Wednesday 24 June 2015

Miskonsepsi dalam pembembelajaran IPA



BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan pembelajaran sains (IPA) di SMP/MTs sesuai dengan peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006, yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (1) Meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya, (2) mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip sains yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) mengembangkan rasa ingin tahu sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, (4) melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bersikap, dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi, (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam, (6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, (7) meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan sains sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
Untuk mencapai tujuan tersebut pendidikan sains diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya lebih menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi dasar agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Sains diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan sains perlu dilakukan secara bijaksana untuk menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan.
Pembelajaran sains sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry ) untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran sains di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
Sudah diketahui bersama bahwa, IPA adalah ilmu mengkaji fenomena alam yang ada di sekitar kita. Kajian IPA mencakup tiga aspek, yaitu IPA sebagai produk, proses dan sikap ilmiah. Bagaimana tumbuhan berkembang biak? Ada apa di dalam atom? Bagaimana susunan tata surya? Bagaimana cara ikan paus berenang? Bagaimana terjadinya fosil? Bagaimana tanaman di dasar laut berfotosintesis? Pertanyaan-pertanyaan tersebut baru sekelumit pertanyaan yang telah terjawab oleh ilmuwan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan contoh dari tiga pertanyaan dasar dalam IPA, yaitu: What is there, How does it work? How did it come to be this way? Untuk menjawab bagaimana tumbuhan dapat melakukan perkembangbiakan? Ada apa di dalam atom? Manusia tidak mungkin masuk ke dalam atom, kalau begitu bagaimana caranya manusia tahu bahwa di dalam atom ada elektron dan inti atom? Bagaimana manusia tahu ada 8 planet dalam tata surya? Bagaimana manusia tahu tentang umur fosil? Bagaimana manusia tahu karakter ikan paus? Dan bagaimana tumbuhan yang di dasar laut dapat memperoleh sinar matahari? Konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum dan teori-teori dalam IPA merupakan produk dari serangkaian aktivitas manusia yang dikenal dengan penyelidikan ilmiah (Scientific Inquiry). “The scientific process as observation, measurement, experimentation, and the other operation included in the scientific method” (Sund & Trowbridge, 1973). Orang yang berkecimpung di dalam IPA akan mendapatkan sikap ilmiah seperti jujur, cermat, berpikir kritis, rasa ingin tahu, menghormati pendapat orang lain, dan sebagainya.
Proses untuk menghasilkan pengetahuan sangat bergantung pada pengamatan teliti terhadap suatu fenomena, dan teori yang mendasari pengamatan, yang pada gilirannya akan memberi peluang munculnya teori baru yang dapat menggugurkan teori lama atau diperoleh teori yang lebih memperkuat teori yang sudah ada, dengan perkataan lain “hukum-hukum dan teori dalam IPA bukan suatu kebenaran mutlak dan sempurna”. Teori yang menyatakan matahari sebagai pusat tata surya (Heliosentris) berhasil menggugurkan teori lama yang menyatakan bumi sebagai pusat tata surya (Geosentris), sebaliknya teori relativitas yang dikemukakan oleh Einstein tidak mengesampingkan hukum gerak Newton.
Hakikat IPA adalah IPA sebagai produk, dan IPA sebagai proses. Secara definisi, IPA sebagai produk adalah hasil temuan-temuan para ahli saintis, berupa fakta, konsep, prinsip dan teori-teori. Fakta dalam IPA adalah pernyataan-pernyataan tentang benda-benda yang benar-benar ada, atau peristiwa yang betul-betul terjadi dan dikonfirmasi secara objektif. Contohnya atom hidrogen mempunyai satu elektron, merkurius adalah planet terdekat dengan matahari. Sedangkan konsep IPA adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta. Contohnya semua zat tersusun atas partikel-partikel, materi akan berubah tingkat wujudnya bila menyerap atau melepaskan energi. Prinsip IPA adalah generalisasi tentang hubungan antara konsep-konsep IPA. Contohnya udara yang dipanaskan memuai, adalah prinsip menghubungkan konsep udara, panas, pemuaian. Artinya udara akan memuai jika udara tersebut dipanaskan. Teori IPA adalah kerangka yang lebih luas dari fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang saling berhubungan. Contohnya teori meteorologi membantu para ilmuwan untuk memahami mengapa dan bagaimana kabut dan awan terbentuk.
Sedangkan IPA sebagai proses adalah strategi atau cara yang dilakukan para ahli saintis dalam menemukan berbagai hal tersebut sebagai implikasi adanya temuan-temuan tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa alam. Maka dari itu, IPA sebagai produk tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya IPA sebagai proses. Dari sini dapat diketahui kajian IPA sangat luas, dan IPA mempunyai andil dalam memberikan sumbangan pada kemajuan peradaban manusia, khususnya perkembangan teknologi suatu bangsa. Banyak orang yang beranggapan bahwa IPA itu sulit dan membosankan. Selama ini IPA dianggap pelajaran yang sulit dan menakutkan. Para siswa menganggap bahwa IPA hanya untuk orang pintar. Untuk mengubah paradigma tersebut, maka perlu upaya melakukan pembelajaran IPA yang sederhana, mudah dicerna, menarik bagi siswa dan menyenangkan. 
Kenyataan selama ini di lapangan guru biasanya mengajar dengan berpedoman pada buku teks atau LKS, dengan mengutamakan metode ceramah dan kadang-kadang tanya jawab. Siswa harus mengikuti cara belajar yang dipilih oleh guru, dengan patuh mempelajari urutan yang ditetapkan guru, dan kurang sekali mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapat. Paradigma yang hanya mementingkan hasil tes atau ujian harus segera diubah menjadi penekanan pada proses pembelajaran, sedangkan hasil ujian atau tes merupakan dampak dari proses pembelajaran yang benar dan berkualitas. Salah satu penyebab universal rendahnya hasil belajar IPA yang dicapai siswa adalah terjadinya miskonsepsi pada siswa. Prakonsepsi atau  prior knowladge siswa atas konsep IPA siswa atas konsep IPA yang dibangun oleh siswa itu sendiri melalui belajar informal dalam upaya memberikan makna atas pengalaman mereka sehari-hari mempunyai peran yang sangat besar dalam pembentukan konsepsi ilmiah (Trumper, 1990). Prakonsepsi yang secara terus menerus dapat mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah. Kesalahan yang bersifat teknis dan substansial ini, disamping menghambat pemahaman, juga berpeluang menimbulkan salah pemahaman (misunderstanding ) atau miskonsepsi






BAB II
PEMBAHASAN

A.      MISKONSEPSI
Para siswa sebelum mengikuti pembelajaran IPA di sekolah, mereka sudah memiliki pengetahuan yang dikembangkan dalam pikirannya masing-masing. Ketika datang di sekolah pikiran siswa penuh dengan berbagai pengalaman dan pengetahuan tentang fenomena ataupun peristiwa fisis yang dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari. Tafsiran terhadap data sensori yang dibangun dalam pikiran siswa akan menghasilkan pengetahuan yang berbeda antara siswa yang satu dengan yang lain. Hal ini bergantung dari pengalaman dan keragaman pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya.
Menurut faham konstruktivistis atau konstruktivisme,”anak membangun pengetahuan di dalam pikirannya” (Bodner, 1996:893). Dalam pikiran siswa terbentuk bangunan mental yang menggambarkan fenomena alam di sekitarnya, dan disebut sebagai konsepsi. Body of knowledge atau tubuh pengetahuan pada IPA dibangun oleh para ilmuwan yang berupa konsepsi-konsepsi yang telah disepakatinya. Kadang-kadang konsepsi yang dimiliki seseorang atau oleh anak tidak sesuai dengan konsepsi yang telah disepakati oleh para ilmuwan.
Konsepsi yang dimiliki oleh seseorang yang tidak sesuai dengan konsepsi yang disepakati oleh para ilmuwan disebut miskonsepsi. Istilah miskonsepsi sering juga disesbut konsepsi anak, konsepsi awal, kerangka alternatif, dan sebagai konsepsi alternatif. Miskonsepsi ini perlu diluruskan sehingga tidak mengganggu penerimaan konsep-konsep IPA dalam pikiran anak.
Pada dasarnya siswa tidak menyadari bahwa di dalam pikirannya terjadi miskonsepsi. Biasanya siswa akan meyakini akan kebenaran semua pengetahuan yang telah dibangun di dalam pikirannya. Siswa tidak mengetahui apakah konsepsi yang terbentuk dalam pikirannya terjadi mis atau tidak, dan tidak menjadi masalah sepanjang miskonsepsi tersebut berguna dalam kehidupannya.
Sebagai contoh seorang anak kecil, diminta untuk mengamati atau memperhatikan keadaan matahari. Pagi hari matahari terbit dari timur, pada siang hari matahari berada di atas kepala kita, dan pada sore hari matahari tenggelam di ufuk barat. Anak memperhatikan matahari bergerak dari Timur ke Barat dan terjadi setiap hari. Apa kesimpulan anak jika ditanya bagaimana keadaan matahari terhadap bumi?. Dalam hal ini anak akan menjawab bahwa matahari mengelilingi bumi. Apakah jawaban siswa tersebut salah, inilah yang disebut dengan miskonsepsi. Mengapa?, karena pikiran anak bersesuaian dengan faham geosnetris, sedangkan yang disepakati oleh para ilmuwan adalah faham heliosentris.
Miskonsepsi lain yang sering terjadi pada khususnya pada jenjang sekolah menengah. Misalnya, sering kali disampaikan salah satu perbedaan DNA dan RNA adalah bahwa DNA terletak di dalam inti sel (nukleus) sedangkan RNA terdapat di luar inti sel. Kenyataannya DNA tidak hanya terdapat di dalam nukleus saja tetapi juga bisa berada di luar nukleus. Mitokondria dan kloroplas adalah organel yang berada di luar nukleus, keduanya mempunyai DNA. Oleh karena itu DNA dapat berada di luar nukleus. Sementara RNA tidak hanya dijumpai di luar inti sel saja. Tentu kita masih ingat bahwa pada saat transkripsi RNA dari DNA sebelum meninggalkan inti sel RNA masih berada di dalam inti sel.
Contoh lain yaitu transkripsi sering hanya dimaksudkan untuk membahas pembentukan RNA duta atau mRNA saja, terutama jika sedang mendiskusikan proses sintesis protein. Kenyataannya proses transkripsi tidak hanya dimaksudkan untuk pembentukan RNA duta atau mRNA saja. Kita tahu bahwa bermacam-macam RNA seperti mRNA, tRNA, rRNA, sRNA dan sebagainya. Semua macam RNA tersebut dibentuk atau dihasilkan melalui proses transkripsi.
Terjadi juga miskonsepsi yang mengajarkan tentang Hukum Mendel I sering kali diterjemahkan dengan potong kompas yaitu mengarah pada persilangan monohibrid. Demikian pula Hukum Mendel II sering kali dimaksudkan untuk membidik persilangan dihibrid. Kenyataannya Hukum Mendel I lebih sering dikenal dengan Hukum segregasi bebas, yaitu memisahnya gen-gen sealela secara bebas pada saat meiosis pembentukan sel gamet. Memang fenomena ini mudah diamati pada persilangan monohibrid, akan tetapi bukan berarti Hukum ini hanya terjadi pada persilangan monohibrid saja. Hukum Mendel II sering dikenal dengan hukum asortasi bebas yaitu terjadinya penggabungan gen-gen yang tidak sealela sehingga melengkapi informasi genetik dalam sebuah sel gamet. Sebagai contoh misalnya ada individu dengan genotip MmNn pada saat pembentukan gamet akan menghasilkan informasi genetik separoh dari semua informasi genetik individu tersebut sehingga gen M dapat mengelompok dengan N ataupun n menjadi MN atau Mn. Demikian pula gen m secara bebas akan mengelompok dengan N atau n menjadi mN atau mn. Adanya pengelompokan gen yang tidak sealela ini hanya mungkin terjadi pada persilangan yang memperhatikan minimal dua sifat beda (dihibrid), bukan berarti hukum Mendel II adalah hukum persilangan dihibrid. Pada persilangan yang memperhatikan lebih banyak sifat beda seperti trihibrid, tetrahibrid dst juga terjadi demikian.
Masih saja ada yang mendefinisikan organ dengan tidak tepat. Definisi yang seing keliru tentang organ adalah bahwa organ adalah kumpulan dari jaringan yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Kenyataannya jika organ merupakan kumpulan dari jaringan yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama maka justru fungsi organ tidak akan efektif. Organisasi pada tingkat organ akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik jika terdiri dari banyak jaringan yang berbeda. Sebagai conoth misalnya organ mata, padanya dapat kita jumpai adanya jaringan neuroepitelium, jaringan saraf, jaringan darah, jaringan ikat.
Pemahaman konsep osmosis sering kali keliru terutama jika pengertiannya dikaitkan dengan difusi. Osmosis sering disalah artikan yaitu dianggap kebalikan dari proses difusi. Kenyataannya difusi adalah pergerakan atau perpindahan molekul terlarut dari konsentrasi larutan tinggi (hipertonis) menuju konsentrasi rendah (hipotonis) baik melalui atau tanpa melalui membran. Osmosis adalah pergerakan atau perpindahan molekul pelarut (air) dari konsentrasi rendah (hipotonis) menuju konsentrasi tinggi (hipotonis). Ingat yang bergerak adalah molekul pelarutnya yang bertujuan untuk meniadakan gradien konsentrasi seperti halnya yang terjadi pada difusi juga bertjuan untuk meniadakan gradien konsentrasi. Dengan kata lain kondisi akhir proses difusi maupun osmosis adalah sama-sama menuju keadaan isotonis. Dengan demikian tidak ada yang dapat dipertentangkan antara difusi dengan osmosis.
Miskonsepsi pada pembelajaran IPA juga terjadi pada reaksi kimia dapat dipercepat dengan katalisator. Katalisator adalah zat yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi. Ini adalah miskonsepsi umum yang terjadi pada siswa yang biasanya terjadi karena kesalahan penekanan saat penjelasan konsep. Dilihat dari komponen konsepnya, jelas bahwa miskonsepsi ini tergolong dalam miskonsepsi pada tingkat definisi. Berdasarkan sumbernya, miskonsepsi ini termasuk dalam salah paham konseptual. Kesetimbangan yang dicapai dari reaktan berbeda dengan kesetimbangan yang dicapai dari produk. Miskonsepsi ini tergolong pada tingkat atribusi konsep, karena siswa tidak dapat menjelaskan ciri kesetimbangan yang dapat dicapai dari reaktan maupun produk. Berdasarkan sumbernya miskonsepsi ini adalah ketidakmampuan siswa untuk menjelaskan konsep yang berhubungan dengan kesetimbangan ini. Miskonsepsi ini adalah salah paham konseptual. Saat terjadi kesetimbangan, tidak terjadi reaksi sampai ada penambahan dari luar. Ini juga adalah miskonsepsi umum yang terjadi pada siswa yang biasanya terjadi karena kesalahan penekanan saat penjelasan konsep.  Miskonsepsi ini tergolong pada tingkat atribusi konsep, karena siswa tidak dapat menjelaskan ciri kesetimbangan, yaitu pada saat kesetimbangan tercapai, reaksi tetap berlangsung. Miskonsepsi semacam ini merupakan bentuk miskonsepsi dialek, karena berasal dari kata kesetimbangan atau seimbang yang sudah dikenal siswa dalam kehidupan sehari-hari, yang  berarti setara dan diam Bening adalah kata yang biasa dimunculkan untuk menjelaskan warna larutan yang tidak berwarna. Padahal bening atau jernih dapat berarti bahwa larutan tetap berwarna akan tetapi dapat tembus cahaya. Bening merupakan bentuk miskonsepsi dialek.
Pada kegiatan MGMP SMP di suatu tempat, para guru hafal tentang hukum pemantulan yang berlaku pada cermin. Kemudian didemonstrasikan hukum pemantulan tersebut di atas selembar kertas di atas meja. Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak pada satu bidang datar. Kemudian pertanyaannya dimanakah letak bidang datar yang dimaksud?
Garis Normal
Sinar Datang                                                               Sinar Pantul




 
Dari sejumlah yang hadir hampir 80% memberikan jawaban bahwa bidang datarnya adalah bidang kertas di atas permukaan meja. Jadi sinar datang, garis normal dan sinar pantul terletak pada bidang datar yang berada di permukaan kertas di atas meja. Konsepsi yang demikian ini diprediksi sudah ada dalam pikiran para guru sejak duduk di bangku sekolah, baik sebagai siswa maupun waktu kuliah sebagai mahasiswa.
Contoh miskonsepsi yang lain, misalnya yang terjadi dalam gerak benda-benda. Jika sebuah bola ditendang, maka bola dapat melakukan gerak parabola. Kemudian para siswa diminta untuk menggambarkan gaya-gaya yang bekerja pada bola ketika mencapai puncak. Dari sekian banyak siswa ada yang menggambar gayanya sebagai berikut :


 





Gaya yang digambarkannya ada dua, yaitu gaya dengan arah menyinggung lintasan dan gaya yang menuju ke pusat bumi, mengapa demikian?. Siswa memberi alasan bahwa gaya yang menyinggung lintasan adalah gaya lemparan yang menyebabkan bola tetap bergerak, dan gaya yang menuju ke pusat bumi adalah gaya berat yang menyebabkan bola turun ke bawah. Dalam pikiran siswa bahwa gaya lemparan masih ada yang menyebabkan bola akan tetap bergerak. Pemikiran yang demikian inilah yang disebut sebagai miskonsepsi.

B.       PELURUSAN MISKONSEPSI
Untuk mengetahui apakah dalam pikiran siswa terjadi miskonsepsi atau tidak, maka perlu dilakukan evaluasi. Dalam hal ini perlu dilakukan tes atau evaluasi untuk mendiagnosa pikiran siswa. Tes diagnotis perlu dilakukan oleh para guru atau oleh para pemerhati terhadap miskonsepsi. Tes ini dapat disusun oleh guru sendiri, misalnya untuk mengevaluasi miskonsepsi pada Hukum Newton Pertama siswa diberi pertanyaan seperti berikut : sebuah bola bergerak lurus dengan kecepatan tetap, pada bola bekerja gaya F1, F2, dan F3. Arah gaya F1 dan F2 seperti terlukis pada gambar berikut ini :


                                                                                F1


 



                                                                                  F2
Kemanakah arah gaya F3 dan lukiskan pada gambar tersebut? Berilah alasannya?
Setelah siswa diberi tes diagnotis miskonsepsi, kemudian hasilnya dicermati. Apakah pada pikiran siswa terjadi miskonsepsi atau tidak. Jika terjadi miskonsepsi, maka harus dicari penyebab dari miskonsepsi itu sendiri. Sebagai contoh dari kasus gaya yang bekerja pada bola yang melambung ke atas, siswa beranggapan bahwa dalam setiap gerakan benda harus ada gaya yang bekerja mempengaruhinya. Selain itu siswa belum dapat membedakan antara gaya dan momentum pada lambungan bola. Sebetulnya vektor yang digambarkan siswa pada bola yang melambung adalah campuran ada kecepatannya dan ada gambar gayanya. Jadi siswa masih rancu dalam membedakan antara vektor kecepatan, momentum, dan gaya pada gerakan benda.
Miskonsepsi yang terjadi dalam pikiran siswa cenderung untuk dipertahankan, dan terjadi resistansi, maksudnya sulit untuk dilakukan perubahan. Untuk meluruskan miskonsepsi dapat dilakukan dengan cara remediasi. Dalam upaya menghilangkan miskonsepsi sebagai teori lama dapat dilakukan dengan cara membangun teori baru memberikan informsi yang lebih baik dengan mengemukakan bukti-bukti eksperimen. Untuk merubah miskonsepsi, maka perlu digoyahkan lebih dahulu, sehingga siswa akan meragukan akan kebenaran miskonsepsinya, misalnya dengan cara memberikan konflik kognitif. Untuk menggoyahkannya dapat juga dilakukan dengan memberikan gagasan anomali yang berupa gagasan kepada siswa yang berperan sebagai pengganggu miskonsepsi yang dimilikinya.
Dari contoh miskonsepsi di atas, misalnya bagi anak yang mempunyai pikiran bahwa matahari mengelilingi bumi, dapat diberikan konflik kognitif dengan mengajaknya pergi ke luar kota dengan mengendarai mobil. Ketika mobil dipacu kencang anak diminta untuk melihat keadaan pohon-pohon yang ada di tepi jalan. Pertanyaan yang diajukan, bagaimana keadaan pohon-pohon di tepi jalan? Anak akan menjawab bahwa pohon-pohon tampak lari ke belakang. Dapat dikatakan kepada anak bahwa pohon-pohon tersebut melakukan gerak semu terhadap mobil yang kita tumpangi. Sebenarnya yang bergerak adalah mobil kita, sedangkan pohon-pohon tetap diam di tempatnya. Gerakan semu tersebut seperti halnya gerakan matahari terhadap bumi, sebenarnya bumilah yang bergerak mengelilingi matahari. Konflik kognitif ini dapat dilakukan dengan kegiatan yang sebenarnya ataupun dengan menyajikan gerakan mobil melalui animasi simulasi dengan bantuan komputer.
   Untuk kasus miskonsepsi sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak dalam bidang datar kertas di atas meja, konflik kognitifnya dilakukan dengan melengkungkan permukaan kertas. Ketika kertas dilengkungkan kepada siswa diajukan pertanyaan, dimanakah letak bidang datarnya sekarang. Untuk kasus gaya yang bekerja pada bola yang melambung ke atas, konflik kognitif yang diberikan pada siswa dengan cara demonstrasi atau dengan menyajikan animasi simulasi gerakan parabola dengan komponen-komponen geraknya. Kerancuan dalam membedakan antara vektor kecepatan, momentum, dan gaya pada gerakan benda dapat diatasi atau dapat diluruskan.


















BAB III
KESIMPULAN

Penutup Miskonsepsi sebenarnya bukan hanya masalah ketidakpahaman siswa terhadap suatu konsep yang dengan mudah diperbaiki dengan penjelasan verbal, akan tetapi lebih jauh daripada itu miskonsepsi merupakan sumber dari ketidakmampuan siswa memahami suatu konsep karena sifatnya yang resisten dan sukar untuk diperbaiki. Oleh karena itu, mengetahui miskonsepsi yagn terjadi pada diri siswa adalah sebuah keharusan dan kebutuhan guru. Dalam menganalisis miskonsepsi diperlukan pedoman yang akan memberikan tuntunan tentang bagaimana sebaiknya menghadapi miskonsepsi tersebut.
Dalam rangka pengembangan kemampuan anak sangat penting seorang guru memilih dan menggunakan beberapa metode yang hendaknya yang hendaknya menyesuaikan dengan pengetahuan yang dibangun pada diri anak. Ada tiga faktor sebagai penghalang utama pemahaman bagi siswa, yaitu : (1) pemilihan metode pembelajaran yang cenderung mentoleransi  unitary ways of knowing, (2) substansi kurikulum yang cenderung dekonstekstual, dan (3) perumusan tujuan pembelajaran yang jarang diorientasikan pada pencapaian pemahaman secara mendalam. Kesalahan yang bersifat teknis dan substansial ini, disamping menghambat pemahaman, juga berpeluang menimbulkan salah pemahaman (misunderstanding) atau miskonsepsi
Agar pembelajaran IPA menjadi lebih menarik dan menantang salah satu alternatifnya dapat menggunakan media pembelajaran animasi simulasi yang berbasis ICT. Pada pembelajaran IPA, miskonsepsi yang terdapat dalam pikiran siswa dapat mengganggu penyerapan konsep-konsep yang benar. Untuk mencegah dan mengatasi terjadinya miskonsepsi pada siswa dapat ditempuh berbagai langkah. Miskonsepsi di deteksi sedini mungkin, pada awal atau sebelum pembelajaran sains dimulai. Bahan ajar yang disajikan dalam pembelajaran, jangan sampai mengulang miskonsepsi yang ada pada pikiran siswa. Namun diusahakan untuk memperbaiki miskonsepsi dengan memberi peranan pada siswa menjadi lebih aktif, memperbanyak diskusi, dan melatih siswa berkir kritis.
Jika dipandang perlu guru harus berani mengambil inisiatif merubah urutan bahan ajar yang disajikan. Misalnya momentum dapat disajikan lebih dalulu daripada gaya. Guru harus menggunakan berbagai model, pendekatan dan metode mengajar yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran IPA, agar siswa dapat mengembangkan konsepsi yang dimilikinya. Sebaiknya secara periodik guru bersedia mendeteksi miskonsepsi serta memberikan remediasi kepada siswa, misalnya pada setiap akhir semester.









DAFTAR PUSTAKA

Angga Hasmiko. 2011. Makalah Semnas MIPA - Analisis Miskonsepsi Konsep Laju Dan Kesetimbangan Kimia. UPT SMP Negeri 1 Lenteng.
Bowo Sugiharto. 2011. Miskonsepsi dalam Pembelajaran Biologi. UNS : Surakarta.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Buku Guru Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTs Kelas VII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
N. Susanti. 2013. Pengaruh Implementasi Pembelajaran Kontekstual Berbantun Multimedia Interaktif Terhadap Penurunan Miskonsepsi (Studi Kuasi Eksperimen dalam Pembelajaran Cahaya dan Alat Optik di SMP Negeri 2 Amlapura). e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Indonesia Program Studi Administrasi Pendidikan (Volume 4 Tahun 2013).
Sund, & Trowbridge. 1973. Teaching Science by inquiry in the Secondary School. Columbus, Ohio. Published by Charles E.Merrill Publishing Company, A Bell & Howell Company.
Suwarto dan Djumadi. 2011. Bahan Ajar PLPG Paedagogik Khusus Bidang Studi IPA. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP-UMS.
Widha Sunarno.2012. Remediasi Miskonsepsi Fisika Menggunakaan Animasi Simulasi Komputer :Makalah Seminar Sehari MGMP Fisika SMP/MTs,  12 Mei 2012. Sukoharjo: MGMP IPA Fisika.

Pengembangan Kompetensi Fitur Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah di Platform Merdeka Mengajar

  Pada tanggal 19 Desember 2023 GTK Kemdikbudristek telah merilis Fitur Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah di Platform Merdeka Meng...