Sunday 22 October 2017

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING BAGI PESERTA DIDIK KELAS VIII-D SMP NEGERI 1 WERU SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 2016/2017



ABSTRAK

Siti Margiyati, S.Pd. NIP.197312082000032003. PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING BAGI PESERTA DIDIK KELAS VIII-D SMP NEGERI 1 WERU SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 2016/2017. Penelitian Tindakan Kelas.  Juni. 2017.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) meningkatkan aktivitas belajar peserta didik dalam pembelajaran IPA; 2) meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran IPA; dan 3) meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran IPA bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo Semester 2 tahun 2016/2017 melalui penerapan metode inkuiri terbimbing.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian dilaksanakan di kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo semester 2 tahun 2016/2017. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan, yaitu bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2017. Model tindakan dalam penelitian ini mengacu pada model Kemmis dan Taggart dengan dua siklus tindakan masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting).. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan tes. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model alur yang intinya mengidentifikasi perkembangan dan perubahan subjek setelah subjek sampel diberi perlakuan khusus atau dikondisikan pada situasi tertentu dengan pembelajaran tindakan dalam kurun waktu tertentu dan berulang-ulang sampai program dinyatakan berhasil. Hasil penelitian ini dianalisis dengan teknik deskriptif komparatif, yaitu membandingkan hasil kondisi awal dengan siklus I, membandingkan antara siklus I dengan siklus II dan membandingkan antara kondisi awal dengan siklus II.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Penggunaan metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas belajar dalam pembelajaran IPA. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya aktivitas belajar peserta didik dengan aktivitas belajar minimal baik pada kondisi awal adalah sebanyak 16 peserta didik atau 53,33%, meningkat menjadi 21 peserta didik atau 70.00% pada tindakan Siklus I, dan meningkat menjadi 28 peserta didik atau 93.33% pada tindakan Siklus II.; 2) Penggunaan metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran IPA. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar, yaitu dari 70.27 pada tahap awal menjadi 78.20 pada akhir tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 82.80 pada akhir tindakan Siklus II. Ditinjau dari tingkat ketuntasan belajar peserta didik mengalami peningkatan, yaitu dari 60,00% pada kondisi awal menjadi 73,33% pada akhir tindakan siklus I, dan meningkat menjadi 90,00% pada akhir tindakan Siklus II. Penggunaan metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Disarankan metode inkuiri terbimbing dapat digunakan untuk perbaikan proses pembelajaran.

Kata Kunci : aktivitas belajar. hasil belajar. pembelajaran IPA. inkuiri terbimbing.

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
IPA pada hakekatnya merupakan produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Proses pembelajaran IPA menekankan pada proses sains yang dimiliki peserta didik karena pada umumnya IPA dipahami sebagai ilmu yang perkembangannya melewati langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan konsep dan teori. Maka penguasaan sains melalui pembelajaran secara teoritis sangat ditentukan oleh kemampuan dan kreativitas peserta didik dalam menguasai proses sains. Pada pembelajaran sains, peserta didik dituntut aktif. Peserta didik tidak hanya diam menerima secara teori yang diberikan oleh guru tanpa mengetahui proses yang dilakukan dalam menemukan suatu konsep (Prasetyo, 2011: 3).
Penerapan Kurikulum 2013 di semua jenjang pendidikan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Pada kurikulum ini, tidak lagi menggunakan pendekatan yang dalam pembelajarannya didominasi oleh guru (teacher centered), tetapi guru lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai subjek didik, sehingga kurikulum ini menuntut pembelajaran yang lebih berpusat pada peserta didik (student centered). Guru diharapkan mampu membawa peserta didik untuk aktif dan kritis dalam pembelajaran, baik berupa belajar mandiri, belajar kelompok maupun belajar dengan melakukan percobaan, melibatkan peserta didik berperan dalam kegiatan pembelajaran, berarti peserta didik dapat mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimiliki peserta didik secara penuh, maka peserta didik dapat memperoleh hasil belajar yang baik. Dalam hal ini menurut Slameto (2010: 2) ”Proses pembelajaran yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya agar memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan”.
Kenyataan di lapangan mengindikasikan bahwa metode pembelajaran yang dilakukan selama ini, yaitu metode ceramah dan diskusi, yang dikemas menjadi tiga langkah kegiatan yaitu kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup kurang efektif. Hal ini berdampak pada kurang optimalnya penguasaan materi oleh peserta didik.
Hal yang sama terjadi pula di SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo, khususnya pada peserta didik di kelas VIII-D Semester 2 tahun pelajaran 2016/2017. Kondisi awal menunjukkan aktivitas dan hasil belajar IPA yang masih rendah. Dari 30 peserta didik diperoleh skor aktivitas belajar IPA sebagai berikut : 3 peserta didik memperoleh predikat sangat baik (A) atau 10,00%, 13 peserta didik memperoleh predikat baik (B) atau 43,33%, 13 peserta didik memperoleh predikat cukup (C) atau 43,33% dan 1 peserta didik memperoleh predikat kurang (D) atau 3,33%. Hasil ini menunjukkan kalau aktivitas belajar IPA kelas VIII-D masih rendah karena peserta didik yang memperoleh predikat minimal baik baru berjumlah 16 peserta didik atau 53,33%. Hasil belajar IPA kelas VIII-D diperoleh nilai rata-rata 70,27, nilai terendah 44 dan nilai tertinggi 92. Dilihat ketuntasannya dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) 71 dari 30 peserta didik kelas VIII-D terdapat 18 peserta didik tuntas belajar atau 60,00% dan 12 peserta didik tidak tuntas belajar atau 40,00%. masih menunjukkan hasil belajar IPA juga masih rendah.
Aktivitas dan hasil belajar IPA peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru semester 2 tahun pelajaran 2016/2017 masih rendah, kemungkinan karena kurang optimalnya penguasaan materi pada peserta didik ditengarai disebabkan karena penyajian materi dari guru IPA dilakukan dengan cara yang kurang komunikatif, kreatif dan inovatif. Dengan kata lain, kemampuan kognitif, afektif, psikomotor, penalaran dan produktif peserta didik belum terlatihkan dalam pembelajaran. Kurang bervariasinya penggunaan metode pembelajaran, jarangnya digunakan alat bantu yang dapat memperjelas gambaran peserta didik tentang materi yang dipelajari, dalam menyampaikan materi kurang memperhatikan proporsi materi dan sistematika penyampaian, serta kurang menekankan pada konsep dasar sehingga terasa sulit untuk peserta didik, serta pengantar atau prakondisi pembelajaran IPA yang kurang menarik minat dan motivasi belajar peserta didik, juga faktor penyebab kurang optimalnya penguasaan materi. Peneliti masih sering menggunakan metode konvensional yaitu ceramah dan tanya jawab, pembelajaran masih berpusat pada guru dan belum banyak melibatkan peserta didik untuk meningkatkan aktivitasnya. Guru lebih banyak melaksanakan pembelajaran IPA sebagai produk dengan mendorong peserta didik untuk menghafal. Peserta didik tidak didorong untuk terlibat aktif dalam pembelajaran, hal ini berdampak pada rendahnya daya serap pada peserta didik.
Kondisi tersebut perlu segera diatasi, karena apabila dibiarkan terus tentunya akan berdampak negatif terhadap kualitas pembelajaran IPA. Sedangkan materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup merupakan salah satu materi yang penting dalam pembelajaran IPA. Harapan yang akan dicapai oleh peneliti setelah penelitian adalah meningkatnya aktivitas dan hasil belajar IPA materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017, sebab jika tidak ditingkatkan peserta didik diberi soal yang berbedapun sudah tidak mampu mengerjakan.
Berangkat dari kondisi tersebut maka perlu diupayakan adanya perbaikan dalam pembelajaran. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menerapkan metode pembelajaran inkuiri terbimbing. Suryosubroto (2009 : 185) menjelaskan bahwa salah satu keunggulan dari pembelajaran inkuiri adalah membantu peserta didik mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif peserta didik. Melalui metode pembelajaran ini diharapkan peserta didik aktif terlibat dalam mengkonstruksi pengetahuan mereka berdasarkan pengetahuan yang sudah mereka miliki sehingga pada gilirannya penguasaan konsep akan semakin meningkat yang selanjutnya dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017, diharapkan peneliti menggunakan metode inkuiri terbimbing. Dengan metode inkuiri terbimbing diharapkan peserta didik akan terlibat dalam pembelajaran IPA lebih banyak, sehingga pembelajaran IPA lebih mengena dan bermakna. Adapun pertimbangan penggunaan metode inkuiri terbimbing  adalah sebagai berikut: (1) Metode pembelajaran inkuiri terbimbing sangat ideal untuk mata pelajaran IPA dan dalam beberapa hasil penelitian telah terbukti dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik (Sabahiyah et al. 2013 dan Ali Abdi.2014); (2) Metode pembelajaran inkuiri terbimbing  memiliki prosedur dan langkah-langkah yang sistematis sehingga mudah diterapkan (Gulo, 2004);  (3) Metode pembelajaran inkuiri terbimbing dirancang dengan memadukan ketepatan strategi pembelajaran dengan cara otak bekerja selama proses pembelajaran (Made Wena, 2008 dalam Yudi Martana. 2015). Penelitian relevan yang memperkuat bahwa pembelajaran inkuiri efektif dari Ika Nurkhasanah et all (2016) yang menyimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri mampu meningkatkan hasil belajar siswa (kategori baik). Penelitian lain dari Yulian Putri et all (2015) yang menyimpulkan pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik.
Materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup sangat sesuai untuk diberikan pada peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru dengan menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing. Peserta didik dibimbing guru dengan sintak-sintak pembelajaran inkuiri terbimbing.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah Apakah melalui metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo semester 2 tahun pelajaran 2016/2017?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah  untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup melalui metode inkuiri terbimbing bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017.

KAJIAN TEORI
Aktivitas Belajar
Sardiman (2008:102) mengemukakan aktivitas belajar pada dasarnya merupakan proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman belajar. Perubahan tingkah laku yang dimaksud meliputi perubahan pemahaman, pengetahuan, sikap, keterampilan, kebiasaan dan apresiasi. Sedangkan pengalaman itu sendiri dalam proses belajar adalah terjadinya interaksi antara individu dengan lingkungannya.
Sedangkan Rohani (2004:6) mengemukakan belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupin psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja. Aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya berfungsi dalam proses belajar. Ia mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, menguraikan, dan sebagainya.
Dari uraian tentang aktivitas belajar di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah kegiatan yang dilakukan seseorang melalui proses interaksi (guru dan peserta didik) yang melibatkan kegiatan fisik dan mentalnya untuk mencapai tujuan belajar.
Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada peserta didik, sebab dengan adanya aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif. Belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan peserta didik secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Paul B. Diedrich (Sardiman, 2008:101) mengemukakan beberapa macam aktivitas peserta didik digolongkan sebagai berikut: (1) Visual activities, misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain (2) Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi (3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato (4) Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket (5) Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram (6) Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, bermain, berkebun, beternak (7) Mental activities, misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan (8) Emotional activities, misalnya minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, berani, tenang, gugup.
Aktivitas-aktivitas tersebut tidak terpisah satu sama lain. Sebagai contoh dalam aktivitas motoris terkandung aktivitas mental disertai oleh perasaan tertentu dan seterusnya. Jadi dengan klasifikasi aktivitas seperti diuraikan di atas, menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Kalau berbagai macam aktivitas tersebut dapat diciptakan di sekolah, tentu sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar.
Dalam proses pembelajaran modern sekarang ini yang lebih dipentingkan adalah bagaimana mengaktifkan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran secara mandiri. Menurut Uno (2008:49) ciri/kadar dari proses pembelajaran yang lebih mengaktifkan peserta didik, antara lain: (1) peserta didik aktif mencari atau memberikan informasi, bertanya bahkan dalam membuat kesimpulan (2) adanya interaksi aktif secara terstruktur dengan peserta didik (3) adanya kesempatan bagi peserta didik untuk menilai hasil karyanya sendiri (4) adanya pemanfaatan sumber belajar secara optimal.
Jika konsep ini diterapkan dengan baik oleh guru, maka pembelajaran yang mendorong keaktifan peserta didik tersebut dapat memberikan hasil secara optimal sebagai berikut: (1) peserta didik dapat mentransfer kemampuannya kembali (kognitif, afektif dan psikomotor) (2) adanya tindak lanjut berupa keinginan mencari bahan yang telah dan akan dipelajari (3) tercapainya tujuan belajar minimal 80%.
Dari pemaparan diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik hendaknya dapat membuat peserta didik aktif sepenuhnya dalam proses belajar. Peserta didik yang lebih banyak melakukan kegiatan sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan.
Yang dimaksud aktivitas belajar dalam penelitian ini adalah memperhatikan apa yang disampaikan guru, menjawab pertanyaan dari guru, mengerjakan LKS yang diberikan guru, kerjasama dengan teman satu kelompok, berdiskusi terhadap masalah yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar, mempresentasikan jawaban di depan kelas, dan merespons jawaban teman.
Hasil Belajar IPA
Di dalam istilah hasil belajar, terdapat dua unsur di dalamnya, yaitu unsur hasil dan unsur belajar. Hasil belajar merupakan sesuatu yang diadakan, dibuat, dijadikan dan sebagainya oleh usaha, pikiran pebelajar dalam kegiatan belajarnya, sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru, (2008:313). Dari pengertian ini, maka hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lajimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Belajar itu sebagai suatu proses perubahan tingkah laku, atau memaknai sesuatu yang diperoleh. Akan tetapi apabila kita bicara tentang hasil belajar, maka hal itu merupakan hasil yang telah dicapai oleh si pebelajar.
Istilah hasil belajar mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan prestasi belajar. Sesungguhnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar. Ada yang berpendapat bahwa pengertian hasil belajar dianggap sama dengan pengertian prestasi belajar. Akan tetapi lebih dahulu sebaiknya kita simak pendapat yang mengatakan bahwa hasil belajar berbeda secara prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih panjang, misalnya tengah semester, satu semester dan sebagainya. Sedangkan prestasi belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu pokok bahasan, satu kali ulangan harian dan sebagainya.
Hasil belajar IPA yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seberapa banyak materi pembelajaran IPA ranah kognitif yang ditetapkan dalam kurikulum telah dikuasai oleh peserta didik SMP yang berupa tes ulangan harian.
Cara memperoleh hasil belajar yang baik, antara lain : 1). Mengetahui cara belajar yang efektif dan efisien, 2). Belajar secara kontinyu, 3). Motivasi belajar, 4). Membentuk Kelompok Belajar, 5). Gemar membaca, dan 6). Mengetahui cara meringkas/merangkum.
Wujud hasil belajar apabila : 1) Menunjukkan hasil belajar yang baik/tinggi, 2) Hasil yang dicapai seimbang dengan usaha yang dilakukan, 3) Cepat dalam mengerjakan tugas belajar, dan 4) Menunjukkan sikap yang wajar.
Agar kegiatan belajar dapat berhasil, perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar individu, sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana (2002) bahwa, hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu; faktor dari dalam diri peserta didik itu sendiri dan faktor yang datang dari luar diri peserta didik atau faktor lingkungan.
1)   Faktor dari dalam diri peserta didik.
Faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik bisa disebut faktor internal atau endogen. Faktor ini meliputi kondisi individu si pelajar atau kondisi fisiologis, kondisi panca indera dan kondisi psikologis. Kondisi fisiologis meliputi keadaan jasmani pada umumnya, misalnya anak yang badannya segar berbeda dengan anak yang dalam keadaan lelah, anak yang terpenuhi gizinya berbeda dengan anak yang kekurangan gizi dan sebagainya. Kondisi panca indera terutama penglihatan dan pendengaran, jika hal ini terganggu maka akan berpengaruh terhadap aktivitas belajarnya. Kondisi psikologis terutama berhubungan dengan minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif peserta didik.
Bagi anak yang minatnya besar terhadap suatu pelajaran akan mencapai hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak berminat. Anak yang memiliki minat yang tinggi berarti mempunyai perhatian yang tinggi terhadap bahan yang dipelajari. Sebaliknya anak yang kurang minatnya akan kurang pula perhatiannya terhadap bahan pelajaran.
Mengenai kecerdasan telah diteliti oleh para ahli yang berkesimpulan bahwa kecerdasan atau inteligensi berkorelasi terhadap hasil belajar seseorang. Dalam proses belajar, fungsi utama kecerdasan ini adalah pertama mencamkan, kemudian menyimpan lalu mereproduksikan kesan (bahan) yang telah dipelajarinya. Pemberian pelajaran yang bahannya disesuaikan dengan bakat anak diduga akan mudah diterima oleh peserta didik, sehingga memudahkan untuk memperoleh hasil belajar yang baik pula. Selain itu, motivasi dalam belajar penting sekali peranannya, karena motivasi atau dapat menimbulkan hasrat seseorang untuk melakukan kegiatan belajar. Kemampuan kognitif terutama berperan dalam proses belajar yaitu persepsi, ingatan dan berpikir.
2)   Faktor yang datang dari luar diri peserta didik.
Faktor ini disebut juga faktor eksternal atau faktor eksogen. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor lingkungan dan faktor instrumen atau alat. Mengenai faktor-faktor lingkungan telah diakui oleh para ahli pendidikan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberhasilan seseorang di dalam mempelajari sesuatu.
Demikian gambaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor-faktor tersebut cukup banyak. Dalam penelitian ini penulis menekankan faktor lingkungan khususnya lingkungan sosial, lebih khusus lagi adalah lingkungan sekolah atau kelas.
Inkuiri Terbimbing dalam Pembelajaran IPA
Menurut Keller (1992) dalam Yudi Martana (2015), inkuiri terbimbing adalah metode pembelajaran yang menekankan pada peserta didik yang memecahkan masalah dari guru atau buku teks melalui cara-cara ilmiah, melalui pustaka dan melalui pertanyaan dan guru membimbing peserta didik dalam menentukan proses pemecahan dan identifikasi solusi sementara dari masalah tersebut. Sedangkan menurut Jerome Bruner dalam Tanto (2008), inkuiri terbimbing adalah suatu metode yang menekankan pada proses, suatu cara dalam mendeteksi permasalahan bukan hanya suatu produk atau item pengetahuan tertentu. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum melalui latihan pemecahan masalah dan praktek membentuk dan menguji hipotesis. Belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan sehingga seorang peserta didik dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga peserta didik dapat mencari jalan pemecahan. Dari uraian  beberapa pendapat tentang inkuiri terbimbing dapat disimpulkan bahwa  guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya di dalam inkuiri terbimbing karena peserta didik yang  memecahkan  masalah dengan bimbingan guru.
Berdasarkan pengertian dan uraian di atas, peneliti memilih metode inkuiri terbimbing yang akan digunakan dalam penelitian. Pemilihan  peneliti dilakukan dengan pertimbangan bahwa penelitian yang akan dilakukan terhadap peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru semester 2 tahun pelajaran 2016/2017,  karena tingkat perkembangan kognitif peserta didik masih pada tahap peralihan dari operasi konkrit ke operasi formal, dan peserta didik masih belum berpengalaman belajar dengan pembelajaran inkuiri serta karena peserta didik juga  masih dalam taraf belajar proses ilmiah, sehingga peneliti beranggapan pembelajaran inkuiri terbimbing lebih cocok untuk diterapkan. Karena dalam proses pembelajaran IPA, materi yang diajarkan sudah ditetapkan, sehingga peserta didik tidak perlu mencari atau menetapkan sendiri permasalahan yang akan dipelajari.
 Menurut Gulo (2004) dalam Yudi Martana (2015) mengemukakan langkah-langkah inkuiri terbimbing sebagai berikut : Langkah pertama yaitu merumuskan masalah, guru menyajikan masalah kemudian peserta didik mengajukan pertanyaan-pertanyaan dari masalah yang disajikan guru, selanjutnya  peserta didik merumuskan  masalah dari pertanyaan pertanyaan yang timbul setelah berdiskusi dalam kelompok, kemudian peserta didik memikirkan sendiri jawabannya untuk memecahkan masalah. Langkah kedua yaitu peserta didik melakukan observasi, untuk mendapatkan keterangan atau data untuk menyusun hipotesis, Langkah ketiga yaitu mengajukan hipotesis, guru membimbing peserta didik menemukan jawaban sementara atas masalah yang ditemukan. Langkah keempat mengumpulkan data, peserta didik melakukan percobaan. Langkah kelima, menguji data berdasarkan data yang ditemukan, peserta didik menganalisis hasil percobaan dengan fakta-fakta dan teori yang terkait. Langkah keenam membuat kesimpulan, hal ini dilakukan peserta didik berdasarkan data yang diperoleh dalam eksperimen. Untuk menyusun kesimpulan peserta didik berdiskusi. Langkah ketujuh peserta didik mempresentasikan hasil percobaan.
Keunggulan pembelajaran inkuiri terbimbing menurut Sahrul (2009: 54) dalam Yudi Martana (2015:35) adalah: 1) membantu peserta didik untuk mengembangkan kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif; 2) peserta didik memperoleh pengetahuan secara individual sehingga dapat dimengerti dan mengendap dalam pikirannya; 3) dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar peserta didik untuk belajar lebih giat lagi; 4)  memberikan peluang untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan dan minat masing-masing; 5) memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses menemukan sendiri karena pembelajaran berpusat pada peserta didik dengan peran guru yang sangat terbatas.
Selain keunggulan, pada pembelajaran inkuiri terbimbing mempunyai kelemahan yang  dihadapi pada proses pembelajaran baik secara konsep maupun teknis, kelemahan pembelajaran inkuiri terbimbing menurut Prambudi (2010: 43) dalam Yudi Martana (2015:35) adalah 1)  inkuiri sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan peserta didik dalam belajar; 2) kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan; 3) selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan peserta didik menguasai materi pelajaran, maka startegi ini akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.
Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Teori    belajar   yang   mendukung   pembelajaran  inkuiri terbimbing antara lain:
1.    Teori belajar konstruktivisme
Teori belajar konstrutivisme menyatakan bahwa belajar merupakan proses aktif peserta didik mengkonstruksi arti suatu konsep yakni peserta didik diberikan tempat yang lebih dalam proses pembelajaran daripada guru atau instruktur. Peserta didik yang berinteraksi dengan berbagai macam objek dan peristiwa, sehingga akan memperoleh dan memahami penanganan terhadap objek dan peristiwa (Asrori, 2008:28) dalam Yudi Martana (2015:34). Belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.
Teori konstruktivisme relevan dengan inkuiri terbimbing. Pembelajaran inkuiri terbimbing menuntut peserta didik untuk merumuskan masalah, berhipotesis, merancang percobaan, melakukan percobaan, dan menyimpulkan hasil percobaan. Serangkaian kegiatan tersebut menunjukkan bahwa peserta didik mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Peserta didik harus membangun pengetahuan di benaknya.  Guru dapat memberikan kesempatan peserta didik untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar peserta didik menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar (Trianto,2009 : 28) dalam Yudi Martana (2015:35).
2.    Teori Belajar Penemuan Bruner
Menurut Bruner belajar merupakan proses kognitif yang melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan yaitu (1) memperoleh informasi baru; (2) transformasi informasi; (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Ini berarti dalam belajar Bruner menekankan pada apa yang dilakukan peserta didik terhadap informasi yang diterimanya dan apa yang dilakukan setelah memperoleh informasi yang diskrit itu, untuk mendapatkan pemahaman yang memberikan kemampuan pada diri peserta didik tersebut. Bruner (dalam Dahar, 2011:77)
Belajar penemuan menurut Bruner sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya akan memberikan hasil yang terbaik. Di dalam proses belajar diperlukan partisipasi aktif dari tiap peserta didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Peserta didik sebaiknya berusaha sendiri untuk memecahkan masalah, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna dan berpartisipasi aktif dalam memperoleh pengetahuan dari pengalaman dan eksperimen.
Teori belajar Brunner relevan dengan inkuiri terbimbing. Pembelajaran inkuiri terbimbing menekankan pada proses penemuan jawaban dari suatu permasalahan yang mendorong peserta didik untuk memecahkan masalah dan menemukan sendiri jawabannya melalui serangkaian kegiatan mulai dari perumusan masalah, berhipotesis, melaksanakan percobaan, dan menarik kesimpulan sehingga memperoleh pengetahuan baru sebagai sebuah konsep. Hal tersebut  menunjukkan bahwa konsep yang diperoleh merupakan hasil penemuan peserta didik sendiri sehingga sesuai dengan Teori belajar penemuan Bruner.
3.    Teori Belajar Bermakna Ausubel
Menurut Ausubel (dalam Dahar, 2011) menyatakan bahwa belajar bermakna merupakan suatu proses pengkaitan informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Belajar bermakna memiliki tiga kelebihan yaitu: a) informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat; b) memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip; c) memudahkan belajar hal-hal mirip meskipun telah terjadi lupa.
Dengan demikian agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif peserta didik dalam menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki peserta didik yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari sehingga jika dikaitkan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, dimana peserta didik mampu mengerjakan permasalah yang autentik sangat memerlukan konsep awal yang sudah dimiliki peserta didik sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.
Teori Ausubel relevan dengan inkuiri terbimbing. Pembelajaran inkuiri terbimbing menekankan peserta didik mengumpulkan informasi yang sesuai, melakukan penyelidikan, mencari penjelasan dan solusi untuk membuktikan hipotesis. Penyelidikan tersebut dapat dibuktikan dengan serangkaian kegiatan ilmiah melalui observasi maupun eksperimen. Kegiatan tersebut dialami sendiri oleh peserta didik melalui pengalaman nyata sehingga peserta didik lebih mudah dalam memahami konsep atau materi pelajaran karena pengetahuan yang diperoleh peserta didik menjadi lebih bermakna. Oleh karena itu, teori belajar bermakna Ausubel relevan dengan model inkuiri terbimbing.
4.    Teori Belajar Vygotsky
Teori Vygotsky menekankan pada hakikat sosiokultural dalam pembelajaran yang mengkonstruksian pengetahuan oleh peserta didik terjadi tidak hanya melalui interaksi dengan obyek-obyek fisik, tetapi juga melalui suatu interaksi sosial yang memungkinkan peserta didik menyerap percakapan orang lain dan kemudian digunakan oleh peserta didik untuk membantu diri sendiri memecahkan masalah (Slavin, 2008:60) dalam Yudi Martana (2015:37). Vygotsy (dalam Arends, 2001: 354) menyatakan bahwa interaksi sosial dengan yang lainnya memacu atau mendorong konstruksi ide-ide atau gagasan-gagasan  baru dan mempertinggi perkembangan intelektual peserta didik.
Teori Vygotsky relevan dengan inkuiri terbimbing. Pembelajaran inkuiri terbimbing dilakukan dengan membentuk kelompok secara heterogen sehingga terjadi interaksi kerja sama antar anggota kelompok dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Pembentukan kelompok akan mempermudah peserta didik dalam memecahkan permasalahan karena terjadi interaksi pertukaran gagasan/ide antara peserta didik satu dengan peserta didik yang lain sehingga terjalin kerjasama dalam pemahaman konsep materi pelajaran.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir dari penelitian tindakan kelas ini dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : melalui metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA materi materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017.

METODOLOGI PENELITIAN
Setting dan Subjek Penelitian
Tempat dalam penelitian ini adalah SMP Negeri 1 Weru. Alamat SMP Negeri 1 Weru berada pada Jl. Kapten Pattimura No. 03, Desa Karangmojo, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo dan Propinsi Jawa Tengah Kode Pos 57562 dengan nomor telepon (0272) 3102450. Waktu dalam penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai bulan Juni 2017. Kegiatan dalam waktu tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: (a) bulan Maret 2017 minggu I dan II untuk menyusun proposal dan instrumen penelitian; (b) bulan Maret 2017 minggu III dan IV untuk mengumpulkan data kondisi awal; (c) bulan April 2017 untuk mengumpulkan data siklus I dan siklus II, menganalisis data yang diperoleh dari kegiatan siklus I dan siklus II; (c) bulan Mei 2017 untuk kegiatan pembahasan dengan teman-teman sejawat untuk membahas kegiatan analisis yang telah dilakukan; dan (d) bulan Juni 2017 untuk kegiatan menyusun laporan hasil penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII-D yang berjumlah 30 peserta didik terdiri 16 laki-laki dan 14 perempuan.
Teknik dan Alat Pengumpul Data
Teknik dan alat pengumpul data pada penelitian ini yaitu : data motivasi belajar IPA kondisi awal dikumpulkan menggunakan teknik dokumentasi dengan alat/instrumen berupa dokumen catatan jurnal proses pembelajaran kondisi awal. Dan data hasil belajar IPA kondisi awal dikumpulkan menggunakan teknik dokumentasi alat/instrumen berupa dokumen catatan daftar nilai kondisi awal. Moleong (2014) mengatakan bahwa analisis dokumen digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong serta dokumentasi bersifat alamiah sesuai dengan konteks lahiriyah tersebut. Pengumpulan data melalui teknik ini digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Menurut Sugiyono (2011) dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Data aktivitas belajar IPA siklus I dan II dikumpulkan menggunakan teknik observasi dengan alat/instrumen berupa lembar observasi aktivitas belajar IPA. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung (Sutopo, 2006) baik secara formal maupun informal untuk mengamati tempat atau lokasi sekolah dan berbagai sarana yang dapat digunakan sebagai media penunjang kegiatan pembelajaran IPA materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup. Aktivitas peserta didik dalam pembelajaran diamati berdasarkan tujuh aspek pengamatan, yaitu : 1) memperhatikan apa yang disampaikan guru; 2) menjawab pertanyaan dari guru; 3) mengerjakan LKS yang diberikan guru; 4) kerjasama dengan teman satu kelompok; 5) mendiskusikan masalah yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar; 6) mempresentasikan jawaban di depan kelas; dan 7)  merespon jawaban teman. Lembar obervasi  digunakan untuk mengamati keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran. Kriteria penilaian instrumen aktifitas belajar peserta didik adalah skor 1 untuk aktivitas kategori Kurang, skor 2 untuk aktivitas kategori Cukup, skor 3 untuk aktivitas kategori Aktif, dan skor 4  untuk aktivitas kategori Sangat Aktif. Data hasil belajar IPA siklus I dan II dikumpulkan menggunakan teknik tes tertulis pilihan ganda dan uraian dengan alat/instrumen berupa butir soal tes peilihan ganda dan uraian. Predikat aktivitas belajar dan hasil belajar mengacu pada panduan penilaian (2015:43) yaitu sangat baik (A) : 86 - 100, baik (B) : 71 - 85, cukup (C) : 56 - 70 dan kurang (D) : < 55.
Validasi dan Analisis Data
Data aktivitas belajar IPA siklus I maupun II diperoleh menggunakan teknik observasi dengan alat berupa lembar observasi. Supaya datanya valid perlu divalidasi dengan cara melibatkan observer teman sejawat yang dikenal dengan berkolaborasi. Data hasil belajar IPA siklus I maupun II dikumpulkan menggunakan teknik tes tertulis dengan alat berupa butir soal tes pilihan ganda dan uraian. Supaya datanya valid perlu divalidasi isinya dengan cara membuat kisi-kisi sebelum butir soal disusun. Analisis data menggunakan teknik diskriptif komparatif yang dilanjutkan dengan refleksi. Diskriptif komparatif yaitu membandingkan data kondisi awal, data siklus I dan data siklus II yang dilanjutkan dengan refleksi. Refleksi yaitu membuat simpulan berdasarkan hasil diskriptif komparatif kemudian memberi ulasan atas simpulan tersebut untuk menentukan perlu tidaknya tindakan siklus berikutnya.
Prosedur analisis data menggunakan model alur dari Kemmis dan Taggart (Wiriaatmadja, 2012) yang intinya mengidentifikasi perkembangan dan perubahan subjek setelah subjek sampel diberi perlakuan khusus atau dikondisikan pada situasi tertentu dengan pembelajaran tindakan dalam kurun waktu tertentu dan berulang-ulang sampai program dinyatakan berhasil.
Prosedur Tindakan
Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode penelitian tindakan kelas. Tindakan yang dilakukan dalam penelitian yaitu metode inkuiri terbimbing. Desain penelitian tindakan kelas yang dinilai akurat dalam mencapai tujuan tersebut adalah model desain alur dari Kemmis dan Taggart (Wiriaatmadja, 2012) yang memiliki ciri khas menggunakan model siklus. Setiap siklus terdiri dari dua atau tiga tindakan pembelajaran. Tindakan siklus I metode inkuiri terbimbing kelompok besar dan tindakan siklus II metode inkuiri terbimbing kelompok kecil. Tahapan-tahapan dalam tiap siklus yaitu : (1) membuat perencanaan tindakan (planning); (2) melakukan tindakan sesuai yang direncanakan (acting); (3) melakukan pengamatan terhadap tindakan yang dilakukan (observing); dan (4) melakukan analisis dengan diskriptif komparatif dilanjutkan refleksi terhadap data hasil pengamatan (reflecting).
1.  Tahap Perencanaan
Rancangan-rancangan yang dilakukan pada tahapan ini adalah:                                        
 a. Membuat lembar observasi untuk melihat suasana pembelajaran, aktivitas guru dan aktivitas peserta didik selama proses belajar mengajar dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing.
b. Membuat analisa hasil ulangan harian setiap siklus, untuk melihat apakah peserta didik kelas VIII-D dalam proses belajar mengajar ada peningkatan penguasaan materi menyimpulkan materi pembelajaran.
2.  Tahap Pelaksanaan / Tindakan
Guru melaksanakan tindakan kelas dengan metode inkuiri terbimbing. Guru sebagai fasilitator yang memberi penguat dan simpulan untuk kejelasan materi menyimpulkan materi pembelajaran.
3.  Pemantauan / observing
Pada tahap pemantauan dikumpulkan data dan informasi dari beberapa sumber untuk mengetahui seberapa jauh efektifitas dari tindakan yang dilakukan. Data tentang penguasaan materi dari nilai ulangan harian. Data tentang aktivitas peserta didik dalam pembelajaran diperoleh melalui observasi selama proses belajar mengajar oleh guru selaku fasilitator atau sebagai mitra belajar.
4. Refleksi
Refleksi adalah kegiatan yang mengulas secara kritis (reflective) tentang perubahan yang terjadi pada peserta didik, suasana kelas dan guru untuk ditindak lanjuti dengan langkah-langkah program berikutnya yang berupa penyempurnaan dan pengembangan.
Rencana tindakan penelitian dilaksanakan atau disusun terperinci setiap siklusnya, sesuai jadwal dan alokasi waktu berdasarkan rancangan penelitian.

HASIL TINDAKAN
Diskripsi Kondisi Awal
Pengamatan aktivitas belajar IPA dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Dari pengamatan aktivitas belajar IPA selama proses belajar mengajar diperoleh hasil pengamatan yaitu : (1) sangat baik (A sebanyak 3 peserta didik (10,00%); (2) baik (B) sebanyak 13 peserta didik (43,33%); (3) cukup (C) sebanyak 13 peserta didik (43,33%); dan (4) kurang (D) sebanyak 1 peserta didik (3,33%).  Hasil ini menunjukkan kalau aktivitas belajar IPA kelas VIII-D masih rendah karena peserta didik yang memperoleh predikat minimal baik baru berjumlah 16 peserta didik atau 53,33%.  Sedangkan jika diamati hasil belajar IPA dari 30 peserta didik kelas VIII-D diperoleh nilai rata-rata 70,27, nilai terendah 44 dan nilai tertinggi 92. Dilihat dari ketuntasannya dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) 71 dari 30 peserta didik kelas VIII-D terdapat 18 peserta didik tuntas belajar atau 60,00% dan 12 peserta didik tidak tuntas belajar atau 40,00%. Kalau dilihat hasilnya memang yang tuntas belajar lebih banyak dari pada yang tidak tuntas belajar, tetapi jika dilihat jumlah peserta didik yang tuntas belajar hanya 18 peserta didik dari 30 peserta didik atau 60,00% ini masih menunjukkan kalau hasil belajar IPA juga masih rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi awal secara klasikal peserta didik belum tuntas belajar, karena peserta didik yang memperoleh nilai ≥ 71 hanya sebesar 60,00% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 86%.
Tabel 4.1. Hasil Belajar IPA Kondisi Awal
No
Uraian
Prestasi
1
Nilai terendah
44
2
Nilai tertinggi
92
3
Nilai rerata
70,27
4
Rentang nilai
48
5
Jumlah peserta didik yang tuntas belajar
18
6
Prosentase  peserta didik yang tuntas belajar
60,00%

Diskripsi Data Siklus I
Tahap Rencana
Rencana tindakan awal dalam pembelajaran adalah penjelasan prosedur inkuiri terbimbing, penjelasan materi pelajaran, pemberian contoh penyelesaian soal dengan prosedur inkuiri terbimbing, dan pemberian tugas atau latihan mandiri. Tugas-tugas akan diselesaikan secara kelompok, agar aktivitas dan hasil belajar meningkat.
Tahap Tindakan
Pada siklus I diterapkan topik gelombang. Guru menawarkan metode inkuiri terbimbing pada peserta didik sebagai metode belajar mengajar di kelas. Peserta didik setuju menggunakan metode ini. Agar terjadi interaksi belajar sesama peserta didik perlu dibentuk kelompok belajar. Pembentukan kelompok diserahkan kepada peserta didik untuk memilih anggota kelompoknya masing-masing. Tiap kelompok dibatasi hanya terdiri dari lima peserta didik. Pada subjek penelitian terbentuk enam kelompok.



Tahap Observasi
Penjelasan prosedur inkuiri terbimbing, secara teoretik, sudah benar. Langkah awal prosedur ini adalah memahami masalah. Dalam memberikan contoh aplikasi inkuiri terbimbing tampaknya sudah memenuhi tuntutan prosedur.
Dari pengamatan aktivitas belajar IPA selama proses belajar mengajar diperoleh hasil pengamatan yaitu : (1) sangat baik (A sebanyak 5 peserta didik (16,67%); (2) baik (B) sebanyak 16 peserta didik (53,33%); (3) cukup (C) sebanyak 9 peserta didik (30,00%); dan (4) kurang (D) sebanyak 0 peserta didik (0,00%). Dari hasil pengamatan tersebut peserta didik dikatakan berhasil jika nilainya mencapai minimal baik (B). Jadi ada 21 peserta didik yang berhasil mencapai batas minimal atau 70,00% dan ada 9 peserta didik yang belum mencapai batas minimal atau 30,00%. Karena yang mencapai nilai minimal baik (B) ada 21 peserta didik atau 70,00% berarti dapat disimpulkan untuk aktivitas belajar IPA pada siklus I agak tinggi.
. Adapun data hasil belajar IPA pada siklus I adalah sebagai berikut : diperoleh nilai rata-rata hasil belajar IPA adalah 78,20 dan ketuntasan belajar mencapai 73,33% atau ada 22 peserta didik dari 30 peserta didik sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus I secara klasikal peserta didik belum tuntas belajar, karena peserta didik yang memperoleh nilai ≥ 71 hanya sebesar 73,33% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 86%. Hasil belajar IPA peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017 dari kondisi awal rata-rata prestasi 70,27 ke siklus I rata-rata prestasi 78,20 berarti ada peningkatan 7,93 atau 11,29%.
Tabel 4.2. Hasil Belajar IPA Siklus I
No
Uraian
Prestasi
1
Nilai terendah
56
2
Nilai tertinggi
96
3
Nilai rerata
78,20
4
Rentang nilai
40
5
Jumlah peserta didik yang tuntas belajar
22
6
Prosentase  peserta didik yang tuntas belajar
73,33%

Tahap Refleksi
Aktivitas belajar IPA materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017 dari kondisi awal aktivitas belajar yang mencapai batas minimal baik (B) ada 16 peserta didik atau 53,33% ke siklus I aktivitas belajar yang mencapai batas minimal baik (B) ada 21 peserta didik atau 70,00% berarti ada peningkatan 5 peserta didik atau 16,67%.
Hasil belajar IPA materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017 dari kondisi awal yang tuntas belajar 18 peserta didik atau 60% ke siklus I yang tuntas belajar 22 peserta didik atau 73.33% berarti ada peningkatan 4 peserta didik atau 13,33%. Karena pencapaian aktivitas dan hasil belajar IPA belum mencapai 86,00% maka pembelajaran dilanjutkan siklus II.

Diskripsi Data Siklus II
Tahap Rencana
Rencana tindakan awal dalam pembelajaran adalah penjelasan prosedur inkuiri terbimbing, penjelasan materi pelajaran, pemberian contoh penyelesaian soal dengan prosedur inkuiri terbimbing, dan pemberian tugas atau latihan mandiri. Tugas-tugas akan diselesaikan secara kelompok, agar aktivitas dan hasil belajar meningkat.
Tahap Tindakan
Pada siklus II ini diterapkan topik indera pendengaran, guru menerapkan metode inkuiri terbimbing pada peserta didik sebagai metode belajar mengajar di kelas. Agar terjadi interaksi belajar sesama peserta didik perlu dibentuk kelompok belajar. Pembentukan kelompok diserahkan kepada peserta didik untuk memilih anggota kelompoknya masing-masing. Tiap kelompok dibatasi hanya terdiri dari tiga orang. Pada subjek penelitian terbentuk sepuluh kelompok.

Tahap Observasi
Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing sudah lebih baik, meskipun awalnya banyak yang mengalami kesulitan. Pada akhir tatap muka sudah menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Dari pengamatan aktivitas belajar IPA selama proses belajar mengajar diperoleh hasil pengamatan yaitu : (1) sangat baik (A) sebanyak 12 peserta didik (40,00%); (2) baik (B) sebanyak 16 peserta didik (53,33%); (3) cukup (C) sebanyak 2 peserta didik (6,67%); dan (4) kurang (D) sebanyak 0 peserta didik (0,00%). Dari hasil pengamatan tersebut peserta didik dikatakan berhasil jika nilainya mencapai minimal baik (B). Jadi terdapat 28 peserta didik yang berhasil mencapai batas minimal atau 93,33%, berarti dapat disimpulkan untuk aktivitas belajar IPA pada siklus II  tinggi.
Data hasil belajar IPA siklus II adalah sebagai berikut : diperoleh nilai rata-rata hasil belajar IPA adalah 82,80 dan ketuntasan belajar mencapai 90,00% atau ada 27 peserta didik dari 30 peserta didik sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus II secara klasikal peserta didik sudah tuntas belajar, karena peserta didik yang memperoleh nilai ≥ 71 sudah sebesar 90,00% lebih besar dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 86%.
Tabel 4.3. Hasil Belajar IPA Siklus II
No
Uraian
Prestasi
1
Nilai terendah
70
2
Nilai tertinggi
96
3
Nilai rerata
82,80
4
Rentang nilai
26
5
Jumlah peserta didik yang tuntas belajar
27
6
Prosentase peserta didik yang tuntas belajar
    90,00%

Tahap Refleksi
Aktivitas belajar IPA materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017 dari siklus I aktivitas belajar yang mencapai batas minimal baik (B) ada 21 peserta didik atau 70,00% ke siklus II aktivitas belajar yang mencapai batas minimal baik (B) ada 28 peserta didik atau 93,33% berarti ada peningkatan 7 peserta didik atau 23,33%.
Hasil belajar IPA materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017 dari siklus I yang tuntas belajar 22 peserta didik atau 77,33% ke siklus II yang tuntas belajar 27 peserta didik atau 90.00% berarti ada peningkatan 5 peserta didik atau 16,67%. Karena pencapaian aktivitas dan hasil belajar IPA sudah mencapai 86,00% maka pembelajaran tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya.

PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan yang telah diperoleh serta dihubungkan dengan perumusan masalah dan pengajuan hipotesis yang diajukan dapat disimpulkan bahwa melalui metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017.
Saran
Karena melalui metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA materi indera pendengaran dan sistem sonar makhluk hidup bagi peserta didik kelas VIII-D SMP Negeri 1 Weru kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2016/2017 maka disarankan kepada teman sejawat untuk pembelajaran perlu menggunakan metode inkuiri terbimbing.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rohani. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Ali Abdi.2014.  The Effect of Inquiry-based Learning Method on Students’ Academic Achievement in Science Course.  Universal Journal of Educational Research 2(1): 37-41, 2014: 10.13189/ujer.2014.020104

A.M. Sardiman, 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada,

Arends. (2001). Learning to Teach-Belajar untuk Mengajar, Pustaka Belajar, Yogyakarta. (penerjemah Soetjipto, dkk).

Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Aditya Media.

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah 2015. Panduan Penilaian Untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jakarta : Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan

Gulo. W. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia Widiasarana.

Ika Nurkhasanah, Trapsilo Prihandono, Bambang Supriadi. 2016. Pengaruh Model Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Disertai Metode Mencongak Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran IPA (Fisika) Kelas VII di SMP Al-Maliki  Sukodono – Lumajang. Jurnal Pembelajaran Fisika, Vol. 5 No. 1, Juni 2016. Laporan Penelitian. Program Studi Pendidikan Fisika. UJ.

Keller, 1992. Journal of Motivation Disossiation and Analysis Student in Class/Development and Use of The ARCS Model of Instructional Design. Journal of Instructional Development (Line), http://www.scrb.journal/motivation.go.id.

Moleong, Lexy J, 2014.Metodologi Penelitian Kuantitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung ,.

Nana Sudjana. 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Prasetyo, Z. K., Senam, Wilujeng, I., et. al,. 2011. Pengembangan perangkat pembelajaran sains terpadu untuk meningkatkan kognitif, keterampilan proses, kreativitas serta menerapkan konsep ilmiah peserta didik SMP. Laporan Penelitian. UNY.

Ratna Wilis Dahar. 2011. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Sabahiyah, A.A.I.N. Marhaeni, I. W. Suastra. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Keerampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep IPA siswa kelas V gugus 03 Wanasaba Lombok Timur.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana. 2002. Dasar-dasar Proses belajar mengajar. Bandung : Sinar baru.

Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS.

Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineksa Cipta.

Tanto, T. 2008. Efektivitas Penerapan Metode Inkuiri pada Pembelajaran Ekonomi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri I Garum-Blitar. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FE UM

Team Pustaka Phoenix. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Jakarta: Media Pustaka Phoenix.

Uno, Hamzah B., 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2012. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Yudi Martana. 2015. Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis Inkuiri Terbimbing Dengan Tema Alat Pendengaran Manusia Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Sambungmacan. Tesis. Prodi Magister P Sains. UNS.

Yulian Putri M, Suratno, Iis Nur Asyiah. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Dengan Menggunakan Metode Eksperimen Terhadap Aktivitas Dan Hasil Belajar Ipa-Biologi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Maesan Bondowoso. Laporan penelitian. Jurnal Pendidikan Biologi ©Pancaran, Vol. 4, No. 2, hal 163-172, Mei 2015. Program Studi Pendidikan Biologi. UJ


Pengembangan Kompetensi Fitur Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah di Platform Merdeka Mengajar

  Pada tanggal 19 Desember 2023 GTK Kemdikbudristek telah merilis Fitur Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah di Platform Merdeka Meng...