Konsep Keberagaman Peserta Didik
1.
Pengertian Keberagaman Peserta Didik
Keberagaman peserta didik di kelas inklusif memiliki karakteristik
tersendiri, baik pada peserta didik reguler maupun pada peserta didik
berkebutuhan khusus (PDBK). Keberadaan PDBK dipayungi Undang Undang Dasar 1945
pasal 31, ayat 1 mengamanatkan bahwa; “Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan” dan ayat 2; “Setiap warga Negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya’. Dengan demikian, peserta didik dalam kelas walaupun berbeda
keyakinan, fisik, gender, latar belakang keluarga, harapan, kemampuan,
kelebihan peserta didik memiliki hak untuk belajar. Implementasi di kelas, guru
secara perlahan dan pasti memberikan penanaman sikap simpati dan empati kepada
peserta didik reguler bahwa dalam masyarakat itu memiliki karakteristik
keragaman bentuk, keyakinan, sosial, dan karakter peserta didik berkebutuhan
khusus. Dengan demikian, ciptakan susana kebersamaan dalam berbagai aktivitas
agar seluruh peserta didik membaur dan saling interaksi, sehingga akan tampak
mereka bersosialisasi dan saling tolong menolong antarsesama.
Begitupun gurunya untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan baik,
harus memahami berbagai perbedaan. Setiap individu memiliki karakteristik sendiri,
baik dalam gaya belajar atau kemampuan mengaktulisasikan berbagai kemampuan dan
keterampilannya, misalnya perbedaan jender. Murid laki-laki memiliki
karakteristik yang berbeda dengan murid perempuan. Misalnya, cara berpikir
siswa laki-laki berbeda dengan murid perempuan. Namun, tidak menutup
kemungkinan karakteristik jender dapat dipertukarkan.
Perbedaan mereka tampak dari kekuatan fisik, perkembangan
psikoseksual, minat belajar pada bidang berlainan, ketekunan, ketelitian,
kecenderungan metode pembelajaran yang lebih sesuai untuk masing-masing jenis
kelamin, dan seterusnya. Ada kemungkinan murid perempuan sangat berminat dalam
bidang olah raga, sedangkan murid laki-laki sangat menyukai pelajaran tata
boga. Seorang guru perlu mengenali keunggulan siswa tanpa harus melakukan stereotip
jender.
Dengan demikian, guru sangat penting memberikan wawasan kepada
peserta didik bahwa masyarakat majemuk tradisional perlu mempertimbangkan
adanya pluralitas horizontal (adanya perbedaan etnik, sub-sub etnik) dan
pluralitas vertical (adanya pelapisan-pelapisan sosial). Penamaan
istilah “peserta
didik” kepada
siswa di sekolah dewasa ini sudah tepat, mengingat cara pandang ini yang lebih
positif dibanding dengan istilah “murid atau siswa”. Hal ini, kata “peserta didik” dapat mengakomodasi keberagaman
peserta didik dalam melihat kebutuhannya.
Kata “kebutuhan
khusus” menjadi
dasar dalam melihat apa yang menjadi masalah dan kebutuhan peserta didik dan
bukan pada label yang menyertainya. Oleh karena itu, guru hendaknya memandang setiap
Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) memiliki karakteristik unik.
Karakteristik PDBK ini berkaitan dengan bagaimana cara terbaik dalam memenuhi
kebutuhan khususnya. Pandangan ini akan menuntun guru dalam menyusun akomodasi
program untuk mengatasi hambatan dan mengoptimalkan potensi peserta didik.
Dengan demikian, upaya-upaya pemberian layanan pendidikan terhadap
PDBK hendaknya berfokus pada potensi-potensi yang dapat dikembangkan melalui
pengamatan guru secara berkesinambungan dan sistematik dalam proses identifikasi
dan asesmen. Hal ini, sejalan dengan Permendiknas No 16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru bahwa dalam Kompetensi Paedagogik
Guru salah satunya adalah memahami krakteristik peserta didik maka diharapkan
sebelaum melakukan pembelajaran setiap guru dapat melakukan identifikasi dan
asesmen. Hal ini untuk dijadikan sebagai dasar dalam memenuhi kebutuhan belajar
peserta didik.
2.
Indikator Kualitas Hidup Peserta Didik
Kebearagaman peserta didik di sekolah inlklusif adalah suatu
kenyataan yang untuk dibuat sebagai “sesuatu yang aneh” akan
tetapi keberagaman peserta didik tersebut harus menjadi sebuah “tantangan” bagi guru untuk memberikan
layanan pembelajaran akomodatif bagi setiap peserta didik. Peserta didik
reguler maupun peserta didik berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama untuk
memperoleh layanan pembelajaran dalam upaya mencapai kualitas hidup.
Ada empat indikator
kualitas hidup bagi setaip peserta didik, yakni sebagai berikut:
1. To
Live, setiap peserta didik di sekolah inklusif memilki hak untuk hidup mengembangkan
potensi dirinya, tanpa harus terhalangi atau dibatasi oleh kondisi hambatan
yang dimilikinya. Peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah inklusif tidak
boleh dibiarkan hanya sebagai “pelengkap
kuota kelas inklusif”,
tetapi keberadaan peserta didik di kelas inklusif harus menjadi
tantangan bagi guru untuk
berkreatif dalam mengembangkan layanan pembelajaran akomodatif.
2. To
Love, setiap peserta didik di sekolah inklusif harus merasa terlindungi, mengikuti
kegiatan pembelajaran dan aktivitas sekolah lainnya secara ramah, nyaman dan
tidak dibiarkan mendapat bully dari peserta didik lainnya. Bahkan guru
harus mengembangkan sikap saling menyayangi, mencintai
sebagai sesama warga
sekolah.
3. To
Play, setiap peserta didik di sekolah inklusif harus memperooleh kesempatan
yang sama untuk mengikuti aktivitas belajar secara aktif dan bermain di
sekolah, seperti dalam diskusi kelompok, kegiatan ekstrakurikuler, dan
perlombaan yang diadakan sekolah. Peserta didik berkebutuhan khusus harus
memperoleh hak yang sama untuk memperoleh kesempatan aktivitas permainan di
kelas dan lingkungan sekolah.
4. To
Work, setiap peserta dididk di sekolah inklusif memperoleh hak yang sama
untuk mengembangkan dirinya dalam upaya mengembangkan potensi dirinya untuk
nantinya menjadi individu yang mandiri dalam memasuki dunia kerja. Peserta
didik berkebutuhan khusus tidak boleh dihadirkan di kelas hanya sebagai “pelengkap penderita” akan tetapi harus diberikan layanan
pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan layanan pendidikannya.