswa dikatakan berhasil jika nilainya mencapai minimal baik (B). Jadi
ada 27 siswa yang berhasil mencapai batas minimal atau 90,00% dan ada 3 siswa yang belum mencapai batas minimal atau 10,00%. Karena yang mencapai nilai minimal baik (B) ada
27 siswa atau 90,00% berarti dapat disimpulkan untuk kedisiplinan belajar IPA
pada siklus II tinggi.
Adapun data hasil belajar IPA pada siklus II adalah sebagai berikut : diperoleh
nilai rata-rata hasil belajar IPA adalah 79.67 atau 3.19 dan ketuntasan belajar
mencapai 80% atau ada 24 siswa dari 30
siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus II
secara klasikal siswa sudah tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai
≥ 71 sudah sebesar 80% meskipun belum mencapai persentase ketuntasan yang
dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hasil belajar IPA materi klasifikasi benda bagi
siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun
pelajaran 2014/2015 dari kondisi awal rata-rata prestasi 64.53 atau 2.58 ke
siklus II rata-rata prestasi 79.67 atau 3.19 berarti ada peningkatan 15.14 atau
6.10 atau 23.46%.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan
yang telah diperoleh serta dihubungkan dengan perumusan masalah dan pengajuan
hipotesis yang diajukan dapat disimpulkan bahwa melalui discovery learning
dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi klasifikasi benda bagi siswa kelas
VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015
menunjukkan baik secara teoritik maupun empirik hasil belajar IPA meningkat,
maka simpulan 3 hipotesis 3 discovery learning dapat meningkatkan kedisiplinan
dan hasil belajar IPA materi klasifikasi benda bagi siswa kelas VII G SMP
Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 dan
hasil tindakan 3 melalui discovery learning dapat meningkatkan kedisiplinan dan
hasil belajar IPA materi klasifikasi benda bagi siswa kelas VII G SMP Negeri 1
Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 menunjukkan
baik secara teoritik maupun empirik kedisiplinan belajar IPA meningkat.
Saran
Karena Karena melalui discovery
learning dapat meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar IPA materi
klasifikasi benda bagi siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo
pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 maka disarankan kepada teman sejawat
untuk pembelajaran perlu menggunakan discovery learning.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Aditya
Media.
Aqib, Zainal. 2010. Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran.
Surabaya: Insan Cendekia.
Badan PSDMPK-PMP. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum
2013 Tahun Ajaran 2014/2015. Jakarta : Kemdikbud.
Herdian.
2010. Metode Pembelajaran Discovery. (http://herdy07.wordpress.com/ 2010/05/27/metode-pembelajaran-discovery-penemuan/
diunduh tanggal 2 Juli 2014 jam
08.25)
Sufanti, Main dan Sutama. 2011. Bahan Ajar PLPG Bidang Penelitian Tindakan
Kelas dan Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon
13 FKIP-UMS.
Sukidin; Basrowi dan Suranto. 2010.
Manajemen Penelitian Tindakan Kelas.
Surabaya: Insan Cendekia.
Suwarto dan Djumadi. 2011. Bahan Ajar PLPG Paedagogik Khusus Bidang
Studi IPA. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP-UMS.
Suyadi, 2010. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Diva Press.
Team Pustaka Phoenix. 2008. Kamus
Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Jakarta: Media Pustaka Phoenix.