Sunday 14 August 2016

Jurnal : Pengembangan Modul IPA Berbasis KPS Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas VII SMP Pada Materi Kalor



PENGEMBANGAN MODUL IPA BERBASIS KETERAMPILAN PROSES SAINS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK KELAS VII SMP PADA MATERI KALOR
Jumadi1, Widha Sunarno2 dan Nonoh Siti Aminah3

1 Program Studi Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 57126, Indonesia
jumadifaris@gmail.com

2 Program Studi Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
widhasunarno@gmail.com

3 Program Studi Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 57126, Indonesia
nonoh_nst@gmail.com


Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk: 1) mengetahui karakteristik modul IPA berbasis keterampilan proses sains pada materi kalor bagi peserta didik SMP; 2) menguji kelayakan modul IPA berbasis keterampilan proses sains pada materi kalor bagi peserta didik SMP; 3) menguji keefektifan modul IPA berbasis keterampilan proses sains terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo pada materi kalor.
Metode penelitian dan pengembangan yang digunakan Research and Development (R&D). Model penelitian dan pengembangan menggunakan model penelitian 4D Thiagarajan dengan langkah: (1) tahap pendefinisian (define); (2) tahap perancangan (design); (3) tahap pengembangan (develop); (4) tahap penyebaran (disseminate). Pengembangan modul ini dinilai berdasarkan isi, penyajian dan bahasa, modul kemudian diujicobakan pada 9 siswa. Setelah direvisi, modul diujicobakan pada kelas VIIH. Modul IPA berbasis keterampilan proses sains yang memuat komponen pembelajaran mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, memprediksi, merencanakan percobaan, menentukan alat dan bahan, menentukan variabel, melakukan pengamatan, melakukan pengukuran, membuat grafik, melakukan klasifikasi, mengolah data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan. Analisis data yang digunakan selama pengembangan adalah analisis diskriptif, analisis kelayakan modul berdasarkan skor kriteria dan analisis kemampuan berpikir kritis dengan t-test.
Hasil penelitian ini: (1) karakteristik modul IPA berbasis keterampilan proses sains  untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa yaitu langkah pembelajaran modul disesuaikan komponen keterampilan proses sains, mengintegrasikan kemampuan berpikir kritis pada setiap komponennya dan memuat soal tes berpikir kritis; (2) kelayakan modul IPA berbasis keterampilan proses sains untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi kalor yang dikembangkan memiliki skor rata-rata persentase sebesar 90,55% dan berkategori sangat baik untuk digunakan sebagai penunjang bahan ajar lainnya; (3) keefektifan modul IPA berbasis keterampilan proses sains dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada materi kalor siswa pada kelas VIIH setelah menggunakan modul IPA berbasis keterampilan proses sains mengalami peningkatan yang dapat dilihat dari nilai N-gain  dari uji coba skala besar sebesar 0,61 dikategorikan “sedang” dengan signifikansi sebesar 0,000.
Kata kunci: modul, keterampilan proses sains, kemampuan berpikir kritis.

Abstract
This research aims to: 1) determine the characteristics of module based science process skills to increasing critical thinking abilites of junior high school students VII grade on the kalor material; 2) examine the properness of science process skills module on the kalor material; 3) examine the effectiveness of science process skills module  to improve critical thinking abilites, results in the junior high school 1 Weru Sukoharjo on the kalor material.
Research and development models which use is four-D Thiagarajan. The step are (1) define’s step; (2) design’s step; (3) develop’s step; (4) disseminate’s step. The development of this module was observed based on the properness content, presentation, language, which was tried out to 9 students. After revising, this module was tried out to VIIH class. This module is module science process skills, which steps are contents of learning on questioning, formulating the hyphotesis, predicting, designing experimenting, defining tools and material, identifying variables, observing, measuring metrically, constructing a graph, classifying, processing your on data, inffering and  communicating. Analysis of the data used development is descriptive analysis, properness analysis module based on the score criteria and analysis of critical thinking abilites with t-test.
The result of this research: (1) characteristics science process skills module to increase students’ critical thinking abilites  has some such as the step of learning instruction is suited by the components of science process skills, integrating critical thinking abilites in every component and containing critical thingking test; (2) properness module of science process skills to Increase students’ critical thinking abilites in the kalor material has an average score of 90,55% and this category is ”very good”, which means the module deserve to be used as supporting other teaching materials; (3) effectiveness critical thinking abilites of students in the class VIIH on the kalor material after using science process skills module is increase that can be seen from the N-gain score of operational trials is 0,61 (“moderate” category) with significance 0,000.
Keywords: module, science process skills, critical thinking abilites.

Pendahuluan
Di dalam Undang Undang No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa,  Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Jadi dapat dijelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang dilakukan melalui proses pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri manusia baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Komponen pendidikan meliputi tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, lingkungan pendidikan, dan media pendidikan yang menjadi satu kesatuan fungsional yang saling berinteraksi, bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan pendidikan, dimana salah satu caranya adalah melalui pendidikan sekolah. Trianto (2013: 1) menyatakan bahwa,Pendidikan yang mampu menjawab tujuan nasional adalah pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang, pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problem kehidupan yang dihadapinya dan pendidikan yang mampu menyentuh potensi nurani maupun kompetensi peserta didik.
IPA pada hakekatnya merupakan produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Proses pembelajaran IPA menekankan pada proses sains yang dimiliki peserta didik karena pada umumnya IPA dipahami sebagai ilmu yang perkembangannya melewati langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan konsep dan teori. Maka penguasaan sains melalui pembelajaran secara teoritis sangat ditentukan oleh kemampuan dan kreativitas peserta didik dalam menguasai proses sains. Dalam pembelajaran sains, peserta didik dituntut aktif. Peserta didik tidak hanya diam menerima secara teori yang diberikan oleh guru tanpa mengetahui proses yang dilakukan dalam menemukan suatu konsep.  (Prasetyo, 2011: 3).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) menempatkan Indonesia di peringkat 40 dari 45 negara dalam hal kemampuan sains peserta didik, karena hanya memperoleh skor 406 dari skor rata rata dunia sebesar 500 (TIMSS, 2011: 40). Penelitian lain yang dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2012 menempatkan Indonesia pada posisi ke 64 dari 65 negara, karena hanya memperoleh skor 382 dari skor rata rata dunia sebesar 500 (OECD, 2013: 5), yang dianalisis dalam hal kemampuan literasi sains peserta didik, seperti mengidentifikasi masalah ilmiah, menggunakan fakta ilmiah, memahami sistem kehidupan dan memahami penggunaan peralatan sains. Dari hasil penelitian yang dipublikasikan oleh TIMMS dan PISA tersebut cukup dapat mencerminkan kondisi sistem pendidikan yang terjadi di Indonesia yang masih jauh dari harapan, khususnya dalam aspek pembelajaran IPA.
Media pembelajaran berperan sangat penting untuk menunjang kesuksesan belajar peserta didik. Salah satu media pembelajaran yang memegang peranan penting dalam membantu peserta didik untuk mencapai kompetensi inti dan kompetensi dasar adalah bahan ajar (materi ajar). Bahan ajar yang digunakan sebaiknya tidak hanya menyajikan materi secara instan sehingga tidak mampu mengantarkan peserta didik untuk memahami dan menemukan konsep yang dipelajari. Bahan ajar yang digunakan harus mampu mengantarkan peserta didik untuk memahami dan menemukan konsep yang dipelajari sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Salah satu jenis dari bahan ajar adalah modul. (Depdiknas, 2008).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Amanah, dkk (2014) di kelas VIII SMP Negeri 18 Palembang, menunjukkan masing-masing skor penilaian pada aspek keterampilan proses, peserta didik dikategorikan dapat melatihkan keterampilan proses yang mereka miliki dan mampu melakukan kegiatan pembelajaran dengan benar, hal ini dibuktikan dengan skor yang diperoleh yakni skor rata-rata untuk merumuskan masalah sebesar 3,55, merumuskan hipotesis sebesar 3,63, merancang percobaan sebesar 3,52, melakukan percobaan sebesar 3,48, mengolah data percobaan sebesar 3,34, mengomunikasikan sebesar 3,33, dan menarik kesimpulan sebesar 3,57, namun pada keterampilan menganalisis data percobaan skor yang diperoleh sebesar 3,22.
Penelitian yang dilakukan oleh Friska Oktavia Rosa (2015) yang bertujuan untuk merancang dan menyusun modul pembelajaran IPA berbasis keterampilan proses sains dan menguji efektivitas modul terhadap hasil belajar dan motivasi peserta didik. Modul IPA yang dikembangkan menggunakan keterpaduan model connected dan berbasis keterampilan proses sains, yang meliputi mengamati, mengklarifikasi, mengkomunikasi, mengukur, memprediksi dan menyimpulkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar serta peningkatan keterampilan proses sains peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modul sangat membantu peserta didik belajar mandiri, membantu dan diperlukan peserta didik sebagai panduan belajar dimana dilengkapi dengan eksperimen sederhana. Pengembangan modul IPA berbasis KPS ini dinilai efektif karena selain hasil belajar peserta didik yang meningkat, keterampilan proses sains dari peserta didik itu sendiri mengalami peningkatan.
Pengamatan terhadap proses pembelajaran IPA di SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo pada semester gasal Tahun Pelajaran 2015/2016 masih cenderung teacher centered sehingga peserta didik menjadi pasif. Hasil angket analisis kebutuhan guru menunjukkan bahwa:  (1) guru mengalami kesulitan dalam membelajarkan IPA secara terpadu sebanyak 100%; (1)  Persentase guru yang membutuhkan bahan ajar yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, bahan ajar yang berisi sintaks keterampilan proses sains,  dan bahan ajar yang memuat proses, produk, sikap ilmiah   adalah 100%;  (3)  Persentase guru yang membutuhkan bahan ajar IPA Terpadu adalah 100%. Dari hasil analisis kebutuhan guru memberi petunjuk bahwa dibutuhkan modul IPA Terpadu berbasis keterampilan proses sains untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis  di sekolah. Dari pengamatan ulangan akhir semester gasal di SMP Negeri 1 Weru diperoleh hasil belajar yang tergolong masih rendah, hal ini menunjukkan penguasaan bahan ajar peserta didik juga masih sangat rendah. KKM mata pelajaran IPA kelas VII SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo Ttahun pelajaran 2015/2016 adalah 71. Data hasil tes ulangan akhir semester gasal peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Weru, Tahun Pelajaran 2015-2016 rata-rata nilai 68,00. Untuk hasil tes awal kemampuan berpikir kritis mengadopsi dari Angelo yang diberikan kepada peserta didik kelas VIIH diperoleh nilai untuk indikator kemampuan mengenal permasalahan dan pemecahannya 65,00, kemampuan menginferensi 65,83, kemampuan menganalisis 67,50, kemampuan mensintesis 63,33, dan kemampuan mengevaluasi 64,17.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo kelas VII memerlukan bahan ajar sebagai sumber belajar yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik kelas VII. Penyiapan dan penggunaan bahan ajar secara baik, menarik dan tepat untuk melatih pengetahuan peserta didik dalam memecahkan masalah, pada akhirnya secara akumulatif kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik dapat meningkat. Jadi pembelajaran dengan menggunakan modul IPA berbasis keterampilan proses sains diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik.
Pada Kurikulum 2013 materi IPA sudah tersusun secara terstruktur dalam KI dan KD. Pada KD kelas VII SMP semester 2 yaitu 3.7, 4.10 dan 4.11 menunjukkan adanya keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam memahami konsep kalor. Berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi kemampuan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menginferensi, dan mengevaluasi (Angelo, 1995: 6).
Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian pengembangan dengan judul “Pengembangan Modul IPA Berbasis Keterampilan Proses Sains untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas VII SMP pada Materi Kalor”.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan (research and development / R & D) yang bertujuan untuk mengembangkan modul IPA berbasis keterampilan proses sains pada materi kalor untuk peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo. Model yang digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan modul IPA berbasis keterampilan proses sains ini merupakan model dari 4-D (four-D model) yang dikemukakan oleh Thiagarajan (1974:  5). yakni meliputi Tahap pendefinisian (Define), Tahap Perancangan (Design), Tahap pengembangan (Develop), dan Tahap Penyebaran (Disseminate).
Produk yang dihasilkan adalah modul IPA berbasis keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains yang digunakan mengadopsi pendapat dari Rezba (1995) yang mempunyai komponen pembelajaran mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, memprediksi, merencanakan percobaan, menentukan alat dan bahan, menentukan variabel, melakukan pengamatan, melakukan pengukuran, membuat grafik, mengklasifikasi, mengolah data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan. 
Uji coba produk digunakan untuk mengumpulkan data terkait produk yang dikembangkan yaitu modul pembelajaran berbasis keterampilan proses sains sehingga dapat diketahui kelayakan produk. Uji coba yang dilakukan antara lain: uji coba produk awal berupa validasi ahli, validasi praktisi pendidikan (guru), dan validasi peer review,  uji coba skala kecil yang dilakukan pada 9 peserta didik kelas VII G SMP Negeri 1 Weru dan uji coba skala besar yang dilakukan di kelas VII H yang berjumlah 30 peserta didik.
Instrumen penelitian merupakan alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Secara garis besar, instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain berupa: angket, lembar validasi, soal tes, dan lembar observasi.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan dan memaknai data yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Sebelum dianalisis, dilakukan proses kuantifikasi data, selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Untuk data hasil wawancara, dan dokumentasi dianalisis dengan analisis kualitatif. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini berupa: data analisis kebutuhan, data hasil validasi oleh ahli, praktisi, dan peer review, data uji skala kecil, dan data dari uji skala besar. Data yang didapatkan dalam uji besar antara lain: analisis  keterlaksanaan komponen pembelajaran. analisis hasil belajar afektif, analisis hasil belajar psikomotorik, analisis hasil belajar kognitif dan analisis hasil tes kemampuan berpikir kritis.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Pendefinisian (Define)
Tahapan ini dilakukan penyebaran angket kebutuhan kepada siswa dan guru mengenai pembelajaran IPA di sekolah. Angket kebutuhan guru diberikan kepada 5 orang guru SMP Negeri 1 Weru di kabupaten Sukoharjo. Sedangkan angket pengungkap kebutuhan siswa diberikan kepada 30 siswa di SMP Negeri 1 Weru. Pertanyaan angket kebutuhan guru terdiri dari 36 pertanyaan, sedangkan angket kebutuhan siswa terdiri dari 32 pertanyaan.
Hasil dari angket pengungkap kebutuhan guru dan siswa adalah menunjukkan bahwa: 1) pembelajaran IPA di SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo menggunakan bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum 2013, 2) bahan ajar yang sesuai kurikulum 2013 dari penerbit Depdikbud dan jumlahnya juga terbatas dibandingkan jumlah peserta didik, 3) peserta didik memiliki buku teks yang dikeluarkan dari MGMP dinas pendidikan daerah setempat, 4) peserta didik lebih mengalami kesulitan mempelajari bukur teks yang ada, 5) buku yang melatihkan belajar mandiri jumlahnya terbatas, 6) peserta didik dilatihkan kemampuan berpikir kritis melalui keterampilan proses sains, serta 8) materi pada bahan ajar yang digunakan belum memuat materi yang lengkap.
Hasil analisis kebutuhan guru menunjukkan bahwa:  a) guru mengalami kesulitan dalam membelajarkan IPA secara terpadu sebanyak 100%; b)  persentase guru yang membutuhkan bahan ajar yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, bahan ajar yang berisi komponen keterampilan proses sains,  dan bahan ajar yang memuat proses, produk, sikap ilmiah   adalah 100%;  c)  persentase guru yang membutuhkan bahan ajar IPA Terpadu adalah 100%.
 Berdasarkan hasil analisis angket kebutuhan guru dan siswa maka diperoleh kesimpulan bahwa diperlukan modul pembelajaran IPA berbasis keterampilan proses sains untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
Hasil dari analisis kebutuhan, analisis kemampuan berpikir kritis dan analisis hasil ujian nasional, dijadikan dasar untuk mengembangkan modul pembelajaran berbasis keterampilan proses sains pada materi kalor yang merujuk pada standar yang telah ditetapkan BSNP tentang standar pengembangan modul dan buku teks pelajaran. Dinamakan modul pembelajaran berbasis keterampilan proses sains karena modul disusun berdasarkan komponen pembelajaran berbasis keterampilan proses sains.
Kompetensi yang dipadukan adalah mencakup Kompetensi Dasar:  3.7 Memahami konsep suhu, pemuaian, kalor, perpindahan kalor, dan penerapannya dalam mekanisme menjaga kestabilan suhu tubuh pada manusia dan hewan serta dalam kehidupan sehari-hari, 4.10 Melakukan percobaan untuk menyelidiki suhu dan perubahannya serta pengaruh kalor terhadap perubahan suhu dan perubahan wujud benda, dan 4.11 Melakukan penyelidikan terhadap cara berisi penambahan kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi.

Hasil Perancangan (Design)
Pada tahap perancangan didapat hasil pemilihan format dan desain awal modul. Pemilihan format disesuaikan dengan format kriteria modul yang diadaptasi dari pendapat Vembriarto (1985) yang disusun berdasarkan komponen pembelajaran berbasis keterampilan proses sains dari Rezba (1995) peneliti dengan menambahkan kemampuan berpikir kritis dari Angelo (1995) yang terintegrasi dalam komponen pembelajaran berbasis keterampilan proses sains. Komponen pembelajaran berbasis keterampilan proses sains meliputi: 1) mengajukan pertanyaan; 2) merumuskan hipotesis; 3) memprediksi; 4) merencanakan percobaan; 5) menentukan alat dan bahan; 6) menentukan variabel; 7) melakukan pengamatan; 8) melakukan pengukuran; 9) membuat grafik; 10) mengklasifikasi; 11) mengolah data; 12) menarik kesimpulan dan 13) mengomunikasikan. 
Pada tahap desain awal modul yang dikembangkan dilakukan penyusunan modul yang akan menghasilkan draf desain modul yang didalamnya mencakup: judul modul, halaman francis, bagian modul, kata pengantar, pendahuluan, kompetensi inti dan kompetensi dasar, peta konsep, dan daftar isi. Modul yang dikembangkan mengintegrasikan pembelajaran berbasis keterampilan proses sains dalam setiap kegiatan belajar.
Komponen pembelajaran berbasis keterampilan proses sains diadaptasi dari Rezba (1995). Komponen 1 adalah mengajukan pertanyaan, pada proses ini siswa dapat merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan penyelesain dan menuliskannya di LKS. Komponen 2 adalah merumuskan hipotesis, pada proses ini siswa menentukan sebab akibat dari pertanyaan yang ingin diselesaikan dan menuliskannya di dalam LKS. Komponen 3 adalah memprediksi, pada proses ini siswa menentukan kesimpulan sementara dari rumusan hipotesis dan menuliskannya di LKS. Komponen 4 adalah merencanakan percobaan, pada proses ini siswa menentukan tujuan percobaan dari rancangan gambar percobaan dan menuliskannya di LKS. Komponen 5 adalah menentukan alat dan bahan, pada proses ini siswa mampu mendefinisikan alat dan bahan dari rancangan percobaan dan menuliskannya di LKS. Komponen 6 adalah menentukan variabel, pada proses ini siswa menentukan variabel yang akan diteliti dan menuliskannya di LKS. Komponen 7 adalah melakukan pengamatan, pada proses ini siswa mampu mengamati untuk mengumpulkan informasi guna pemecahan pertanyaan. Komponen 8 adalah melakukan pengukuran, pada proses ini siswa mampu melakukan pengukuran variabel yang diteliti dengan teliti dan menuliskannya dalam tabel pengamatan di LKS. Komponen 9 adalah membuat grafik, pada proses ini siswa membuat grafik dari tabel pengamatan dan menuliskannya di LKS. Komponen 10 adalah melakukan klasifikasi, pada proses ini siswa mengelompokkan variabel-variabel yang sesuai dan menuliskannya di LKS. Komponen 11 adalah mengolah data, pada proses ini siswa mengolah data hasil pengamatan dan pengukuran serta menuliskannya di LKS. Komponen 12 adalah menarik kesimpulan, pada proses ini siswa menyimpulkan hasil pengamatan dan pengukurannya serta menuliskannya di LKS. Komponen 13 adalah mengomunikasikan, pada proses ini siswa mengomunikasikan hasil percobaannya.

Hasil Pengembangan (Develope)
Desain modul dikembangkan menjadi draf I modul pembelajaran berbasis keterampilan proses sains pada materi kalor terdiri dari tiga kegiatan belajar. Kegiatan belajar I dengan sub materi kalor dan perubahan suhu, kegiatan belajar II dengan sub materi kalor dan perubahan wujud, serta kegiatan belajar III dengan sub materi perpindahan kalor.  Draft I kemudian divalidasi oleh ahli materi, ahli media, ahli bahasa, guru IPA, dan  peer review untuk memperoleh saran dan masukan terhadap modul. Data hasil dari validasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Validasi Modul
Validasi
Validator
Rata-rata
Kriteria
Desain dan keterbacaan
Ahli bahasa
3,95
Sangat baik

Guru IPA
3,76

Sangat baik

Peer review
3,45
Baik




Materi
Ahli materi
2,91
Baik

Guru IPA
3,86
Sangat baik

Peer review
3,47
Baik
Penyajian
Ahli media
3,91
Sangat baik

Guru IPA
3,87
Sangat baik

Peer review
3,47
Baik
Rata-rata
3,63
Sangat baik

Hasil validasi aspek desain dan keterbacaan, materi dan penyajian oleh ahli pada tabel 1 untuk  desain dan keterbacaan diperoleh nilai rata-rata 3,95 dengan kategori sangat baik, untuk materi diperoleh nilai rata-rata 2,91 dengan kategori baik dan penyajian diperoleh nilai rata-rata 3,91 dengan kategori sangat baik. Kesimpulannya yaitu modul layak digunakan setelah revisi sesuai saran.
Hasil validasi aspek desain dan keterbacaan, materi dan penyajian oleh praktisi pada tabel 4.5 untuk desain dan keterbacaan diperoleh nilai rata-rata 3,76 dengan kategori sangat baik, untuk materi diperoleh nilai rata-rata 3,86 dengan kategori sangat baik dan penyajian diperoleh nilai rata-rata 3,87 dengan kategori sangat baik. Kesimpulan yang diperoleh yaitu modul layak digunakan setelah revisi sesuai saran.
Hasil validasi aspek desain dan keterbacaan, materi dan penyajian oleh peer review pada tabel 4.6 untuk desain dan keterbacaan diperoleh nilai rata-rata 3,45 dengan kategori baik, untuk materi diperoleh nilai rata-rata 3,47 dengan kategori baik dan penyajian diperoleh nilai rata-rata 3,47 dengan kategori baik. Kesimpulannya yaitu modul layak digunakan setelah revisi sesuai saran. Setelah validasi, kemudian dilakukan revisi berdasarkan saran dan masukan dari para validator. Setelah revisi selesai dilaksanakan, maka tahap selanjutnya adalah uji skala kecil.
Uji skala kecil ini dilakukan di kelas VII G untuk mengetahui tingkat keterbacaan modul. Jumlah siswa kelas VII G adalah 30 siswa dan dipilih 9 siswa secara acak. Uji coba skala kecil ini bertujuan untuk melihat keterbacaan modul IPA berbasis keterampilan proses sains pada materi kalor sebelum diujicobakan di kelas VII H sebagai kelas ujicoba skala besar. Uji coba skala kecil juga digunakan untuk mengumpulkan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki produk dalam revisi berikutnya. Hasil tanggapan siswa dari uji skala kecil didapatkan rata-rata 89,26% dengan kategori modul sangat baik. Hasil saran dan masukan dari uji coba kecil lima belas siswa digunakan sebagai bahan perbaikan, setelah modul diperbaiki maka digunakan uji coba skala besar.
Setelah dilakukan uji skala kecil, langkah selanjutnya adalah dilakukan proses uji skala besar. Kelas yang dijadikan kelas ujicoba skala besar adalah kelas VII H yang berjumlah 30 siswa.  Penilaian modul dilaksanakan pada akhir pembelajaran ketika keseluruhan materi terselesaikan. Data yang diambil berupa penilaian dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran selama menggunakan modul. Dalam uji besar, data yang didapat adalah hasil keterlaksanaan komponen pembelajaran, hasil belajar afektif, hasil belajar psikomotorik, hasil belajar kognitif, hasil tes kemampuan berpikir kritis, dan hasil respon siswa terhadap modul.

Tabel 2. Hasil keterlaksanaan komponen pembelajaran berbasis KPS
Objek Pengamatan
Observer
Kategori
Aktivitas Guru


Kegiatan Belajar 1
78,8%
Baik
Kegiatan Belajar 2
84,6%
Baik
Kegiatan Belajar 3
90,4%
Sangat Baik
Rata-rata keseluruhan
84,60%
Baik
Aktivitas Siswa


Kegiatan Belajar 1
76,9%
Baik
Kegiatan Belajar 2
82,7%
Baik
Kegiatan Belajar 3
86,5%
Sangat Baik
Rata-rata keseluruhan
82,03%
Baik

Keterlaksanaan komponen pembelajaran berdasarkan aktivitas guru dan siswa dari Tabel 2 diperoleh kategori baik. Kategori baik berarti aktivitas guru dan siswa pada proses pembelajaran menggunakan modul IPA sudah sesuai dengan komponen pembelajaran berbasis keterampilan proses sains yang digunakan.
Penilaian afektif siswa meliputi: ketelitian dan kejujuran. Sedangkan penilaian psikomotorik siswa dinilai ketika siswa melakukan percobaan. Penilaian psikomotorik meliputi, (1) memilih alat yang digunakan, (2) merangkai alat percobaan, (3) proses percobaan yang sesuai dengan prosedur, (4) membaca hasil percobaan, (5) mempresentasikan hasil percobaan. Menurut Ibrahim (2005) hasil belajar psikomotorik merupakan suatu keterampilan yang didapatkan oleh seseorang dengan melibatkan koordinasi antara indra dan otot. Pada penelitian ini siswa melibatkan koordinasi indra dan otot karena siswa terlibat langsung dalam melakukan percobaan.
Penilaian hasil belajar afektif dan psikomotorik siswa dilakukan selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan penilaian menggunakan lembar observasi dan dinilai oleh observer. Analisa data hasil belajar afektif dan psikomotorik siswa disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Belajar Afektif dan Psikomotorik
Kegiatan
Rata-rata
Kategori
Hasil Belajar Afektif
Kegiatan Belajar 1
76,3
Baik
Kegiatan Belajar 2
78,8
Baik
Kegiatan Belajar 3
85,8
Baik
Rata-rata     
80,3
Baik
Hasil Belajar Psikomotorik
Kegiatan Belajar 1
77,5
Baik
Kegiatan Belajar 2
79,0
Baik
Kegiatan Belajar 3
84,0
Baik
Rata-rata
80,2
Baik

Data hasil belajar kognitif siswa diperoleh melalui nilai uji kompetensi disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Belajar Kognitif
No
Uraian
Jumlah
1
Nilai Rata-rata
82,73
2
Nilai Tertinggi
100
3
Nilai Terendah
62
4
Rentang Nilai
38
5
Tuntas Belajar
90%
6
Tidak Tuntas Belajar
10%

Hal ini sesuai dengan Ozgelen (2012) yang menyatakan bahwa hasil belajar kognitif siswa dapat dibangun melalui pembelajaran berbasis keterampilan proses sains.
Data hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa diperoleh melalui nilai pretest dan posttest. Nilai pretest  diperoleh sebelum siswa menggunakan modul IPA yang dikembangkan dan nilai posttest diperoleh setelah menggunakan modul IPA. Hasil rata-rata pretest  diperoleh 46,33 dengan nilai minimum 20 dan nilai maksimum 68. Sedangkan rata-rata nilai posttest  diperoleh 79,13 dengan nilai minimum 54 dan nilai maksimum 94. Hasil analisis nilai pretest dan posttest disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Ringkasan Hasil Analisis Nilai Pretest dan Posttest
Uji
Jenis Uji
Hasil
Keputusan
Normalitas
Kolmogorov Smirnov
Sig pretest = 0,200
Sig posttest = 0,200
H0 diterima
Homogenitas
Levene Test
Sig 0,055
H0 diterima
Hasil Pretest-Posttest
t-test
Sig. (2-tailed)= 0,000
H0 ditolak

Berdasarkan Tabel 5, diperoleh hasil pengujian normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov terlihat bahwa nilai pretest dan posttest diperoleh signifikansi 0,200 dan 0,200 yang berarti nilai signifikansinya lebih dari 0,05. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa data yang diperoleh baik dari nilai pretest maupun posttest berdistribusi normal. Hasil pengujian homogenitas menggunakan uji Levene diperoleh signifikansi 0,055 sehingga Ho diterima, kesimpulannya varians data homogen. Pengolahan data statistik menggunakan SPSS 16 diperoleh hasil Sig. (2-tailed) di bawah 0,05 yaitu  0,000.  Dapat disimpulkan H0 ditolak yang berarti dibahwa terdapat terdapat perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah menggunakan modul IPA berbasis keterampilan proses sains. Hasil lembar observasi kemampuan berpikir kritis pada setiap kegiatan belajar dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Histogram Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Dari kegiatan belajar seluruhnya didapatkan bahwa kemampuan berpikir kritis yang paling menonjol di kelas VII H adalah kemampuan mengenal permasalahan dan pemecahannya, sedangkan skor terendah adalah kemampuan mengevaluasi, ada beberapa siswa yang masih kesulitan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan Gambar 1 disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis dari setiap kegiatan belajar mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan Sinan Ozgelen (2012) yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dapat dibangun melalui pembelajaran berbasis keterampilan proses sains
Pada akhir pembelajaran, siswa mengisi angket untuk mengetahui respon siswa terhadap modul. Data yang diperoleh menunjukkan pendapat siswa terhadap modul IPA sudah baik dari segi visual, materi, gambar, keterbacaan, dan soal yang digunakan, sehingga dapat dikatakan modul IPA diterima oleh siswa.
Hasil respon siswa terhadap modul terlihat pada Tabel 6.
















Tabel 6. Hasil respon siswa terhadap modul
Aspek
Indikator
Skor
Ps(%)
Ps rata-rata (%)
Kategori
Isi Modul
a
3,90
97,50
90,97
Sangat baik
b
3,47
86,67
c
3,80
95,00

d
3,57
89,17


e
3,50
87,50
f
3,60
90,00
Penyajian

g
3,77
94,17
93,69
Sangat baik
h
3,87
96,67
i
3,73
93,33

j
3,73
93,33


k
3,60
90,00
m
3,77
94,17
Bahasa atau keterbacaan
n
3,77
94,17
91,67
Sangat baik
o
3,47
86,67


p
3,77
94,17


Rata-rata skor
3,69
92,11
92,11
Sangat baik

Hasil Penyebaran (Deseminate)
Tahapan terakhir setelah dilakukan uji coba skala besar adalah tahap disseminasi pada SMP di Kabupaten Sukoharjo. Hasil dari tahap diseminasi ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Kuesioner Tahapan Diseminasi Produk
No.
Aspek
Rata-rata (%)
Kategori
1.
Isi modul
90,83
Sangat Baik
2.
Penyajian
91,43
Sangat Baik
3.
Bahasa dan keterbacaan
86,67
Sangat Baik
Rata-rata
90,31
Sangat Baik

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa persentase rata-rata secara keseluruhan sebesar 90,31%. Berdasarkan kategori tersebut, maka modul yang dikembangkan ini menurut diseminasi oleh lima guru IPA memiliki skor dengan kriteria sangat baik (SB), maka modul pembelajaran berbasis keterampilan proses sains yang dikembangkan dapat diterapkan di sekolah.

Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian pengembangan ini antara lain kesimpulan pertama adalah karakteristik modul IPA yang dikembangkan dengan berbasis keterampilan proses sains pada materi kalor untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Komponen pembelajaran berbasis keterampilan proses sains yang dimunculkan sebagai kerangka dalam modul diadaptasi dari Rezba, et. al (1995) meliputi mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, memprediksi, merencanakan percobaan, menentukan alat dan bahan, menentukan variabel, melakukan pengamatan, melakukan pengukuran, membuat grafik, melakukan klasifikasi, mengolah data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan. yang diintegrasikan dengan komponen kemampuan berpikir kritis yang terdapat pada setiap komponennya diadaptasi dari Angelo (1995) yang meliputi mengenal permasalahan dan pemecahannya, menginferensi, mensintesis, menganalisis, dan mengevaluasi. Modul pembelajaran IPA berbasis keterampilan proses sains untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dikembangkan berdasarkan format kriteria modul yang diadaptasi dari Vembrianto (1975). Model pengembangan modul pembelajaran berbasis keterampilan proses sains pada materi kalor menggunakan model 4-D yang dikemukakan Thiagarajan (1974). meliputi tahap define, design, develop, dan disseminate. Kesimpulan kedua adalah modul dikategorikan layak karena telah melalui beberapa uji kelayakan. Modul pembelajaran IPA berbasis keterampilan proses sains untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa divalidasi oleh dosen, guru bahasa, guru IPA, dan peer review. Hasil validasi dosen ahli materi pada aspek materi menunjukkan kategori baik. Hasil validasi dosen ahli media pada aspek penyajian menunjukkan kategori sangat baik. Hasil validasi ahli bahasa pada aspek desain dan keterbacaan menunjukkan kategori sangat baik. Hasil validasi guru IPA menunjukkan modul memiliki kategori sangat baik, dan hasil validasi peer review menunjukkan modul berkategori baik. Modul dikategorikan layak karena telah melalui beberapa uji kelayakan. Berdasarkan hasil uji coba produk awal, uji coba skala kecil, uji coba skala besar, serta diseminasi, keseluruhan penilaian mengenai modul IPA berbasis keterampilan proses sains rata-rata persentase sebesar 90,55% yang dikategorikan sangat baik. Kesimpulan ketiga adalah pembelajaran menggunakan modul IPA berbasis KPS efektif dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, hal tersebut dapat dilihat dari nilai pretest-postest siswa kelas VII H sebelum dan sesudah menggunakan modul pembelajaran IPA berbasis keterampilan proses sains dengan skor rata-rata N-Gain sebesar 0,69 dengan kategori sedang. Hasil uji statistik menunjukkan nilai signifikasi lebih rendah dari taraf signifikasi α = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) sehingga dapat disimpulkan bahwa modul pembelajaran berbasis keterampilan proses sains efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu, efektifitas pembelajaran menggunakan modul IPA berbasis keterampilan proses sains dapat dilihat dari hasil belajar koginitif siswa kelas VII H dengan nilai KKM = 71 yang memperoleh skor rata-rata 82,93 dengan ketuntasan 90,00%  yang mencapai di atas KKM. Hasil belajar afektif siswa rata-rata 80,30 dan hasil belajar psikomotorik siswa rata-rata 80,20 juga mengalami kenaikan menjadi semakin membaik dari pertemuan sebelumnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa modul pembelajaran berbasis keterampilan proses sains efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian sejenis, terutama penelitian pengembangan modul dalam pembelajaran IPA. Peneliti dapat mengembangkan modul dengan karakteristik model pembelajaran dan materi yang berbeda. Peneliti harus memahami tentang karakteristik model pembelajaran yang digunakan dan siswa yang dijadikan sampel hendaknya diberikan pemahaman yang jelas tentang pembelajaran berbasis KPS.



Daftar Pustaka
Amanah Ayu Pratama, Sudirman, dan Nely Andriani. 2014. Studi Keterampilan Proses Sains Pada Pembelajaran Fisika Materi Getaran Dan Gelombang Di Kelas VIII SMP Negeri 18 Palembang. Palembang: FKIP Unsri
Angelo, T. A. (1995). Beginning the dialogue: Thoughts on promoting critical thinking: Classroom assessment for critical thinking. Teaching of Psychology, 22(1), 6-7
Depdiknas. (2008). Teknik Penyusunan Modul. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Friska Octavia Rosa. (2014). Pengembangan Modul Pembelajaran IPA SMP Pada Materi Tekanan Berbasis Keterampilan Proses Sains. FKIP Universitas Muhammadiyah Metro.
Michael O. Martin, Ina V.S. Mullis, Pierre Foy, and Gabrielle M. Stanco. (2011). TIMSS 2011 International Results in Science. USA: TIMSS & PIRLS International Study Center Lynch School of Education Boston College.
OECD. (2013). Asian countries top OECD’s latest PISA survey on state of global education. (Online). http://www.-oecd.-org/newsroom/asian-countries-topoecd-s-latest-pisa-survey-on-state-of-global-education.-htm
Ozgelen, Sinan. (2012). Students’ science process skills within a cognitive domain framework. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 8, 283-292. Diambil dari www.ejmste.com/v8n4/eurasia_v8n4_ ozgelen.pdf
Prasetyo, Z. K., Senam, Wilujeng, I., et. al,. (2011). Pengembangan perangkat pembelajaran sains terpadu untuk meningkatkan kognitif, keterampilan proses, kreativitas serta menerapkan konsep ilmiah peserta didik SMP. Laporan Penelitian. UNY.
Rezba, R.J., Sprague, C.S., Fiel, R.L., et. al, (1995). Learning and assessing science process skills. (3rd ed). Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company.
Trianto. (2013). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Vembriarto. (1985). Pengantar pengajaran modul. Yogyakarta: Yayasan Pendidikan Paramita.

Pengembangan Kompetensi Fitur Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah di Platform Merdeka Mengajar

  Pada tanggal 19 Desember 2023 GTK Kemdikbudristek telah merilis Fitur Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah di Platform Merdeka Meng...