PENGEMBANGAN MODUL IPA BERBASIS KETERAMPILAN
PROSES SAINS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK KELAS
VII SMP PADA MATERI KALOR
Jumadi1,
Widha Sunarno2 dan Nonoh Siti Aminah3
1 Program Studi Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 57126, Indonesia
jumadifaris@gmail.com
2 Program Studi Pendidikan
Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
widhasunarno@gmail.com
3 Program Studi
Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas
Maret
Surakarta, 57126,
Indonesia
nonoh_nst@gmail.com
|
Abstrak
Tujuan penelitian
ini untuk: 1) mengetahui
karakteristik modul IPA berbasis keterampilan proses sains pada materi kalor
bagi peserta didik SMP; 2) menguji kelayakan modul IPA berbasis keterampilan proses sains pada
materi kalor bagi peserta didik SMP; 3) menguji keefektifan modul IPA berbasis keterampilan proses sains terhadap peningkatan kemampuan
berpikir kritis peserta didik SMP Negeri 1 Weru
Sukoharjo pada materi kalor.
Metode penelitian
dan pengembangan yang digunakan Research
and Development (R&D). Model penelitian dan pengembangan menggunakan
model penelitian 4D Thiagarajan dengan langkah: (1) tahap pendefinisian (define); (2) tahap perancangan (design); (3) tahap pengembangan (develop); (4) tahap penyebaran (disseminate). Pengembangan modul ini dinilai berdasarkan isi,
penyajian dan bahasa, modul kemudian diujicobakan pada 9 siswa. Setelah
direvisi, modul diujicobakan pada kelas VIIH. Modul IPA berbasis keterampilan proses sains yang memuat komponen
pembelajaran mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, memprediksi,
merencanakan percobaan, menentukan alat dan bahan, menentukan variabel,
melakukan pengamatan, melakukan pengukuran, membuat grafik, melakukan
klasifikasi, mengolah data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan. Analisis data yang digunakan selama pengembangan
adalah analisis diskriptif, analisis kelayakan modul berdasarkan skor kriteria
dan analisis kemampuan berpikir kritis dengan t-test.
Hasil penelitian ini: (1) karakteristik modul IPA berbasis keterampilan proses
sains untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa yaitu langkah pembelajaran modul disesuaikan komponen keterampilan proses sains, mengintegrasikan kemampuan berpikir kritis pada setiap komponennya dan memuat
soal tes berpikir kritis; (2) kelayakan modul IPA berbasis keterampilan proses sains untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi kalor yang dikembangkan
memiliki skor rata-rata persentase
sebesar 90,55% dan berkategori sangat baik untuk digunakan
sebagai penunjang bahan ajar lainnya; (3) keefektifan modul IPA berbasis
keterampilan proses sains dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada materi kalor siswa pada kelas VIIH setelah menggunakan modul IPA berbasis keterampilan proses sains mengalami peningkatan yang dapat dilihat dari nilai N-gain dari uji coba skala
besar sebesar 0,61 dikategorikan “sedang” dengan signifikansi sebesar 0,000.
Kata kunci: modul, keterampilan proses sains, kemampuan berpikir kritis.
Abstract
This research aims to: 1) determine the
characteristics of module based science process
skills to increasing critical thinking abilites of junior
high school students’ VII grade on the kalor material; 2) examine the properness of science
process skills module on the kalor material; 3) examine the effectiveness of science process skills module to improve critical thinking abilites, results in the junior high
school 1 Weru Sukoharjo on the kalor material.
Research and development
models which use is four-D Thiagarajan. The step are (1) define’s step; (2)
design’s step; (3) develop’s step; (4) disseminate’s step. The development of this module was observed based on
the properness content, presentation, language, which was tried
out to 9 students. After revising, this module was tried out to VIIH class. This module is module science
process skills, which steps are contents of learning on questioning, formulating
the hyphotesis, predicting, designing
experimenting, defining tools and material, identifying variables, observing,
measuring metrically, constructing a graph, classifying, processing your on
data, inffering and communicating. Analysis of the data used development is descriptive analysis, properness
analysis module based on the score criteria and analysis of critical thinking abilites with
t-test.
The result of this research: (1)
characteristics science process skills module to increase students’ critical thinking abilites has some such
as the step of learning instruction is suited by the components of science process skills, integrating critical thinking abilites in every component and containing critical thingking test; (2) properness module of science process skills to Increase students’ critical thinking abilites in the kalor material has an average score of 90,55% and this category is ”very good”, which means the module deserve to be
used as supporting other teaching materials; (3) effectiveness critical thinking abilites of students in the class VIIH on the kalor material after using science process skills module is increase that can be seen from the N-gain score of operational
trials is 0,61 (“moderate” category) with significance 0,000.
Keywords: module, science process skills, critical thinking abilites.
Pendahuluan
Di dalam Undang
Undang No. 20 tahun
2003 pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa, “Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”. Jadi dapat dijelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan
terencana yang dilakukan melalui proses pembelajaran yang bertujuan untuk
mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri manusia baik dalam aspek
kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Komponen pendidikan
meliputi
tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, lingkungan pendidikan, dan media
pendidikan yang menjadi satu kesatuan fungsional yang saling berinteraksi,
bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan pendidikan, dimana salah satu
caranya adalah melalui pendidikan sekolah. Trianto (2013: 1) menyatakan
bahwa, “Pendidikan yang mampu
menjawab tujuan nasional adalah pendidikan yang mampu mendukung
pembangunan di masa mendatang, pendidikan yang mampu mengembangkan potensi
peserta didik sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan
problem kehidupan yang dihadapinya dan pendidikan yang mampu menyentuh potensi
nurani maupun kompetensi peserta didik”.
IPA pada hakekatnya merupakan produk
ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Proses pembelajaran IPA menekankan pada
proses sains yang dimiliki peserta didik karena pada umumnya
IPA dipahami sebagai ilmu yang perkembangannya melewati langkah-langkah
observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui
eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan konsep dan teori.
Maka penguasaan sains melalui pembelajaran secara teoritis sangat ditentukan
oleh kemampuan dan kreativitas peserta didik dalam menguasai proses sains.
Dalam pembelajaran sains, peserta didik dituntut aktif. Peserta didik tidak
hanya diam menerima secara teori yang diberikan oleh guru tanpa mengetahui
proses yang dilakukan dalam menemukan suatu konsep. (Prasetyo, 2011: 3).
Dari penelitian yang
dilakukan oleh Trends in
International Mathematics and Science Study (TIMSS) menempatkan Indonesia
di peringkat 40 dari 45 negara dalam hal kemampuan sains peserta
didik, karena hanya memperoleh skor 406 dari skor rata rata dunia sebesar 500
(TIMSS, 2011: 40). Penelitian lain yang dilakukan oleh Programme for International Student
Assessment (PISA) tahun 2012 menempatkan Indonesia pada posisi ke 64 dari 65
negara, karena hanya memperoleh skor 382 dari skor rata rata dunia sebesar 500
(OECD, 2013: 5), yang dianalisis dalam hal kemampuan literasi sains peserta
didik, seperti mengidentifikasi masalah ilmiah, menggunakan fakta ilmiah, memahami
sistem kehidupan dan memahami penggunaan peralatan sains. Dari
hasil
penelitian yang dipublikasikan oleh TIMMS dan PISA tersebut cukup dapat
mencerminkan kondisi sistem pendidikan yang terjadi di Indonesia yang masih
jauh dari harapan, khususnya dalam aspek pembelajaran IPA.
Media pembelajaran berperan sangat penting
untuk menunjang kesuksesan belajar peserta didik. Salah satu
media pembelajaran yang memegang peranan penting dalam membantu peserta
didik untuk mencapai kompetensi inti dan
kompetensi dasar adalah bahan ajar (materi ajar). Bahan ajar yang digunakan
sebaiknya tidak hanya menyajikan materi secara instan sehingga tidak mampu
mengantarkan peserta didik untuk memahami dan menemukan konsep yang dipelajari. Bahan ajar yang
digunakan harus mampu mengantarkan peserta didik untuk
memahami dan menemukan konsep yang dipelajari sehingga pembelajaran menjadi
bermakna. Salah satu jenis dari bahan ajar adalah modul. (Depdiknas, 2008).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan
oleh Amanah, dkk (2014) di kelas VIII SMP Negeri 18 Palembang,
menunjukkan masing-masing skor penilaian pada aspek keterampilan proses, peserta
didik dikategorikan dapat melatihkan keterampilan proses yang mereka miliki
dan mampu melakukan kegiatan pembelajaran dengan benar, hal ini dibuktikan
dengan skor yang diperoleh yakni skor rata-rata untuk merumuskan masalah
sebesar 3,55, merumuskan hipotesis sebesar 3,63, merancang percobaan sebesar
3,52, melakukan percobaan sebesar 3,48, mengolah data percobaan sebesar 3,34,
mengomunikasikan sebesar 3,33, dan menarik kesimpulan sebesar 3,57, namun pada
keterampilan menganalisis data percobaan skor yang diperoleh sebesar 3,22.
Penelitian yang dilakukan
oleh Friska Oktavia Rosa (2015) yang bertujuan untuk merancang dan menyusun
modul pembelajaran IPA berbasis keterampilan proses sains dan menguji
efektivitas modul terhadap hasil belajar dan motivasi peserta
didik. Modul IPA yang dikembangkan menggunakan keterpaduan model connected
dan berbasis keterampilan proses sains, yang meliputi mengamati, mengklarifikasi,
mengkomunikasi, mengukur, memprediksi dan menyimpulkan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar serta peningkatan
keterampilan proses sains peserta didik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa modul sangat membantu peserta didik belajar
mandiri, membantu dan diperlukan peserta didik sebagai
panduan belajar dimana dilengkapi dengan eksperimen sederhana.
Pengembangan modul IPA berbasis KPS ini dinilai efektif karena selain hasil
belajar peserta didik yang meningkat, keterampilan proses sains
dari peserta didik itu sendiri mengalami peningkatan.
Pengamatan
terhadap proses pembelajaran IPA di SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo pada semester
gasal Tahun Pelajaran 2015/2016 masih cenderung teacher centered sehingga peserta didik menjadi pasif. Hasil angket analisis kebutuhan guru menunjukkan bahwa: (1) guru mengalami kesulitan dalam
membelajarkan IPA secara terpadu sebanyak 100%; (1) Persentase guru yang membutuhkan bahan ajar
yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, bahan ajar yang berisi
sintaks keterampilan proses sains, dan
bahan ajar yang memuat proses, produk, sikap ilmiah adalah 100%;
(3) Persentase guru yang
membutuhkan bahan ajar IPA Terpadu adalah 100%. Dari hasil analisis kebutuhan
guru memberi petunjuk bahwa dibutuhkan modul IPA Terpadu berbasis keterampilan
proses sains untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis di sekolah. Dari pengamatan ulangan akhir semester gasal di SMP Negeri 1
Weru diperoleh hasil belajar yang tergolong masih rendah, hal ini menunjukkan penguasaan bahan ajar peserta didik
juga masih sangat rendah. KKM mata pelajaran IPA kelas VII SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo
Ttahun pelajaran 2015/2016 adalah 71. Data
hasil tes ulangan akhir semester gasal
peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Weru, Tahun Pelajaran 2015-2016 rata-rata nilai 68,00. Untuk hasil tes awal
kemampuan berpikir kritis mengadopsi dari Angelo yang diberikan kepada peserta
didik kelas VIIH diperoleh nilai untuk indikator kemampuan mengenal permasalahan dan pemecahannya
65,00, kemampuan
menginferensi
65,83, kemampuan menganalisis 67,50, kemampuan mensintesis 63,33, dan kemampuan mengevaluasi 64,17.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo kelas
VII memerlukan bahan ajar sebagai sumber belajar yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
dan hasil belajar peserta didik kelas VII.
Penyiapan dan penggunaan bahan ajar secara baik, menarik dan tepat untuk
melatih pengetahuan peserta didik dalam memecahkan masalah, pada akhirnya secara akumulatif kemampuan berpikir
kritis dan hasil belajar peserta
didik dapat meningkat. Jadi pembelajaran dengan menggunakan
modul IPA
berbasis keterampilan proses sains
diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil
belajar peserta didik.
Pada
Kurikulum 2013 materi IPA sudah tersusun secara terstruktur dalam KI dan KD.
Pada KD kelas VII SMP semester 2 yaitu 3.7, 4.10 dan 4.11 menunjukkan adanya
keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam
memahami konsep kalor. Berpikir kritis adalah
mengaplikasikan rasional, memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi
kemampuan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya,
menginferensi, dan mengevaluasi (Angelo, 1995: 6).
Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian pengembangan
dengan judul “Pengembangan Modul IPA Berbasis
Keterampilan Proses Sains untuk Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kritis Peserta
Didik Kelas VII SMP pada
Materi Kalor”.
Metode
Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dan
pengembangan (research and development
/ R & D) yang bertujuan untuk
mengembangkan modul IPA berbasis keterampilan
proses sains pada materi kalor untuk peserta
didik kelas VII SMP Negeri 1 Weru
Sukoharjo. Model yang digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan
modul IPA berbasis keterampilan proses sains ini merupakan
model dari 4-D (four-D model) yang
dikemukakan oleh Thiagarajan (1974: 5). yakni meliputi Tahap pendefinisian (Define),
Tahap Perancangan (Design), Tahap
pengembangan (Develop), dan Tahap
Penyebaran (Disseminate).
Produk yang dihasilkan
adalah modul IPA berbasis keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains
yang digunakan mengadopsi pendapat dari Rezba (1995) yang mempunyai komponen
pembelajaran mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, memprediksi,
merencanakan percobaan, menentukan alat dan bahan, menentukan variabel,
melakukan pengamatan, melakukan pengukuran, membuat grafik, mengklasifikasi,
mengolah data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan.
Uji coba produk digunakan
untuk mengumpulkan data terkait produk yang dikembangkan yaitu modul pembelajaran
berbasis keterampilan proses sains sehingga dapat diketahui kelayakan
produk. Uji coba yang dilakukan antara lain: uji coba produk awal berupa validasi
ahli, validasi praktisi pendidikan (guru), dan validasi peer review, uji coba skala
kecil yang dilakukan pada 9 peserta didik kelas VII G SMP Negeri 1 Weru dan uji
coba skala besar yang dilakukan di kelas VII H yang berjumlah 30 peserta didik.
Instrumen penelitian
merupakan alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan
data agar hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis
sehingga lebih mudah diolah. Secara garis besar, instrumen pengumpulan data
dalam penelitian ini antara lain berupa: angket, lembar validasi, soal tes, dan
lembar observasi.
Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif dan
kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan dan memaknai data yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif. Sebelum dianalisis, dilakukan proses
kuantifikasi data, selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menggunakan
statistik deskriptif. Untuk data hasil wawancara, dan dokumentasi dianalisis
dengan analisis kualitatif. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini
berupa: data analisis kebutuhan, data hasil validasi oleh ahli, praktisi, dan peer review, data uji skala kecil,
dan data dari uji skala besar. Data yang didapatkan dalam uji besar antara
lain: analisis keterlaksanaan komponen pembelajaran.
analisis hasil belajar afektif, analisis hasil belajar psikomotorik, analisis
hasil belajar kognitif dan analisis hasil tes kemampuan berpikir kritis.
Hasil
Penelitian dan Pembahasan
Hasil Pendefinisian (Define)
Tahapan ini dilakukan penyebaran angket kebutuhan kepada siswa dan guru
mengenai pembelajaran IPA di sekolah. Angket
kebutuhan guru diberikan kepada 5 orang guru SMP Negeri 1 Weru di kabupaten Sukoharjo. Sedangkan
angket pengungkap kebutuhan siswa diberikan kepada 30 siswa di SMP Negeri
1 Weru. Pertanyaan angket kebutuhan guru terdiri dari 36 pertanyaan,
sedangkan angket kebutuhan siswa terdiri dari 32 pertanyaan.
Hasil dari angket pengungkap kebutuhan guru
dan siswa adalah menunjukkan bahwa: 1) pembelajaran IPA di SMP Negeri
1 Weru Sukoharjo menggunakan bahan ajar yang sesuai dengan
kurikulum 2013, 2) bahan ajar yang sesuai kurikulum 2013 dari penerbit
Depdikbud dan jumlahnya juga terbatas dibandingkan jumlah peserta
didik, 3) peserta didik memiliki buku teks yang
dikeluarkan dari MGMP dinas pendidikan daerah setempat, 4) peserta didik lebih
mengalami kesulitan mempelajari bukur teks yang ada, 5) buku
yang melatihkan belajar mandiri jumlahnya terbatas, 6) peserta
didik dilatihkan
kemampuan berpikir kritis melalui keterampilan proses sains, serta 8)
materi pada bahan ajar yang digunakan belum memuat materi yang lengkap.
Hasil analisis kebutuhan
guru menunjukkan bahwa: a) guru
mengalami kesulitan dalam membelajarkan IPA secara terpadu sebanyak 100%;
b) persentase guru yang membutuhkan
bahan ajar yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, bahan ajar yang
berisi komponen keterampilan proses sains,
dan bahan ajar yang memuat proses, produk, sikap ilmiah adalah 100%;
c) persentase guru yang
membutuhkan bahan ajar IPA Terpadu adalah 100%.
Berdasarkan hasil analisis angket kebutuhan guru
dan siswa maka diperoleh kesimpulan bahwa diperlukan modul pembelajaran IPA
berbasis keterampilan proses sains untuk meningkatkan kemampuan
berpikir
kritis.
Hasil dari analisis kebutuhan, analisis
kemampuan berpikir kritis dan analisis hasil ujian nasional, dijadikan
dasar untuk mengembangkan modul pembelajaran berbasis keterampilan
proses sains pada materi kalor yang merujuk pada
standar yang telah ditetapkan BSNP tentang standar pengembangan modul dan buku
teks pelajaran. Dinamakan modul pembelajaran berbasis keterampilan
proses sains karena modul disusun berdasarkan komponen pembelajaran
berbasis keterampilan proses sains.
Kompetensi yang dipadukan adalah mencakup
Kompetensi Dasar: 3.7 Memahami konsep
suhu, pemuaian, kalor, perpindahan kalor, dan penerapannya dalam mekanisme
menjaga kestabilan suhu tubuh pada manusia dan hewan serta dalam kehidupan
sehari-hari, 4.10 Melakukan percobaan untuk menyelidiki suhu dan perubahannya
serta pengaruh kalor terhadap perubahan suhu dan perubahan wujud benda, dan
4.11 Melakukan penyelidikan terhadap cara berisi penambahan kalor secara
konduksi, konveksi, dan radiasi.
Hasil Perancangan (Design)
Pada tahap perancangan
didapat hasil pemilihan format dan desain awal modul.
Pemilihan format disesuaikan dengan format kriteria modul yang diadaptasi dari
pendapat Vembriarto (1985) yang disusun berdasarkan
komponen pembelajaran berbasis keterampilan proses sains
dari Rezba (1995) peneliti dengan menambahkan kemampuan berpikir
kritis dari Angelo (1995) yang terintegrasi dalam komponen
pembelajaran
berbasis keterampilan proses sains. Komponen pembelajaran
berbasis keterampilan proses sains meliputi: 1) mengajukan
pertanyaan; 2) merumuskan hipotesis; 3) memprediksi; 4) merencanakan percobaan;
5) menentukan alat dan bahan; 6) menentukan variabel; 7) melakukan pengamatan; 8)
melakukan pengukuran; 9) membuat grafik; 10) mengklasifikasi; 11) mengolah
data; 12) menarik kesimpulan dan 13) mengomunikasikan.
Pada tahap desain awal modul yang dikembangkan
dilakukan penyusunan modul yang akan menghasilkan draf desain
modul yang didalamnya mencakup: judul modul, halaman francis, bagian modul, kata
pengantar, pendahuluan, kompetensi inti dan kompetensi dasar,
peta konsep, dan daftar isi. Modul yang dikembangkan
mengintegrasikan pembelajaran berbasis keterampilan proses sains dalam setiap
kegiatan belajar.
Komponen pembelajaran
berbasis keterampilan proses sains diadaptasi dari Rezba (1995). Komponen 1
adalah mengajukan pertanyaan, pada proses ini siswa dapat merumuskan
pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan penyelesain dan menuliskannya di LKS.
Komponen 2 adalah merumuskan hipotesis, pada proses ini siswa menentukan
sebab akibat dari pertanyaan yang ingin diselesaikan dan menuliskannya di dalam
LKS.
Komponen 3 adalah memprediksi, pada proses ini siswa menentukan kesimpulan
sementara dari rumusan hipotesis dan menuliskannya di LKS. Komponen 4 adalah
merencanakan percobaan, pada proses ini siswa menentukan tujuan percobaan dari
rancangan gambar percobaan dan menuliskannya di LKS. Komponen 5 adalah
menentukan alat dan bahan, pada proses ini siswa mampu mendefinisikan alat dan
bahan dari rancangan percobaan dan menuliskannya di LKS. Komponen 6 adalah
menentukan variabel, pada proses ini siswa menentukan variabel yang akan
diteliti dan menuliskannya di LKS. Komponen 7 adalah melakukan pengamatan, pada
proses ini siswa mampu mengamati untuk mengumpulkan informasi guna pemecahan
pertanyaan. Komponen 8 adalah melakukan pengukuran, pada proses ini siswa mampu
melakukan pengukuran variabel yang diteliti dengan teliti dan menuliskannya
dalam tabel pengamatan di LKS. Komponen 9 adalah membuat grafik, pada proses
ini siswa membuat grafik dari tabel pengamatan dan menuliskannya di LKS.
Komponen 10 adalah melakukan klasifikasi, pada proses ini siswa mengelompokkan
variabel-variabel yang sesuai dan menuliskannya di LKS. Komponen 11 adalah
mengolah data, pada proses ini siswa mengolah data hasil pengamatan dan
pengukuran serta menuliskannya di LKS. Komponen 12 adalah menarik kesimpulan,
pada proses ini siswa menyimpulkan hasil pengamatan dan pengukurannya serta
menuliskannya di LKS. Komponen 13 adalah mengomunikasikan, pada proses ini
siswa mengomunikasikan hasil percobaannya.
Hasil
Pengembangan (Develope)
Desain modul dikembangkan menjadi draf I modul pembelajaran berbasis keterampilan proses sains pada materi kalor terdiri dari tiga kegiatan belajar. Kegiatan belajar I dengan sub materi kalor dan perubahan suhu, kegiatan
belajar II dengan sub materi kalor dan perubahan
wujud, serta kegiatan belajar III dengan sub materi perpindahan kalor. Draft I kemudian
divalidasi oleh ahli materi, ahli media, ahli bahasa, guru IPA, dan peer
review untuk memperoleh saran dan masukan terhadap modul. Data hasil dari validasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel
1. Hasil Validasi Modul
Validasi
|
Validator
|
Rata-rata
|
Kriteria
|
Desain
dan keterbacaan
|
Ahli bahasa
|
3,95
|
Sangat baik
|
|
Guru IPA
|
3,76
|
Sangat baik
|
|
Peer
review
|
3,45
|
Baik
|
|
|
|
|
Materi
|
Ahli materi
|
2,91
|
Baik
|
|
Guru IPA
|
3,86
|
Sangat baik
|
|
Peer
review
|
3,47
|
Baik
|
Penyajian
|
Ahli media
|
3,91
|
Sangat
baik
|
|
Guru IPA
|
3,87
|
Sangat baik
|
|
Peer
review
|
3,47
|
Baik
|
Rata-rata
|
3,63
|
Sangat baik
|
Hasil validasi aspek desain dan keterbacaan, materi dan penyajian oleh ahli pada tabel 1
untuk desain dan keterbacaan diperoleh nilai rata-rata 3,95 dengan kategori sangat baik, untuk materi diperoleh
nilai rata-rata 2,91 dengan kategori baik dan penyajian diperoleh nilai
rata-rata 3,91 dengan kategori sangat baik. Kesimpulannya yaitu modul layak
digunakan setelah revisi sesuai saran.
Hasil validasi aspek desain dan keterbacaan, materi dan penyajian oleh praktisi pada tabel
4.5 untuk desain dan keterbacaan diperoleh nilai rata-rata 3,76 dengan kategori
sangat baik, untuk materi diperoleh nilai rata-rata 3,86 dengan kategori sangat
baik dan penyajian diperoleh nilai rata-rata 3,87 dengan kategori sangat baik. Kesimpulan yang diperoleh yaitu modul layak
digunakan setelah revisi sesuai saran.
Hasil validasi aspek desain dan keterbacaan, materi dan penyajian oleh peer review pada tabel 4.6 untuk desain
dan keterbacaan diperoleh nilai rata-rata 3,45 dengan kategori baik, untuk
materi diperoleh nilai rata-rata 3,47 dengan kategori baik dan penyajian
diperoleh nilai rata-rata 3,47 dengan kategori baik. Kesimpulannya yaitu modul layak digunakan setelah
revisi sesuai saran.
Setelah validasi, kemudian
dilakukan revisi berdasarkan saran dan masukan dari para validator. Setelah
revisi selesai dilaksanakan, maka tahap selanjutnya adalah uji skala kecil.
Uji skala kecil ini dilakukan di kelas VII G untuk mengetahui tingkat keterbacaan modul. Jumlah
siswa kelas VII G
adalah 30 siswa dan dipilih 9 siswa secara acak. Uji coba skala kecil ini bertujuan
untuk melihat keterbacaan modul IPA
berbasis keterampilan
proses sains pada materi kalor sebelum diujicobakan di kelas VII H
sebagai kelas ujicoba skala besar. Uji coba skala kecil juga digunakan untuk
mengumpulkan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki
produk dalam revisi berikutnya. Hasil
tanggapan siswa dari uji skala kecil didapatkan rata-rata 89,26% dengan kategori modul sangat
baik. Hasil saran dan masukan dari uji coba kecil lima belas siswa digunakan sebagai bahan perbaikan, setelah modul
diperbaiki maka digunakan uji coba skala besar.
Setelah dilakukan uji skala kecil, langkah selanjutnya adalah dilakukan
proses uji skala besar. Kelas yang dijadikan kelas ujicoba
skala besar adalah
kelas VII H yang berjumlah 30 siswa. Penilaian modul dilaksanakan pada akhir
pembelajaran ketika keseluruhan materi terselesaikan. Data yang diambil berupa
penilaian dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran selama menggunakan modul. Dalam uji besar, data yang didapat adalah
hasil keterlaksanaan komponen pembelajaran,
hasil belajar afektif, hasil belajar psikomotorik, hasil belajar kognitif, hasil tes kemampuan berpikir kritis, dan hasil respon siswa terhadap
modul.
Tabel 2. Hasil keterlaksanaan
komponen pembelajaran berbasis KPS
Objek Pengamatan
|
Observer
|
Kategori
|
Aktivitas Guru
|
|
|
Kegiatan
Belajar 1
|
78,8%
|
Baik
|
Kegiatan
Belajar 2
|
84,6%
|
Baik
|
Kegiatan
Belajar 3
|
90,4%
|
Sangat Baik
|
Rata-rata keseluruhan
|
84,60%
|
Baik
|
Aktivitas Siswa
|
|
|
Kegiatan
Belajar 1
|
76,9%
|
Baik
|
Kegiatan
Belajar 2
|
82,7%
|
Baik
|
Kegiatan
Belajar 3
|
86,5%
|
Sangat Baik
|
Rata-rata keseluruhan
|
82,03%
|
Baik
|
Keterlaksanaan komponen pembelajaran berdasarkan aktivitas guru dan siswa
dari Tabel 2 diperoleh kategori baik. Kategori baik
berarti aktivitas guru dan siswa pada proses pembelajaran menggunakan modul IPA
sudah sesuai dengan komponen pembelajaran
berbasis
keterampilan proses sains yang
digunakan.
Penilaian afektif siswa meliputi: ketelitian dan kejujuran. Sedangkan penilaian
psikomotorik siswa dinilai ketika siswa melakukan
percobaan. Penilaian psikomotorik meliputi, (1) memilih
alat yang digunakan, (2) merangkai alat percobaan, (3) proses percobaan yang
sesuai dengan prosedur, (4) membaca hasil percobaan,
(5) mempresentasikan hasil percobaan. Menurut Ibrahim (2005) hasil belajar psikomotorik
merupakan suatu keterampilan yang didapatkan oleh seseorang dengan melibatkan
koordinasi antara indra dan otot. Pada penelitian ini siswa melibatkan
koordinasi indra dan otot karena siswa terlibat langsung dalam melakukan
percobaan.
Penilaian hasil belajar afektif dan psikomotorik siswa dilakukan selama berlangsungnya proses
pembelajaran dengan penilaian menggunakan lembar observasi dan dinilai oleh observer. Analisa data hasil belajar
afektif dan
psikomotorik siswa disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Belajar Afektif dan
Psikomotorik
Kegiatan
|
Rata-rata
|
Kategori
|
Hasil Belajar Afektif
|
||
Kegiatan Belajar 1
|
76,3
|
Baik
|
Kegiatan Belajar 2
|
78,8
|
Baik
|
Kegiatan Belajar 3
|
85,8
|
Baik
|
Rata-rata
|
80,3
|
Baik
|
Hasil Belajar Psikomotorik
|
||
Kegiatan
Belajar 1
|
77,5
|
Baik
|
Kegiatan
Belajar 2
|
79,0
|
Baik
|
Kegiatan
Belajar 3
|
84,0
|
Baik
|
Rata-rata
|
80,2
|
Baik
|
Data hasil belajar kognitif siswa diperoleh melalui nilai
uji kompetensi disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Belajar Kognitif
No
|
Uraian
|
Jumlah
|
1
|
Nilai Rata-rata
|
82,73
|
2
|
Nilai Tertinggi
|
100
|
3
|
Nilai Terendah
|
62
|
4
|
Rentang Nilai
|
38
|
5
|
Tuntas Belajar
|
90%
|
6
|
Tidak Tuntas Belajar
|
10%
|
Hal ini sesuai dengan Ozgelen (2012) yang menyatakan bahwa hasil belajar kognitif siswa dapat dibangun melalui pembelajaran berbasis keterampilan proses sains.
Data hasil tes
kemampuan berpikir kritis siswa
diperoleh melalui nilai pretest dan posttest. Nilai pretest
diperoleh sebelum siswa menggunakan
modul IPA yang dikembangkan dan nilai posttest
diperoleh setelah menggunakan modul IPA. Hasil rata-rata pretest diperoleh 46,33 dengan nilai minimum 20 dan
nilai maksimum 68. Sedangkan rata-rata nilai posttest diperoleh 79,13
dengan nilai minimum 54 dan nilai maksimum 94. Hasil analisis nilai pretest
dan posttest disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Ringkasan Hasil Analisis
Nilai Pretest dan Posttest
Uji
|
Jenis
Uji
|
Hasil
|
Keputusan
|
Normalitas
|
Kolmogorov Smirnov
|
Sig pretest
= 0,200
Sig posttest
= 0,200
|
H0
diterima
|
Homogenitas
|
Levene Test
|
Sig 0,055
|
H0
diterima
|
Hasil Pretest-Posttest
|
t-test
|
Sig. (2-tailed)=
0,000
|
H0
ditolak
|
Berdasarkan Tabel 5, diperoleh hasil pengujian
normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov terlihat bahwa nilai pretest dan posttest diperoleh signifikansi 0,200 dan 0,200 yang berarti nilai
signifikansinya lebih dari 0,05. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa data yang
diperoleh baik dari nilai pretest
maupun posttest berdistribusi normal. Hasil pengujian
homogenitas menggunakan uji Levene diperoleh
signifikansi 0,055 sehingga Ho diterima, kesimpulannya varians data
homogen. Pengolahan data statistik menggunakan SPSS 16 diperoleh hasil Sig. (2-tailed) di bawah 0,05 yaitu 0,000.
Dapat disimpulkan H0 ditolak yang berarti dibahwa terdapat terdapat perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa
sebelum dan sesudah menggunakan modul IPA berbasis keterampilan proses
sains. Hasil lembar observasi kemampuan
berpikir kritis pada setiap kegiatan belajar dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar
1. Histogram Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Dari kegiatan belajar seluruhnya didapatkan bahwa kemampuan berpikir kritis yang
paling menonjol di kelas VII H adalah kemampuan mengenal permasalahan dan
pemecahannya, sedangkan skor
terendah adalah kemampuan mengevaluasi, ada beberapa siswa yang masih kesulitan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan Gambar 1 disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis dari setiap kegiatan belajar mengalami
peningkatan. Hal ini sesuai dengan Sinan Ozgelen (2012) yang
menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dapat dibangun melalui
pembelajaran berbasis keterampilan proses sains
Pada akhir pembelajaran, siswa mengisi angket untuk
mengetahui respon siswa terhadap modul. Data yang diperoleh
menunjukkan pendapat siswa terhadap modul IPA sudah baik dari segi visual,
materi, gambar, keterbacaan, dan soal yang digunakan, sehingga dapat dikatakan
modul IPA diterima oleh siswa.
Hasil respon siswa terhadap modul terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6.
Hasil respon siswa terhadap modul
Aspek
|
Indikator
|
Skor
|
Ps(%)
|
Ps rata-rata (%)
|
Kategori
|
Isi Modul
|
a
|
3,90
|
97,50
|
90,97
|
Sangat baik
|
b
|
3,47
|
86,67
|
|||
c
|
3,80
|
95,00
|
|||
d
|
3,57
|
89,17
|
|
|
|
e
|
3,50
|
87,50
|
|||
f
|
3,60
|
90,00
|
|||
Penyajian
|
g
|
3,77
|
94,17
|
93,69
|
Sangat baik
|
h
|
3,87
|
96,67
|
|||
i
|
3,73
|
93,33
|
|||
j
|
3,73
|
93,33
|
|
||
k
|
3,60
|
90,00
|
|||
m
|
3,77
|
94,17
|
|||
Bahasa atau keterbacaan
|
n
|
3,77
|
94,17
|
91,67
|
Sangat baik
|
o
|
3,47
|
86,67
|
|
|
|
p
|
3,77
|
94,17
|
|
|
|
Rata-rata skor
|
3,69
|
92,11
|
92,11
|
Sangat
baik
|
Hasil
Penyebaran (Deseminate)
Tahapan terakhir setelah dilakukan uji
coba skala besar adalah tahap disseminasi pada SMP di Kabupaten Sukoharjo. Hasil dari
tahap diseminasi ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Kuesioner
Tahapan Diseminasi Produk
No.
|
Aspek
|
Rata-rata (%)
|
Kategori
|
1.
|
Isi modul
|
90,83
|
Sangat Baik
|
2.
|
Penyajian
|
91,43
|
Sangat Baik
|
3.
|
Bahasa dan keterbacaan
|
86,67
|
Sangat Baik
|
Rata-rata
|
90,31
|
Sangat Baik
|
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
persentase rata-rata secara keseluruhan sebesar
90,31%. Berdasarkan kategori tersebut, maka modul
yang dikembangkan ini menurut diseminasi oleh lima
guru IPA memiliki skor dengan kriteria sangat baik (SB),
maka modul pembelajaran berbasis keterampilan proses sains
yang dikembangkan dapat diterapkan di sekolah.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan yang diperoleh
dari penelitian pengembangan ini antara lain kesimpulan pertama adalah
karakteristik modul IPA yang dikembangkan dengan berbasis
keterampilan proses sains pada materi kalor untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis. Komponen pembelajaran berbasis keterampilan proses
sains yang dimunculkan sebagai kerangka dalam modul diadaptasi dari Rezba, et.
al (1995) meliputi mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, memprediksi, merencanakan
percobaan, menentukan alat dan bahan, menentukan
variabel, melakukan pengamatan, melakukan pengukuran, membuat grafik, melakukan
klasifikasi, mengolah data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan. yang
diintegrasikan dengan komponen kemampuan berpikir kritis yang terdapat pada
setiap komponennya diadaptasi dari Angelo (1995) yang meliputi mengenal
permasalahan dan pemecahannya, menginferensi, mensintesis, menganalisis, dan
mengevaluasi. Modul pembelajaran IPA berbasis keterampilan
proses sains untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa dikembangkan berdasarkan format kriteria modul yang diadaptasi
dari Vembrianto (1975). Model pengembangan modul
pembelajaran berbasis keterampilan proses sains pada materi kalor menggunakan
model 4-D yang dikemukakan Thiagarajan (1974). meliputi tahap define, design, develop, dan disseminate. Kesimpulan kedua adalah modul dikategorikan layak
karena telah melalui beberapa uji kelayakan. Modul pembelajaran IPA
berbasis keterampilan proses sains untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa divalidasi oleh dosen, guru bahasa, guru IPA, dan peer review. Hasil validasi dosen ahli
materi pada aspek materi menunjukkan kategori baik.
Hasil validasi dosen ahli media pada aspek penyajian menunjukkan
kategori sangat baik. Hasil validasi ahli bahasa pada aspek
desain dan keterbacaan menunjukkan kategori sangat baik. Hasil validasi
guru IPA menunjukkan modul memiliki kategori sangat baik, dan hasil validasi peer review menunjukkan modul
berkategori baik. Modul dikategorikan layak
karena telah melalui beberapa uji kelayakan. Berdasarkan
hasil uji coba produk awal, uji coba skala kecil, uji coba skala
besar, serta diseminasi, keseluruhan penilaian mengenai modul IPA
berbasis keterampilan proses sains rata-rata persentase sebesar 90,55%
yang dikategorikan sangat baik. Kesimpulan ketiga adalah pembelajaran
menggunakan modul IPA berbasis KPS efektif dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, hal tersebut dapat dilihat dari
nilai pretest-postest siswa kelas VII
H sebelum dan sesudah menggunakan modul pembelajaran IPA berbasis keterampilan
proses sains dengan skor rata-rata N-Gain
sebesar 0,69 dengan kategori sedang. Hasil uji statistik menunjukkan nilai
signifikasi lebih rendah dari taraf signifikasi α = 0,05 (tingkat kepercayaan
95%) sehingga dapat disimpulkan bahwa modul pembelajaran berbasis keterampilan
proses sains efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain
itu, efektifitas pembelajaran menggunakan modul IPA berbasis keterampilan
proses sains dapat dilihat dari hasil belajar koginitif siswa kelas VII H
dengan nilai KKM = 71 yang memperoleh skor rata-rata 82,93 dengan ketuntasan
90,00% yang mencapai di atas KKM. Hasil
belajar afektif siswa rata-rata 80,30 dan hasil belajar psikomotorik siswa
rata-rata 80,20 juga mengalami kenaikan menjadi semakin membaik dari pertemuan
sebelumnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa modul pembelajaran berbasis
keterampilan proses sains efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian sejenis, terutama penelitian
pengembangan modul dalam pembelajaran IPA. Peneliti dapat
mengembangkan modul dengan karakteristik model pembelajaran dan materi yang
berbeda. Peneliti harus memahami tentang karakteristik model pembelajaran yang
digunakan dan siswa yang dijadikan sampel hendaknya diberikan pemahaman yang jelas
tentang pembelajaran berbasis KPS.
Daftar
Pustaka
Amanah Ayu Pratama, Sudirman, dan
Nely Andriani. 2014. Studi Keterampilan
Proses Sains Pada Pembelajaran Fisika Materi Getaran Dan Gelombang Di Kelas
VIII SMP Negeri 18 Palembang. Palembang: FKIP Unsri
Angelo, T. A. (1995). Beginning the dialogue: Thoughts on promoting critical thinking:
Classroom assessment for critical thinking. Teaching of Psychology,
22(1), 6-7
Depdiknas. (2008). Teknik Penyusunan Modul.
Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Friska Octavia Rosa. (2014). Pengembangan
Modul Pembelajaran IPA SMP Pada Materi Tekanan Berbasis Keterampilan Proses Sains. FKIP Universitas Muhammadiyah Metro.
Michael O. Martin, Ina V.S. Mullis, Pierre Foy, and
Gabrielle M. Stanco. (2011). TIMSS 2011 International Results in Science. USA:
TIMSS & PIRLS International Study Center Lynch School of Education Boston
College.
OECD. (2013). Asian countries
top OECD’s latest PISA survey on state of global education. (Online).
http://www.-oecd.-org/newsroom/asian-countries-topoecd-s-latest-pisa-survey-on-state-of-global-education.-htm
Ozgelen, Sinan. (2012). Students’ science process
skills within a cognitive domain framework. Eurasia Journal of Mathematics,
Science & Technology Education, 8, 283-292. Diambil dari www.ejmste.com/v8n4/eurasia_v8n4_ ozgelen.pdf
Prasetyo, Z. K., Senam, Wilujeng,
I., et. al,. (2011).
Pengembangan perangkat pembelajaran sains terpadu untuk meningkatkan
kognitif, keterampilan proses, kreativitas serta menerapkan konsep ilmiah
peserta didik SMP. Laporan Penelitian. UNY.
Rezba, R.J., Sprague, C.S., Fiel, R.L., et. al, (1995).
Learning and assessing science process skills. (3rd ed). Iowa: Kendall/Hunt
Publishing Company.
Trianto. (2013).
Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Vembriarto. (1985). Pengantar pengajaran modul. Yogyakarta: Yayasan Pendidikan Paramita.