A. Pengertian Model Pembelajaran
Kooperatif
Abdurrahman dan Bintoro memberi batasan
model pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran yang secara sadar dan
sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh
antar sesama siswa sebagai latihan hidup dalam masyarakat nyata (Nurhadi dan
Senduk, 2003: 60).
Pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran yang diupayakan untuk dapat meningkatkan peran serta siswa,
memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan
dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada para siswa untuk
berinteraksi dan belajar secara bersama meskipun mereka berasal dari berbagai
latar belakang yang berbeda.
B. Landasan Teoritis Model
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif didasarkan
teori konstruktivistik, bahwa siswa dapat menemukan dan memahami konsep-konsep
yang dipelajari dengan cara mongkonsrruksi pengalamannya. Usaha untuk
mengkonsrruksi pengalaman akan lebih mudah dilakukan jika mereka melakukannya
dengan bekerja sama. Menurut Arends (2008: 37), akar intelektual pembelajaran
kooperatif berasal dari tradisi pendidikan yang menekankan pemikiran dan
praktis demokratis: belajar secara aktif, perilaku kooperatif, dan menghormati
pluralisme di masyarakat yang multikultural.
C. Unsur-unsur Pokok Model
Pembelajaran Kooperatif
Ada 4 unsur pokok model pembelajaran
kooperatif, yaitu: 1. adanya peserta dalam kelompok, 2. adanya aturan kelompok,
3. adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan 4. adanya tujuan yang akan
dicapai (Sanjaya, 2009: 241).
1. Adanya
Peserta dalam Kelompok
Peserta pembelajaran
kooperatif adalah para siswa yang melakukan kegiatan belajar secara
berkelompok. Pengelompokan siswa bisa dilakukan berdasarkan beberapa
pertimbangan, misalnya minat, bakat kemampuan akademis, dst. Pertimbangan
apapun yang dipilih dalam mengelompokkan siswa, tujuan pembelajaran harus yang
diutamakan.
2. Adanya
Aturan Kelompok
Aturan kelompok merupakan sesuatu
yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang terlibat, baik siswa sebagai
peserta didik maupun siswa sebagai anggota kelompok.
3. Adanya Upaya
Belajar Setiap Anggota Kelompok
Upaya belajar merupakan segala
aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuan, baik kemampuan yang telah
dimiliki, maupun kemampuan yang baru. Aktivitas belajar siswa dilakukan secara
berkelompok, sehingga diantara mereka terjadi saling membelajarkan melalui
tukar pikiran, pengalaman, maupun gagasan.
4. Adanya
Tujuan yang Akan Dicapai
Aspek tujuan
dalam model pembelajaran ini dimaksudkan untuk memberikanb arah pada
perencanaan, pelaksanaan, dan juga evaluasi. Dengan adanya tujuan yang jelas,
setiap anggota kelompok dapat memahami sasaran setiap aktivitas belajar.
D. Karakteristik Model Pembelajaran
Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu
sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling berhubungan. Elemen-elemen
yang sekaligus merupakan karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berikut: saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas
individual, dan keterampilan hubungan antar pribadi (Nurhadi dan Senduk, 2003:
60). Berikut penjelasan untuk masing-masing elemen.
1. Saling Ketergantungan Positif
Saling ketergantungan positif adalah
hubungan yang saling membutuhkan. Saling ketergantungan positif menuntut adanya
interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi
untuk meraih hasil yang optimal, yang dicapai melalui: a. saling ketergantungan
pencapaian tujuan, b. saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, c.
saling ketergantungan bahan atau sumber belajar, d. saling ketergantungan
peran, dan saling ketergantungan hadiah.
2. Interaksi Tatap Muka
Interaksi tatap muka terwujud dengan
adanya dialog yang dilakukan bukan hanya antara siswa dengan guru tetapi juga
antara siswa dengan siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat
saling menjadi sumber belajar. Fakta seperti itu dibutuhkan karena ada siswa
yang merasa lebih mudah belajar dari sesama siswa.
3. Akuntabilitas Individual
Pembelajaran kooperatif terwujud
dalam bentuk belajar kelompok. Meskipun demikian penilaian tertuju pada
penguasaan materi belajar secara individual. Hasil penilaian pada kemampuan
individual tersebut selanjutnya disampaikan guru kepada kelompok agar semua
anggota kelompok mengetahui siapa diantara mereka yang memerlukan bantuan dan
yang dapat memberikan bantuan.
4. Keterampilan Menjalin Hubungan
antar Pribadi
Dalam
pembelajaran kooperatif keterampilan menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal
relationship) dikembangkan. Pengembangan kemampuan tersebut dilakukan
dengan melatih siswa untuk bersikap tenggang rasa, sopan, mengkritik ide bukan
pribadi, tidak mendominasi pembicaraan, menghargai pendapat orang lain, dst.
E. Dasar Pertimbangan Pelaksanaan
Pembelajaran Kooperatif
Pelaksanaan model pembelajaran
kooperatif didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu (Sanjaya, 2009:
243), yaitu sebagai berikut.
1. Guru menekankan pentingnya usaha kolektif di samping usaha individudual
dalam belajar.
2. Guru menghendaki seluruh siswa berhasil dalam belajar.
3. Guru ingin menunjukkan pada siswa bahwa siswa dapat belajar dari
temannya,
4. Guru ingin mengembangkan kemampuan komunikasi siswa.
5. Guru menghendaki motivasi dan partisipasi siswa dalam belajar meningkat
6. Guru
menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan
menemukan berbagai solusi pemecahan.
F. Variasi-variasi dalam Model
Pembelajaran Kooperatif
Ada 4 metode yang dapat dilaksanakan
oleh guru dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif (Trianto, 2007: 49).
Keempat metode dimaksud adalah: metode STAD, Metode Jigsaw, Metode GI (group investigation),
dan metode struktural.
1. Metode STAD
a. Karakteristik Metode STAD
STAD kependekan dari Student Team
Achievement Divisions. Metode ini dikembangkan oleh Robert Slavin dkk. dari
Universitas John Hopkins. Dalam metode STAD guru membagi siswa suatu kelas
menjadi beberapa kelompok kecil atau tim belajar dengan jumlah anggota setiap
kelompok 4 atau 5 orang siswa secara heterogen. Setiap anggota tim menggunakan
lembar kerja akademik dan saling membantu untuk menguasai materi ajar melalui
Tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim. Secara individual atau
kelompok setiap satu atau dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk
mengetahui penguasaan mereka terhadap materi yang telah mereka pelajari.
Setelah itu seluru siswa dalam kelas tersebut diberikan materi tes tentang
materi ajar yang telah mereka pelajari. Pada saat menjalani tes mereka tidak
diperbolehkan saling membantu.
b. Sintaks Metode STAD
Sintaks metode STAD terdiri atas 6
fase (Trianto, 2007: 54), yaitu sebagai berikut ini.
Fase ke-1: menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa untuk aktif belajar.
Fase ke-2: menyajikan materi ajar kepada siswa
dengan jalan mendemonstrasikan atau melalui bahan bacaan.
Fase ke-3: menjelaskan kepada siswa bagaimana
cara membentuk kelompok belajar .
Fase ke-4: membimbing setiap kelompok belajar
untuk belajar dan bekerja.
Fase ke-5: mengevaluasi hasil belajar dan
kerja masing-masing kelompok.
Fase ke-6: Guru memberikan penghargaan pada
para siswa baik sebagai individu maupun kelompok, baik karena usaha yang telah
mereka lakukan maupun karena hasil yang telah meerka capai.
2. Metode Jigsaw
a. Karakteristik Metode Jigsaw
Metode Jigsaw dikembangkan
dan diuji oleh Elliot Aronson dan rekan-rekan sejawatnya (Arends, 2008: 13).
Dalam metode Jigsaw para siswa dari suatu kelas dikelompokkan menjadi beberapa
tim belajar yang beranggotakan 5 atau 6 orang secara heterogen. Guru memberikan
bahan ajar dalam bentuk teks kepada setiap kelompok dan setiap siswa dalam satu
kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari satu porsi materinya. Para anggota
dari tim-tim yang berbeda tetapi membahas topik yang sama bertemu untuk belajar
dan saling membantu dalam mempelajari topic tersebut. Kelompok semacam ini
dalam metode Jigsaw disebut kelompok ahli (expert group).
b. Sintaks metode Jigsaw
Pelaksanaan metode Jigsaw terdiri
dari 6 langkah kegiatan (Trianto, 2007: 56-57) sebagai berikut.
Fase ke-1: Guru membagi kelas menjadi beberapa
kelompok belajar. Setiap kelompok beranggotakan 5 – 6 orang siswa.
Fase ke-2: Guru memberikan materi ajar dalam
bentuk teks yang telah terbagi menjadi beberapa sub materi untuk dipelajari
secara khusus oleh setiap anggota kelompok.
Fase ke-3: Semua kelompok mempelajari materi
ajar yang telah diberikan oleh guru.
Fase ke-4: Kelompok ahli bertemu dan membahas
topik materi yang menjadi tanggung jawabnya.
Fase ke-5 : Anggota kelompok ahli kembali ke
kelompok asal masing-masing (home teams) untuk membantu kelompoknya.
Fase ke-6: Guru mengevaluasi hasil belajar
siswa secara individual.
3. Metode Invenstigasi Kelompok (Group
Investigation)
a. Karakteristik metode investigasi
kelompok
Metode investigasi kelompok
dirancang oleh Herbert Thalen dan metode pembelajaran kooperatif yang paling
kompleks dan paling sulit diimplementasikan (Arends, 2008: 14). Kompleksitas
dan sulitnya implementasi metode ini dikarenakan keterlibatan siswa dalam
merencanakan topik-topik materi ajar maupun cara mempelajarinya melalui
investigasi. Pada metode investigasi kelompok, guru membagi kelas menjadi
beberapa kelompok secara heterogen yang masing-masing beranggota 5 atau 6 orang
siswa. Siswa memilih topik-topik tertentu untuk dipelajari, melakukan
investigasi mendalam terhadap sub-sub topik yang dipilih kemudian menyiapkan
dan mempresentasikan hasil belajar di kelas.
b. Sintaks metode investigasi
kelompok
Sharan dkk. sebagaimana pendapatnya
dikutip Arends (2008: 14) mendeskripsikan 6 langkah metode investigasi kelompok
sebagai berikut.
Fase ke-1: pemilihan topik
Siswa memilih sub-sub topik tertentu
dalam bidang permasalahan umum yang biasanya dibahas oleh guru. Selanjutnya
siswa diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggota 5 atau 6
orang.
Fase ke-2: perencanaan kooperatif
Siswa dan guru merencanakan prosedur
pembelajaran, tugas dan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan sub-sub topik
yang telah dipilih.
Fase ke-3: implementasi
Siswa melaksanakan rencana yang
diformulasikan pada fase ke-2.
Fase ke-4: analisis dan sintesis
Sisma menganalisis dan mensistesis
informasi yang diperoleh pada kegiatan fase ke-3.
Fase ke-5: presentasi hasil akhir
Beberapa atau semua kelompok
melakukan presentasi di kelas tentang topik-topik yang mereka pelajari di bawah
koordinasi guru.
Fase ke-6: evaluasi
Siswa dan guru mengevaluasi
kontribusi masing-masing kelompok terhadap kerja kelas secara keseluruhan.
Evaluasi dapat dilakukan secara individual, kelompok, atau keduanya.
4. Metode Struktural
a. Karakteristik metode struktural
Metode struktural dikembangkan oleh
Spencer Kagan dkk. Meskipun memiliki banyak persamaan dengan metode lainnya,
metode structural menekankan penggunaan struktur tertent yang dirancang untuk
memengaruhi pola interaksi siswa. Dua macam struktur yang dapat dipilih guru
untuk melaksanakan metode structural adalah think-pair-share dan numbered
head together.
1) Sintaks think-pair-share
Pelaksanaan think-pair-share
terdiri 3 langkah : thinking, pairing, dan sharing
(Arends, 2008: 15-16).
Langkah pertama: thinking (berpikir)
Guru mengajukan sebuah pertanyaan
yang terkait dengan materi ajar dan memberikan waktu satu menit kepada siswa
untuk memikirkan sendiri jawabannya.
Langkah kedua: pairing
(berpasangan)
Guru meminta siswa untuk
mendiskusikan secara berpasangan tentang apa yang siswa pikiran
Langkah ketiga: sharing
(berbagi)
Guru meminta pasangan-pasangan siswa
tersebut untuk berbagi hasil diskusinya dengan seluruh siswa di kelas.
2) Numbered heads together
Sintaks numbered heads together
terdiri dari tiga langkah (Arends, 2008: 16), yaitu sebagai berikut.
Langkah pertama: numbering
(penomoran)
Guru membagi kelas menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 3 sampai 5 orang dan member setiap anggota kelompok
tersebut nomor secara berurutan.
Langkah kedua: questioning
(pengajuan pertanyaan)
Guru mengajukan sebuah pertanyaan
kepada siswa. Pertanyaan bias bervariasi.
Langkah ketiga: head together
(berpikir bersama)
Para siswa berpikir bersama untuk
menemukan jawaban atas pertanyaan dari gurunya.
Langkah keempat: answering
(pemberian jawaban)
Guru menyebut satu nomor dan para
siswa dari setiap kelompok yang nomornya sama dengan nomor yang disebutkan guru
mengangkat tangannya dan memberikan jawaban di depan kelas.
DAFTAR
PUSTAKA
Arends, Richard I. (2008) Learning
to Teach: Belajar untuk Mengajar. Buku Dua. (Penterjemah: Helly Prayitno
Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nurhadi dan Senduk, Agus Gerrad.
(2003) Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit
Universitas Negeri Malang.
Sanjaya, Wina. (2009) Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media
Group.
Trianto. (2007) Model-model
Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Oleh: Kuntjojo
https://ebekunt.wordpress.com